Tepat selesai jama’ah Subuh aku dikagetkan oleh getar Hp yang kebetulan masih di atas meja . Selintas kulihat istriku mengambil HP tersebut dan dilihat Identititas pamanggil . Aku sempat nanya :” dari siapa dik ?” . ”Dik Khusnul mas .” jawab istriku . Setelah membalas salam yang disampaikan dik Khusnul kudengar jawaban istriku berikutnya yang cukup mengagetkan : Inna lillahi wa Inna illaihi rojiun , kapan ? “ . Kucoba untuk menenangkan hatiku sambil menunggu pembicaraan mereka selesai .
Maklum diperantaun , kalau ada kabar duka rasanya Masya Allah . Walaupun sebenarnya akupun menyadari bahwa kematian tetap akan datang , yang kita tidak pernah tahu jadwalnya , tempatnya , keadaannya , ataupun siapa orang – orang yang mendampingi kita pada saat sakaratul maut tersebut
Aku berjalan mendekati istriku setelah pembicaraan mereka selesai . Tampak kaget wajah istriku mendengar berita itu. Yah …, hari ini salah satu tetanggaku di Cepu duluan dipanggil kehardirat-Nya .” Siapa dik yang meninggal dunia ?” tanyaku . ”Gus Aris mas , putranya pak Syai’in , hari ini dia menyusul adiknya mas .” jawab istriku . Aku juga cukup penasaran dengan kakak beradik ini . Ada yang istimewa pada saat keduanya di panggil Allah .Bahkan menurutku lebih dari itu , mereka memiliki keluarga yang istimewa , baik ayah , ibu maupun saudara saudara kandungnya.Sebuah keluarga yang bersahaja. Bagaimana tidak ? Ayahnya seorang guru agama di sebuah Sekolah Dasar , tetapi beliau tetap ada waktu untuk musholla yang menurutku cukup besar itu untuk mengajari anak – anak mengaji selepas jama’ah sholat Magrib .
Santrinya pun cukup banyak , lebih dari 50 anak kayaknya, sehingga walaupun sudah dibantu oleh istrinya tetap saja waktu mengajar ngajinya tidak pernah cukup kalau hanya selepas Magrib sampai Isya . Belum lagi ditambah kesibukannya untuk masyarakat sekitar yang perlu konsultasi , atau bertanya tentang agama. Dan istimewanya walaupun dalam kesederhanaan seperti itu ketiga putra dan satu putrinya semua sekolah di PONPES Bahrul Ulum Jombang ,satu pondok dengan salah satu adikku dulu .
Kalau ditanya alasannya kenapa seluruh anaknya dimasukkan pesantren , jawabannya cukup mengejutkan : ”Saya takut dengan kondisi pendidikan saat ini , walaupun saya pendidik . Jumlah jam pendidikan agama semakin tahun semakin sedikit , sementara anak hanya di cekoki hal- hal yang berbau eksak. , sehingga akhlaq dan sikap tawadhu nya sering hilang atau bahkan tidak ada sama sekali. Saya hanya yakinkan pada anak – anak kalau kita menolong agama Allah pasti Allah akan menolong kita dari jalan yang tidak pernah kita duga “. Nah ….
Kemarin pada saat aku cuti bersama istriku , kuniatkan memang dari awal untuk ta’ziah di rumah beliau walaupun terlambat beberapa hari . Suasana duka masih menyelimuti keluarga itu , tapi sekali lagi sangat -sangat nampak di wajah pak Syai’in dan istrinya sebuah sikap kerelaan dan ke ridhoan keduanya terhadap takdir Allah yang menghendaki salah satu putranya untuk kembali ke hadirat-Nya.
Ada kesedihan yang wajar memang , tapi sikap ridhonya terhadap takdir mengalahkan kesedihannya.Ah .. sebuah pelajaran yang indah. Setelah mempersilahkan kami duduk ,disiapkan pula untuk kami dua gelas air mineral . Setelah kusampaikan bela sungkawa , aku mencoba memulai pembicaraan dengan ikut mencoba menyemangati ” Wah , kayaknya pak Syai’in dan ibu lagi dinaikkan maqomnya oleh Allah nich , Gus Aris di panggil Allah dalam keadaan berdzikir di masjid .
Mudah-mudahan cobaan ini untuk menaikkan kedudukan bapak dan ibu di mata Allah dan ditambahkan kesabaran dan keberkahan di keluarga ini ”. Serempak mereka mengamini. Dalam bahasa jawa yang halus dan terbata-bata ibu Syai’in bercerita bahawa sebelum Gus Aris dipanggil Allah perilakunya berubah total dalam tahun terakhir. Bahkan minggu – minggu terakhir sebelum kepergiaanya tiba-tiba dia minta maaf kepada ibunya , permintaan maaf yang tidak biasanya .Dia meminta maaf segala kesalahannya dari kecil sampai sekarang dan mencium tangan ibunya. Dan menagis di pelukan ibunya .
Kemudian mulai dia melengkapi kebutuhan ibu dan rumah tangganya . Masih belum puas , masih lagi dia menanyakan : ” Apalagi yang belum ya bu , inipun belum seberapa dibanding pengorbanan dan kasih sayang ibu selama ini “. Dan sebelum bekerja seperti biasanya dia meminta do’a restu ibunya walaupun kali ini dia merasa kurang enak badan. Dan benar saja rupanya itu kata pamitnya dia kepada ibunya . Dalam perjalanan mencari rejeki itulah tiba – tiba dia belokkan kendaraan roda duanya ke arah masjid .Dan Allah mengakhiri hidupnya dalam keadaan berdzikir. .Subhanallah , mudah-mudahan Khusnul Khotimah .
Dalam rasa penasaranku yang semakin membara terhadap amal kebaikan Gus Aris ini , aku beranikan diri bertanya lebih jauh . Kali ini pak Syai’in tujuanku. ” Pak , apa amalan Gus Aris ini , kok Allah mengambilnya dengan santun seperti itu ?” . Dalam nafas panjang beliau mulai bercerita bahwa beberapa hari terkahir dia ingat terus kepada Gus Ulya , salah seorang adiknya yang duluan dipanggil Allah .Bahkan dia sempat bilang :” Abah , kayaknya dik Ulya enak ya , mungkin saat ini sudah di syurga .” Terus suatu saat dia ngomong ” Abah , setelah saya pikir – pikir selama ini Allah menyempitkan rejekiku mungkin karena saya yang salah , makanya beberapa waktu yang lalu saya sowan ke kyai di pondok dan menanyakan hal ini pada beliau .Dan ternyata saran pak kyai saya disuruh membetulkan sholat dulu .Jadikan sholatmu sarana untuk menyampaikan hajatmu di hadapan Allah , kebutuhan hamba terhadap Rabb nya dan bukan sekedar menggugurkan kewajiban “. Masih menurut pak Sayiin , setelah itu memang benar , Allah mulai melapangkan rejekinya , bahkan dia sempat menjadi tangan kanan di sebuah perusahaan , walaupun tidak bertahan lama karena Allah keburu memanggilnya.
Sama seperti adiknya , dulu kalau mereka liburan pondok , walaupun laki- laki mereka selalu ”memaksa ” uminya untuk tidak memasak selama mereka di rumah .Mereka berdualah yang memasak sampai liburan habis . Merekalah yang menggantikan suara khas abahnya kalau lagi adzan dan membantu mengajar ngaji untuk anak- anak santri di musholla . Dan jejak itupun saat ini diikuti oleh kedua adiknya yang masih mondok .Hingga suatu saat dia bercerita pada abahnya :” Abah , dulu sebelum dik Ulya dipanggil Allah pernah mengajak saya untuk menghitung biaya sekolah yang dikeluarkan abah mulai dari MI sampai di pondok sekarang . Adik bilang mudah-mudahan Allah menggantinya “.Benar saja , Gus Ulya dipanggil Allah pada saat hendak kembali kepondok setelah meminta maaf kepada ummi dan abinya dan akan menunggunya si syurga kelak . Kecelakaan menjadi cara Allah memanggilnya. Calon hafidz Qur’an itu dipanggil Allah dalam perjalanan jihad untuk menuntut ilmu .Mudah – mudahan syahid … Benar saja santunan dari asuransi dan sumbangan dari para sopir yang kebetulan berada disekitar lokasi kecelakaan itu persis sama dengan yang dihitung kakak beradik itu. Salah satu yang membuat pak Syai’in dan istrinya teringat adalah mereka berdua tidak pernah meminta jatah bulanan untuk pondok melebihi jatah bulanan biasa , walaupun seribu rupiah . Kalau ditanya selalu biilang cukup . Padahal menurut salah satu adikku yang kebetulan satu pondok dengannya , dalam kondisi banyak kebutuhan di pondok , mereka memilih puasa agar tidak menambah beban kedua orang tuanya.
Semakin panjang cerita pak Syai’in semakin membuatku iri dan penasaran.Mudah – mudahan tidak salah penilaianku bahwa keluarga ini memang keluarga yang dekat dengan Allah . Beberapa hari sebelum sang kakak dipanggil Allah dalam mimpinya pak Syai’in berjalan – jalan di sebuah taman yang belum pernah dilihatnya. Kemudian salah seorang penjaga taman itu menawari pak Syai’in untuk melihat – lihat rumah anaknya . Ditolaknya permintaan tersbut karena pak Syai’in yakin putranya tidak mepunyai rumah disitu. Sang penjagapun memaksa beliau untuk masuk dan ternyata anaknya sedang tidur pulas dirumah yang indah tersebut . Sembari membetulkan letak kepala anaknya di bantal yang kelihatan pulas sekali , beliau mengamati indahnya rumah tersebut.Sungguh belum pernah dibayangkan apalagi dilihatnya . Masya Allah . Dan sehari sebelum sang kakak dipanggil Allah , pada saat sholat beliau sempat sekilas melihat Gus Ulya menggandeng tangan Gus Aris . Dan sungguh aku iri pada kalian berdua . Dan mudah – mudahan Allah memanggilku kelak dalam keadaan syahid atau sedekat-dekatnya hamba dengan Rabb nya .Maka ijinkanlah ……..aku iri pada kalian.
M Jono AG