Salah seorang teman bercerita tentang seorang wanita yang pernah mengenyam pendidikan di Teknik Perminyakan pada institut terkemuka di negara kita ini. Setelah lulus ia menerima pekerjaan sebagai insinyur perminyakan di sebuah perusahaan multinasional. Singkat kata, prospek karir yang cerah, masa depan menjanjikan dan gaji tinggi telah didapatkannya.
Setelah itu kehidupannya berubah drastis, karena ia harus bekerja di anjungan lepas pantai berbulan-bulan. Ia berpindah-pindah dari suatu negara ke negara lain hingga sampai di anjungan lepas pantai di dekat Laut Utara yang sangat dingin di Aberdeen, Inggris. Wanita itu bekerja di anjungan yang penuh pria sepanjang hari dikelilingi lautan ganas yang dingin membeku dan hanya mendapat cuti beberapa hari dalam sebulan untuk menjenguk kota London yang dikatakannya dapat menjadikannya wanita kembali. Artinya ia menjadi seorang wanita lagi bukan saja dalam arti fisik tetapi psikisnya, dengan kegiatan berbelanja, menonton dan bersosialisasi ala wanita.
Aku sempat merenungkan cara wanita itu bekerja demi sebuah kesuksesan dalam karir. Betapa banyak hal-hal yang telah dilaluinya dan aku tidak dapat membayangkan hasil akhirnya akan seperti apa. Aku hanya membayangkan ia memiliki a dream job dan bayaran yang sangat tinggi tetapi di tengah lingkungan laut yang tidak bersahabat, tanggung jawab super besar, hanya seorang diri di dunia pria dengan jadwal pekerjaan yang ketat. Semua itu bercampur aduk dalam kepalaku, hingga aku tiba pada sebuah pertanyaan… sebenarnya apakah yang kebaikannya selain uang, dari semua beban itu?
Berkarir bagi wanita memang baik. Tetapi apakah baik jika dalam bekerja kita lupa dengan batasan yang diperkenankan dalam berkarir sebagai seorang muslimah? Apalagi batasan itu secara ekstrim dapat dilanggar dengan berkarir di tempat dengan semua rekan kerja pria. Bagaimana dengan kehidupan psikis wanita tersebut karena bekerja di tempat yang penuh dengan tekanan dan perlu ketahanan mental besar karena selalu diperlukan kecepatan bertindak secepat berpikir jika ada masalah dengan bor, kelistrikan dan hal lain yang berkaitan dengan teknis pekerjaan di anjungan.
Wanita memang diperbolehkan bekerja. Jika belum berkeluarga dan jika telah berkeluarga tetapi belum memiliki anak, maka lebih utama bekerja seperti berdakwah kepada umat. Tetapi jika telah berkeluarga maka keluarga lebih diutamakan daripada pekerjaan. Oleh karena itu keleluasaan bagi wanita dalam berkarir sebenarnya cukup besar, tetapi jenis pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi umat perlu dijadikan pertimbangan sebelum meniti karir.
Wanita memiliki keterbatasan karena kodratnya. Mereka tidak dapat bertahan dalam situasi penuh tekanan terus-menerus selama 24 jam, sehingga perlu istirahat setelah beberapa jam dan sebaiknya berhenti bekerja pada pukul 2-3 sore. Mereka juga memerlukan cuti haidh dan melahirkan karena kondisi fisik yang lemah pada saat penting tersebut. Wanita juga lebih rentan stress karena seringkali emosional akibat gangguan dari luar di tempat pekerjaan sehingga ini bukanlah hal yang baik untuk psikisnya. Disamping itu rentannya pelecehan seksual oleh rekan kerja pria dan khalwat yang dapat mendorong ke arah hubungan kurang baik, menyebabkan Islam melarang wanita memilih bidang pekerjaan yang dapat merendahkan harkat dan martabat wanita.
Oleh karena itu kita perlu mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum terjun ke dunia kerja. Perlu dipikirkan jenis pekerjaan, jenis tanggung jawab, kesiapan dan kemampuan kita melaksanakan pekerjaan. Jangan hanya karena tergiur gaji tinggi dan fasilitas mewah lantas kita tidak memanusiakan diri kita. Kita biarkan diri kita kurang istirahat dengan mengerjakan pekerjaan tiada henti, serta merubah sebagian diri kita menjadi mesin pekerja tanpa kenal lelah untuk mengejar harta semata. Kita lupa bersosialisasi dengan keluarga apalagi tetangga, tetapi keluar bersama klien dan teman-teman yang bukan mahram. Kita juga kadang membiarkan diri kita sampai mengalami perasaan berbeda ketika kembali ke ke dunia nyata—misalnya tidak merasa menjadi wanita seutuhnya!
Tentang wanita tadi menurut teman saya, setelah lima tahun berkutat dengan pekerjaan di bidang lepas pantai, akhirnya memilih mengundurkan diri dari pekerjaannya. Setelah mengumpulkan modal yang banyak untuk masa depannya, ia memutuskan bekerja secara normal di sebuah perusahaan multinasional di Jakarta. Mungkin ia telah belajar banyak dari pengalamannya tentang ketidakcocokan wanita yang bekerja di anjungan lepas pantai. Mungkin ia merasa pengalaman kerja yang diperolehnya sudah cukup. Tetapi menurut saya, mungkin saja ia tidak ingin kehilangan perasaan kewanitaannya lagi.