Menangislah yang ingin menangis.Pergilah yang ingin pergi.Karena da’wah dan jihad akan tetap berputar hingga hari akhir.Hanya saja, apa engkau mau menjadi yang tergantikan?
Jika para Nabi dan Rasul saja sudah lazim untuk ditinggalkan atau bahkan dikhianati para prajuritnya sendiri, maka apalah lagi kita yang manusia biasa.Sebagai pemimpin, kita bisa saja ditinggal lari para prajuritnya. Persis seperti Nabi Musa yang pada saat diperintahkan berjihad, kaumnya menjawab, “Pergilah engkau bersama Tuhanmu.”
Siklus “pengkhianatan” ini memang lumrah. Karenanya, Allah kemudian menguatkan para Amiir ad da’wah wa al jihad dengan firman-Nya, “Fa’fu ‘anhum washfah…” Maafkanlah mereka dan biarkanlah. Dan the show must go on! Karena amalan kita bukanlah untuk prajurit kita. Amalan kita juga bukan untuk dalam rangka meraih puncak eksistensi duniawi. Amalan kita hanyalah agar semata-mata Allah melihatnya lalu membalasnya dengan jutaan kebaikan di dunia dan di Surga.
Semoga coretan ini dapat menjadi penyegar para pejuang yang seringkali “dikhianati” prajuritnya. Amalan mereka telah Allah catat, dan amalan kita pun telah Allah catat. Jika dalam ber-dien saja Allah tidak memaksa, maka apalagi dalam da’wah, jihad, atau harakah. Yang penting jangan kita yang menjadi penyebab perpecahannya. Yang penting kita tetap berada di atas manhaj rabbani. Pijakan kita tetaplah al-Quran dan as-Sunnah. Dan tujuan kita pun tetap terpancang: TAWHIDULLAH.
Maka, pilihannya ada pada diri kita: MENGGANTIKAN atau TERGANTIKAN.
Wallahu a’lam.
Al-Akh Al-Fadhli (Ketua Umum MPI Bandung)
[email protected]