Dalam hidup ini ada saat dimana tanpa kita sadari, kita lupa akan hakikat diri dan tujuan hidup yang kita jalani. Kesibukan dengan keluarga, mencari nafkah, menuntut ilmu dan lainnya telah menyita banyak ruang pikiran dan perasaan kita. Kita pun lupa akan keberadaan diri dan tugas yang semestinya kita emban.
Hidup di dunia ini seperti menempuh sebuah jalan, di tengah perjalanan ada berbagai rintangan dan godaan yang menghadang, sehingga perjalanan kita agak tersendat, macet, atau malah berbelok arah. Di saat itulah kita memerlukan rangkulan ikhlas dari seseorang yang mengasihi. Kita merindukan teguran lembut, sapaan penuh ketulusan dari seorang sahabat.
Hari ini saya merasakan buah dari persahabatan yang baik. Seorang teman yang sudah cukup lama saya kenal. Seorang yang selalu berupaya memegang teguh sunnah Rasulullah. Sahabat yang pertama kali saya berjumpa dengannya di majlis ilmu.
Dari segi harta ia bukanlah orang kaya, orang yang setiap saat segala kebutuhannya dapat terpenuhi. Ia bahkan seringkali hidup berkecukupan bahkan kekurangan. Tapi dari segi ilmu dan semangat untuk belajar ia adalah orang kaya. Kaya akan kesungguhan, keuletan dan semangat mengumpulkan ilmu.
Kata-katanya memancarkan ilmu. Sikapnya buah dari ilmunya. Bercakap dengannya sudah cukup untuk menjernihkan pikiran dan hati yang keruh. Duduk bercengkrama dengannya sudah cukup untuk menyalakan api semangat yang sempat padam.
Perjumpaan yang sesaat cukup memberikan kesan yang mendalam. Kesan yang senantiasa terkenang dan mampu menyihir jiwa untuk kembali menyalakan kobaran semangat. Karena ia mendasari persahabatan bukan karena fisik yang gagah dan harta yang berlimpah.
Tapi, murni mengharap ridha Allah, dan saling mengingatkan pada kebenaran. Setiap pertemuan menjadi sarana untuk saling memompa diri dan menguatkan hati, menanamkan keyakinan dan menampung segala keluh dan resah yang menghampiri jiwa.
Demikianlah yang Allah perintahkan agar kita tidak tergolong hamba-hambaNya yang merugi. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy memberikan penjelasan dalam kitab Tafsir beliau; Taisir Al-Karim Ar-Rahman tentang surat Al-‘Ashr. Beliau berkata, “Allah telah bersumpah dengan masa yang mencakup waktu malam dan siang, waktu dimana manusia bekerja, bahwa setiap orang dari mereka merugi.
Kerugian itu memiliki tingkatan-tingkatan. Bisa jadi kerugian itu mencakup kerugian di dunia dan akhirat, sehingga ia tidak mendapatkan kenikmatan, akan tetapi ditimpa siksa neraka. Dan bisa jadi kerugian itu mencakup hanya sebahagian saja. Oleh karena itu Allah bersumpah dalam bentuk umum, bahwa setiap manusia itu merugi kecuali mereka yang memiliki sifat yang empat. Yaitu; Mereka yang beriman pada Allah, beramal saleh, mereka yang saling berwasiat pada kebenaran, dan saling berwasiat pada kesabaran dalam hal ketaatan pada Allah, dan dari menjauhi maksiat serta terhadap ketentuan-ketentuan Allah.
Dengan dua perkara yang pertama, sempurnalah kebaikan untuk diri seorang hamba, dan dengan dua perkara sesudahnya sempurna pula kebaikan terhadap sesamanya. Dengan menjalankan empat hal di atas, seorang hamba akan terlepas dari golongan yang merugi dan masuk pada golongan yang beruntung.”
Semoga Allah selalu melimpahkan kerberkahan dalam setiap saat hidup kita, agar hidup yang kita jalani lebih bermanfaat dan sebagai sarana berbekal untuk kehidupan akhirat yang abadi, amin.
-<>-
(Sesaat setelah bertemu sosok yang memotivasi)