Aku perhatikan sejak tadi temanku, Haris, tampak gelisah. Ada guratan cemas dan takut yang kubaca pada raut mukanya. Perjalanan yang akan kami tempuh masih lumayan cukup jauh. Bis yang kami tumpangi melaju dengan kecepatan sedang. Sesekali berhenti di halte untuk menurunkan penumpang dan menaikkan penumpang.
Aku masih tertegun dengan ucapan seorang anak muda dari Palestina yang ku ajak ngobrol sebelum ia turun. Kata-katanya laksana aliran listrik yang menyengat hatiku. Aku terpaku dan berdecak kagum. Usianya masih muda, tapi semangatnya begitu membara, pengelanaannya dalam hidup ini ku rasakan sudah cukup dalam.
"Ris, kamu kenapa?" sapaku pada Haris.
"Gak tahu Jir, kok aku tiba-tiba jadi gak enak ya," jawab Haris padaku.
"Gak enak kenapa? Kamu lagi kurang sehat atau ada yang terasa sakit?" selidik ku bertanya.
"Gak tahulah, mau bilang apa."
"Sebenarnya apa yang kamu rasakan?"
"Aku gak tenang aja, sejak gadis Mesir itu naik bis tadi."
"Emang kenapa dengan gadis itu?"
"Masak kamu gak perhatian, tuh pakaiannya buat darahku mendidih dan otakku meregang."
"Ooo," jawabku dengan senyum.
"Kok ooo sih, emangnya kamu gak merasakan apa-apa ya?"
"Saya gak ada rasa apa-apa, biasa saja, gak ada yang membuat saya tertarik untuk melihat?"
"Lho, kenapa?"
"Ya, apalagi yang mau dilihat, yang halal telah Allah berikan untuk direguk kenikmatannya. Sedangkan itu adalah sesuatu yang haram, melihat dan menyentuhnya dosa dan bawa celaka, dapat merusak hati dan pikiran."
"Tapi, ‘kan ada juga orang yang sudah nikah masih gak kuat lihat cewek cakep."
"Yaaa… mungkin."
"Bagaimana cara kamu menghadapi keadaan seperti itu, Jir?"
"Aku selalu tanamkan dalam hatiku, bahwa dimanapun aku berada Allah selalu melihatku, mengetahui kemana lirikan mataku, dan setiap bisikan hatiku. Aku malu bermaksiat pada Allah, sedangkan setiap hari aku memakan rizki yang Ia beri, sedangkan setiap hari aku diberi-Nya kesehatan. Aku takut jika saat bermaksiat pada Allah nyawaku dicabut. Apa yang akan ku jawab di akhirat kelak, saat amal-amalku dimintai pertanggung jawabannya?"
"Terus, selain itu, apa rahasia yang lain?"
"Aku selalu tanamkan dalam hatiku, bahwa hanya istriku yang tercantik di dunia ini, tidak ada wanita lain di muka bumi ini yang melebihi kecantikan istriku sesudah ibuku. Bagiku, selain istriku semuanya jelek! Sehingga dengan menanamkan keyakinan ini, aku tak terpaku dengan fatamorgana yang berkeliaran di sekitarku."
"Ya, bagiku wanita yang lain jelek semua!! Nah, dengan cara demikian, aku tak sedikitpun tertarik untuk melihat, memperhatikan dan melirik pada wanita lain, walau cantik sekalipun ia, walau ia pemenang Miss Universe sekalipun."
"Dan terakhir, bahwa menjaga pandangan mata dari yang haram lebih mudah dari pada saat mata itu telah melihatnya, karena saat itu hati akan merasakan derita dan kepedihan rindu yang tak tertahankan, yang berbalut nafsu, yang sering membuat seseorang kehilangan kelezatan beribadah."
"Itulah penjelasanku. Bagaimana menurutmu, kawan?"
"Ternyata pernikahan itu betul-betul mampu memelihara diri dari perbuatan dosa dan nista, ya?"
"Betul, tentunya harus didasari niat yang tulus dan benar, bukan semata pelampiasan syahwat belaka."
"Kalau kamu udah tahu, kapan menikahnya?" tanyaku pada Haris.
"Itulah akhi, sampai saat ini jodoh belum datang.."
"Hehe.. carilah jodoh itu!! Berusahalah, temukanlah dan banyaklah berdoa pada Allah. Jangan putus asa, jangan pesimis, berbesar hatilah dan yakinlah akan janji Allah. Kelak kamu juga akan mengatakan pada wanita yang Allah pilihkan untukmu, "Duhai bidadariku, hanya engkau tercantik di hatiku."
Menikahlah, agar hilang keluh hatimu, lenyap kesah jiwamu, dan agar redup juga gelora yang tak menentu itu, kawan!!
NB: Sebuah kisah yang terinspirasi dari seseorang, semoga bermanfaat.
Salam dari Kairo,