Apa yang terjadi padaku ini mungkin bisa untuk berbagi:
Ayah dan ibuku sudah menghadapNYA 5 tahun yang lalu, mereka pergi dalam tahun yang sama, hanya berbeda 6 bulan. Ibuku wafat lebih dulu, baru kemudian ayah.
Ibuku pergi pada saat hubungannya dengan ayah pada kondisi yang kurang baik. Ibu dan ayahberada pada konflik suami isteri yang sangat mendalam, dan berada di ambang perpisahan. Kemudian Ibu jatuh sakit, dan akhirnya wafat pun, beliau masih membawa rasa kecewa dan marah itu pada Ayah.
Aku pun menjadikan ayah sebagai penyebab perginya ibu. Walaupun tidak pernah kuutarakan langsung kepada beliau, tapi itu tertanam erat dalam hati. Aku tetap melayani beliau, walau tidak lagi dengan hati tulus 100%..
Sampai beliau wafat, dan bertahun-tahun sesudahnya, aku masih tetap menyimpan amarah dan kecewa pada ayah. Dan, selama itu pula, tanpa sadar ada beban berat yang kutanggung dalam hati. Rasanya setiap helaan nafasku terbebani oleh sesuatu. Hal ini juga berakibat dengan hubungan sosialku. Selalu ada rasa curiga pada orang lain, dan selalu berpikir negatip. Akibatnya juga, berpengaruh pada langkah karirku, yang selalu terhambat. Aku selalu gagal mencapai apa yang aku usahakan. Contohnya, berkali-kali aku selalu gagal pada promosi yang diberikan padaku.
Ketika beban kecewaku semakin tak tertahankan, aku bertanya pada seorang udztad, adakah doa yang bisa membuatku tenang? Karena semua doa telah kupanjatkan, shalat-shalat sudah kujalankan, tapi selalu saja aku tidak merasa tenang dan merasa semua aspek dalam hidupku tidak ada yang berjalan lancar.
Udztad itu pun bertanya, apakah juga doa-doa itu dipanjatkan untuk kedua orang tuaku yang sudah wafat? Adakah kekecewaan yang aku simpan terhadap mereka? Jika ada, Mohon ampunan pada Allah SWT, dan cobalah memaafkan dengan ikhlas.
Aku terdiam dan terhenyak, aku menyadari sesuatu, aku sangat tahu, selama ini doa-doa yang kupanjatkan hanya untuk ibu almarhumah, aku berdoa untuk ayah hanya karena kewajiban saja, tidak tulus dan ikhlas.
Dan kesadaran makin jelas, karena akupun telah berbuat dosa dengan tetap memendam amarah serta kekecewaanku pada beliau.padahal beliau sudahwafat. Ya Allah, betapa jahatnya aku.
Akhirnya, aku berwudhlu, serta melakukan shalat tobat, tak terasa airmata tumpah ruah, penyesalan, kekecewaan, serta kerinduan pada ayah dan ibu keluar semua bersama tangis. Aku mohon ampunan pada Allah, memohon maaf pada ayah dan ibuku, serta memaafkan ayah pada apa yang telah beliau pernah lakukan pada keluarganya.
Aku tiba-tiba bisa melihat permasalahan dari sisi berbeda, dan tanpa amarah, yang ada adalah pemakluman serta maaf.
Setelah itu, hatiku jadi ringan, aku bisa melihat semua masalahku dengan cara berbeda, dan mampu mencari solusi atas semua masalah hidup yang selalu datang padaku. Hatiku menjadi lebih tenang. Sungguh karunia yang sangat besar dari Allah SWT.
Terima kasih ya Allah, ternyata, memaafkan itu melegakan.