Beberapa hari yang lalu salah seorang adikku yang kebetulan belum menikah kirim SMS yang cukup mebuatku bingung menjawabnya “ Mas , benerkah kalau sudah menikah itu pasti akan sering mengalami kejenuhan dengan pasangan hidupnya ?’’. Jelas aku tidak bisa langsung menjawabnya karena lokasi kami berbeda pulau sehingga secara detail aku nggak tahu apa latar belakang adikku bertanya begitu .
Pelan –pelan aku berusaha mengorek keterangan yang cukup dari adikku . Aku pancing dia dengan pertanyaan awal : ‘’ Lho kenapa mesti jenuh ?’’ . Adikku dengan tangkas menjawab :’’ Khan bertemu tiap hari dengan orang yang sama mas , apa nggak bosenin ?’’. Aku tersenyum mendengar penjelasannya yang lugas itu .
Aku berusaha mengorek lebih dalam kenapa dia berpendapat seperti itu .Karena akan salah penjelasanku kalau aku tidak tahu latar belakang kenapa dia bertanya begitu .Ceritapun mengalir deras dari adikku di ujung telpon tentang teman-teman dan tetangganya yang tiap hari ribut dengan pasangan hidup yang menurutku kadang – kadang hanya karena masalah sepele.
Salah seorang temannya mengatakan kalau dia udah stress banget menghadapi suaminya yang baru 3 atau 4 bulan lalu mempersunting dirinya dengan berjanji kepada Allah di depan penghulu , saksi dan semua yang hadir saat itu .Hilang sudah kenangan indah hari pernikahan itu , semua berganti dengan saling menghujat dan caci maki . Dan keinginan untuk menciptkan keluarga yang Sakinah Mawadah wa Rahmah hanya tertempel lekat di kartu undangan yang sudah mulai lusuh .
Penyebabnya sepele aja , sang suami masih seneng ngumpul dengan teman – teman nya , sementara istrinya sibuk bekerja sampai sore . Rupanya jiwa muda mereka masih mendominasi kehidupan rumah tangganya sehingga hal seperti itu menjadi pemicu konflik yang berkepanjangan di kehidupan mereka. Bahkan mereka kepingin sekali berpisah dengan kehidupan masing – masing Hmmm… aku geleng- geleng kepala mendengarnya . Naudzubillah min dhalik.
Pengalaman yang tidak menyenangkan kedua yang dilihat adikku justru dari tetangganya yang tak kalah seru . Usia pernikahan mereka memang masih dibawah 10 tahun . Keluarga muda itu kelihatan bahagia kalau dilihat dari penampilannya . Sang suami bekerja di sebuah perusahaan yang bonafit sementara istrinya mengelola took kecil di dekat rumahnya . Masih lagi Allah mengkaruniai mereka anak yang lucu . Adikku bingung karena tiba – tiba istrinya bercerita kalau dia sudah nggak kuat lagi bertahan dengan rumah tangganya yang ia bangun selama ini.
Adikku juga nggak habis pikir kenapa itu terjadi pada mereka , semua orang merasa iri dengan apa yang Allah berikan pada mereka . Secara ekonomi mereka jauh di atas mapan .Rumah juga sudah mereka miliki , anak ada , apalagi yang belum ? Tapi ternyata keluarganya sangat rapuh , sehingga keduanya bersepakat bukan untuk menjadikan rumahnya sebagai syurga , tetapi justru pengin segera bercerai karena sudah sangat jenuh dengan kehidupannya yang sekarang. Ckkk…
Sambil bercanda aku berusaha memancing apakah dua kejadian itu sangat membuat adikku takut dengan pernikahan ? Nggak salah dugaanku , itu yang sering dipikirkan selama ini , kalau sudah berumah tangga beberapa tahun mesti akan merasakan kejenuhan yang berakibat perceraian . Sesulit itukah berumah tangga atau bahkan sebaliknya ?
Hal yang sering dilupakan pasangan usia muda adalah janji pernikahan . Janji pernikahan itu pada hakekatnya adalah janji kepada Allah untuk menghidupi dan mempergauli istri secara patut. Bukan sekedar janji antara pengantin pria kepada pengantin wanita dan seluruh keluarga besarnya .Amanah itu cukup berat memang , makanya kita harus sering memohon kepada Allah untuk diberikan kekuatan untuk tetap menjaga keluarga agar harmonis.
Kejenuhan memang akan menghampiri siapapun di dunia ini apabila yang dihadapi adalah hal-hal yang monoton. Pernahkan kita berfikir bahwa hanya dengan memindahkan 1 buah paku yang menjadi gantungan sebuah foto keluarga di ruang tamu ke dinding sebelahnya sudah cukup membuat suasana yang berbeda ? Suami yang pulang kerja dengan kondisi capek akan tersedot perhatiannya sejenak ke suasana baru di ruang tamu yang secara tidak sadar membuat fresh pikirannya .
Kalau sang istri sudah berusaha membuat suasana yang tidak monoton di rumah dengan masakan yang selalu berganti menu , suasana rumah yang selalu berbeda setiap hari , maka sang suami juga wajib menjaga suasana yang sama agar kedua belah pihak tidak jenuh . Mengajak istri dan anak – anak ke tempat yang mereka sukai tanpa persiapan yang bertele-tele justru akan jadi surprise bagi keluarga . Atau sekali waktu pas libur , suami membantu istri untuk memasak masakan kesukaan keluarga.Kuncinya kita yang harus membuat suasana , bukan kita yang diikendalikan suasana.
Pangilan kesayangan harus sesering mungkin di ucapkan suami terhadap istrinya , sebagaimana Rasulullah selalu memanggil Siti Aisyah dengan pangilan ‘’ ya humairoh ‘’. Bisa lewat sms kalau kita sedang keluar kota jauh dari istri misalnya .Atau menelpon sampai kuping panas di malam hari saat anak – anak sudah tidur , dengan mengungkapkan sepinya hati kalau jauh dari istri .
Aku jadi teringat sebuah lagu mas Ebiet G Ade yang menjelaskan kesyukuran dibalik derita yang mereka alami karena kemiskinannya . Kalimatnya indah untuk membangkitkan semangat istrinya .Mereka berdua pengemis jalanan .
Istriku ,
Marilah kita tidur … hari tlah larut malam
Lagi , sehari kita lewati , meskipun nasib semakin tak pasti …
Lihat anak kita tertidur menahankan lapar
Erat memeluk bantal dingin di pinggiran jalan …
Wajahnya kurus pucat , matanya dalam…
Istriku ,
Marilah kita berdo’a
Tuhan bagi siapa saja
Mekipun kita pengemis , pinggiran jalan.
Doa kitapun IA dengarkan …..
Kalau kita pasrah diri , tawakal ….
Lagu itupun mengajak kita untuk selalu mensyukuri semua keadaan yang Allah takdirkan . Jadi terlalu naïf apabila hanya karena hal- hal yang kecil dan tidak terlalu prinsip kita harus hidup dalam suasana rumah tangga yang tidak nyaman . Kejenuhan itu akan muncul karena kita memberikan ruang untuknya .
Dan kita harus malu kepada Allah kalau setiap ada masalah antara suami dan istri pnyelesaiannya hanya dengan satu cara ‘’ cerai ‘’ .Padahal Allah telah memberi dan menggelar semua kebaikan-Nya .
Justru yang harus kita ingat bahwa Iblis akan memberikan penghargaan tertinggi kepada semua bala tentaranya apabila mereka ( syetan )itu bisa memisahkan antara suami dan istri .
Akankah kita justru yang akan membawakan dan menyerahkan penghargaan tertinggi dan memasangkan mahkota kepada musuh nyata kita itu dengan kalimat yang diperbolehkan tapi dibenci Allah tersebut …? Wallahu a’lam.