Memaknai Kehilangan

Najib- nama samaran-, salah seorang teman saya rumahnya kecuriaan. Hp-nya yang masih baru dan berharga mahal hilang, begitu juga dengan teman-teman yang serumah dengannya juga kehilangan uang dan hp.

Kehilangan hp membuat Najib begitu panik, marah, kesal, jengkel, mencurigai beberapa orang dan membuatnya selalu tidak tenang. Sangat sulit bagi dirinya untuk mengikhlaskan hp mahal tersebut. Bahkan ia mengatakan, "Kalau sampai saya tahu siapa yang mengambilnya, saya pasti akan menghabisinya!"

Hasan-bukan nama sebenarnya-, juga saya temukan dalam keadaan sedih dan murung. Bahkan saya melihat ada bekas tetes air mata di pipinya. Namun ia nampak agak tenang. Ia juga kehilangan hp dan uang sebesar 400 Le. Saya berkata padanya, "Sudahlah akhi, bersabar! Insya Allah, Allah akan memberi ganti yang lebih baik." Dengan tenang ia menjawab, "Akhi saya bersedih bukan karena kehilangan hp dan uang, tapi saya bersedih karena tadi malam saya ketiduran, saya merasa sangat rugi, saya tidak bisa shalat tahajud dan sahur." Mendengar jawaban Hasan sayapun terkejut, merasa kagum dan takjub.

Diantara kita barangkali pernah mengalami kehilangan sesuatu berharga yang kita miliki, cintai dan sayangi. Mungkin ada yang pernah kehilangan uang, hp, buku, mobil, orang yang kita cintai, sayangi dan lainnya. Apakah perasaan yang muncul dalam hati kita? Mungkin kita semua sepakat, bahwa kita akan bersedih walaupun tingkat kesedihan itu berbeda diantara kita. Ketika sesuatu yang hilang itu begitu sangat berharga, kesedihan yang kita rasakan semakin kuat dan besar. Dan terkadang kesedihan itu membuat kita lupa pada nikmat yang masih kita miliki. Atau salah seorang teman dekat kita mengalami kehilangan, kita juga ikut bersedih dan merasakan apa yang ia rasakan.

Namun, pernahkan suatu kali kita merasa bersedih ketika hilang kesempatan untuk membaca Alquran, terlambat shalat berjama’ah, atau kehilangan dzauq di hati ketika mendengar bacaan Alquran sehingga hati sulit untuk tersentuh?

Ketika dunia begitu kita cintai, sehingga rasa cinta itu memenuhi hati kita, maka ketika dunia yang kita cintai itu hilang dari kita, seakan kita tertimpa musibah besar. Sedang dunia dan isinya hanya bersifat sementara, tidak ada yang kekal dan yang akan kita bawa sampai ke akhirat. Laptop, hp, mobil mewah, istana megah, bahkan istri cantik yang kita milki, anak-anak yang menawan tidak akan bisa kita bawa ke dalam kubur. Semua itu akan kita tinggalkan ketika ajal telah datang.

Para pecinta akhirat berusaha mengeluarkan ketergantungan pada dunia dari hati mereka. Karenanya ketika mereka mendapat kenikmatan dunia mereka tidak terlalu berbangga dan bahagia, dan begitu juga ketika mereka kehilangan dunia, tidak merasakan kesedihan yang mendalam.

Sesungguhnya kebahagiaan orang beriman adalah dalam ketaatan pada perintah Allah swt dan kesedihan mereka ketika terlewatkan satu saat waktu dalam kelalaian dari perintah Allah swt.

Mari kita bertanya pada diri kita, adakah kita bersedih, ketika begitu jarangnya mengingat Allah? Bersedih karena tidak bisa banyak membaca Alquran, bersedih karena tidak bisa berjamaah di mesjid, bersedih karena tidak bisa shalat tahajud, bersedih karena tidak bisa bersedekah dan membantu saudara yang kesulitan, bersedih karena telah berbuat dosa dan maksiat pada Allah? Adakah kita bersedih karena banyaknya kesempatan kebaikan yang terlewatkan?

Adakah kita bersedih ketika teman belum shalat atau sering lalai dan suka meninggalkan shalat, tidak berpuasa, berbuat dosa dan kemaksiatan?

Ataukah kita hanya berbahagia ketika kita sudah punya uang yang banyak, rumah yang megah, mobil mewah, gaji yang besar, jabatan yang tinggi, terpandang di masyarakat dan lainnya, dan bersedih ketika semua itu hilang dari diri kita?

Kepada apa dan siapakah hati kita selama ini kita gantungkan? Apakah kepada dunia yang akan kita tinggalkan ataukah kepada Allah swt yang kekal yang tidak pernah menyia-nyiakan hamba-Nya?

Islam adalah nikmat terbesar yang Allah berikan pada manusia. Nikmat yang tidak ada bandingannya dengan dunia dan segala isinya bahkan dengan jagat raya ini. Allah tidak melihat manusia pada apa yang dimilikinya dari dunia, pada wajahnya yang cantik dan menawan, badan yang gagah dan tegap, pakaian yang mahal, mobil yang mewah, rumah yang besar, jabatan yang tinggi, gelar doktor, profesor dan lainnya. Namun, Allah melihat pada hati hamba-Nya. Adakah hati itu cinta, berserah dan ikhlas pada Allah. Adakah hati selalu patuh pada perintah Allah dan adakah hati itu jujur pada Allah. Dan adakah hamba tersebut senantiasa beramal sesuai dengan yang Allah perintahkan.

Harta yang berlimpah tidak akan bisa menebus dosa di akhirat kelak. Hari dimana tidaklah bermanfaat harta dan anak anak yang dicintai. Kecuali yang datang pada Allah dalam keadaan hati yang selamat ( qalbun salim ).

Karenanya tidak perlu berbangga dengan harta, jabatan dan kemewahan yang dimiliki kalau Allah memandang kita dengan pandangan hina. Dan juga tidak usah bersedih dengan kemiskinan yang kita alami kalau dengan demikian kita menjadi mulia dalam pandangan Allah. Yang paling utama adalah kondisi hati dan amalan kita di hadapan Allah swt.

Betapa banyak orang menjual agama mereka untuk mendapatkan keuntungan dan kesenangan dunia yang sesaat. Mereka menggadaikan akhirat yang kekal.

Mari kita jujur, ketika laptop dan hp yang kita miliki dicuri dan ketika kita tidak bisa shalat pada waktu malam atau dua rakaat pada waktu fajar, manakah yang lebih besar rasa kehilangan kita?

Rasulullah saw bersabda: Dua rakaat fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya (HR. Muslim ) dalam riwayat lain: Sesungguhnya lebih aku cintai dari dunia dan segala isinya."

Hal ini bukan berarti dunia kita tinggalkan, tapi ambillah dari dunia apa yang kita perlukan untuk akhirat yang kekal dan jangan kita masukkan kecintaan pada dunia ke dalam hati, karena hal itu akan membuat hati kita akan selalu tidak pernah tenang, tidak pernah merasa puas dan selalu gelisah. Karena hati sesungguhnya Allah ciptakan untuk diisi dengan cinta pada Allah, berzikir, membaca Alquran dan berbuat amal kebaikan lainnya. Karena hal itulah yang akan menjadikan hati selalu tenang, bahagia, tentram dan menentramkan.

Firman Allah swt, "Katakanlah, ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai dari pada Allah dan rasul-Nya serta dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik." ( Attaubah[9]: 24 ).
Semoga bermanfaat dan bisa menjadi renungan.

Salam dari Kairo
[email protected]
(Tengah bersiap untuk ujian di Univ. Al-Azhar, mohon doa dari semua, terima kasih)