Ada yang menarik ketika salah satu sahabatku di Bogor dalam status Facebook-nya menulis "Menapaki jalan kenangan bersama suami, ya Allah berikanlah saya kekuatan untuk terus bisa mendampinginya …."
Komentar dari ‘jamaah facebookiyah’ begitu kami sering menyebutnya langsung beragam. Maklum tulisan itu di-release pada Sabtu malam. Ada yang komentar: "ayo lanjut…". Ada lagi yang komentar: "selamat bermalam mingguan…" Ada juga yang sambil bercanda: "wuiih kayak anak muda aja?!"
Akupun tersenyum membaca komentar mereka. Memang benar dari sisi usia sahabatku sudah tidak lagi muda. Justru diusia yang sudah mapan kata orang, usia 40 tahun yang menurut Imam Ghozali sebagai usia penentu seseorang akan seperti apa nantinya.
Dan harusnya juga diusia itu kita harus semakin mendekat diri kepada-Nya. Tetapi yang membuat aku kagum justru semangatnya. Semangat untuk merawat cintanya kepada suami dan anak-anaknya.
Terinspirasi dari status Facebook tersebut fikiranku semakin terbang melayang. Aku bayangkan kalau orang–orang yang sudah paruh baya itu begitu intens merawat cintanya. Bahkan akupun sering geli kalau ada yang malu–malu menunjukkan kemesraan antara suami dan istri karena malu dengan usia dan anak-anaknya. Adakah yang aneh?
Dengan kondisi zaman serba boleh ditunjang dengan kemudahan kita mengakses informasi saat ini membuat anak–anak kita mudah terjerumus kepada hal-hal yang dilarang. Coba kita lihat di sekeliling kita. Kalau malam minggu beribu pasangan anak-anak muda yang berboncengan dengan mesra bahkan menurut beberapa orang temanku kelihatan jauh lebih mesra dibanding suami istri.
Mereka tidak pernah merasa cangggung (maaf) berboncengan sambil berpelukan. Sesuatu yang sangat dilarang dalam Islam karena mereka belum diikat dengan pernikahan. Di sisi lain saudara–saudara kita yang sudah menikah justru malu kalau dilihat mesra, padahal halal. Apalagi kalau usia perkawinan mereka sudah memasuki usia belasan tahun.
Coba kita perhatikan ditempat-tempat rekreasi, penuh isinya dengan pasangan muda-mudi. Kita terlalu sibuk dengan anak-anak dan segala macamnya sehingga kadang-kadang tidak sempat lagi merawat cinta yang semakin dimakan usia.
Banyak contoh batapa kita sering kedodoran membagi waktu untuk keluarga dan anak-anak kita. Hidup pun jadi semakin monoton dan tentu menyebalkan. Kenapa tidak dicoba resep sahabatku untuk merawat cinta diusianya yang sudah paruh baya itu, disempatkan sekali waktu untuk jalan-jalan dengan suami tanpa anak-anak menyusuri jalan kenangan waktu masih pengantin baru?
Siapapun orangnya tentu kepingin rumah-tangganya langgeng sampai mereka usia tua. Dan itu butuh perawatan ekstra. Mungkin kita ingat pada saat pengantin baru semua serba indah. Itu berlangsung sampai kehadiran bayi mungil yang sangat dinanti-nantikan. Suasana mulai berubah, ada perhatian yang harus dibagi.
Menginjak anak- anak mulai sekolah terlebih lagi, disamping memikirkan perkembangan si anak, harus juga dibagi fikiran dan tenaga kita untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sekolah. Begitu anak-anak sudah mulai masuk SLTP apalagi SLTA, disamping kebutuhan sehari–hari yang semakin membubung, kesempatan untuk merawat cinta semakin terabaikan dengan alasan klasik yang selalu mengemuka. Malu…!?!
Benarkah sudah tidak ada jalan keluar dari kondisi di atas? Jawabannya tergantung kita. Kaum perempuan biasanya akan terkesan apabila mendapatkan hal-hal yang tak terduga. Dan untuk hal seperti itu tidak mesti perlu biaya mahal. Mari kita simak tulisan sahabatku di Malang pada saat ulangtahunnya.
dalam diam kupikir kau lupa ….
saat kau pulangpun terdiam …
dan akupun diam ….
kupikir memang mungkin melupakan …
aku pura-pura tertidur …
kau bangunkan dan membuka bungkusan kecil …
ini untukmu …
selamat ultah yaaa …
hiiiikkkkssss… selalu seperti ini caramu mengejutkanku!
Sesuatu yang biasa bisa jadi istimewa ketika dikemas dengan cara yang istimewa. Kelihatannya sederhana, tapi yakinlah itu sangat besar manfaat dan pengaruhnya dalam merawar cinta.
Jangan hanya berani menggandeng tangan istri pada saat menghadiri pernikahan teman saja. Mestinya kita juga berani menghadirkan suasana yang rileks dan romantis yang terukur dan tidak vulgar dengan berboncengan menyusuri dan menikmati hamparan padi, atau kembali napak tilas ke tempat–tempat yang paling disukai pada saat pengantin baru.
Atau dalam perjalanan kerumah mertua tiba–tiba kita belokkan kendaraan ketempat indah yang belum pernah dilihat istri bisa juga jadi pilihan.
Atau menekuni hobby yang sempat terbengkalai karena kesibukan. Yang jelas banyak cara untuk merawat cinta kita terhadap pasangan. Beranikah anda? Saya tantang anda …