Akhir-akhir ini, mengajak si kecil ikut belanja, terkadang harus berpikir dua kali . Tidak, bukan karena si kecil banyak tingkah yang menyusahkan.
Tapi karena si kecil yang baru genap berusia dua tahun selalu punya permintaan yang kadang tak pernah terpikirkan oleh saya yang berusia berlipat-lipat tahun darinya. "Ummi, ini buat Kakak yah…?"
"Ini buat Uni, buat Dede, buat Niichan…Boleh?"
"Iih ketil, buat akataan* boleh ya…?"
Sambil tangan mungilnya memegang beberapa barang, si kecil menoleh ke arah saya, meminta persetujuan. Kadang, sambil menarik chart belanjaan sendiri, ia mulai memasukan barang-barang yang terlihat menarik, sambil bergumam pelan "Buat kakak, zu-chan, neechan, niichan…." Dan beberapa nama teman lainnya yang diingat, ia sebutkan sambil mengambil barang belanjaan.
Walhasil kadang saya harus mengeluarkan uang ekstra untuk memenuhi permintaan si kecil. Meski akhir-akhir ini, permintaan ‘membelikan’ temannya si kecil tak selalu saya penuhi. Bukan karena saya harus mengeluarkan budjet lebih, namun terkadang saya khawatir orang yang diberi justru merasa risih, karena harus memikirkan ‘hadiah’ kembalian. Tentu saja, si kecil akan uring-uringan ataupun cemberut sambil protes bila saya menolak permintaannya, sambil ‘keukeuh‘ menyebutkan nama si teman "Buat kakak! Buat Aicah…! Buat Dede… !
Di luar pembicaraan di atas, sebagai seorang ibu, saya merasa bersyukur si kecil memiliki ‘jiwa sosial’ senang membagi-bagikan barang. Dan lebih dari itu, saya lebih bersyukur karena si kecil dikelilingi sahabat-sahabat baik yang ia simpan di dalam hatinya.
Saya jaditeringat istilah "Ashadiiq tsuma atthariq" (teman dulu baru jalan), istilah yang dilontarkan Ali bin Abi Thalib saat menasehati anaknya.Tinggal di negeri minoritas Jepang, memiliki sahabat-sahabat yang baik memang merupakan karunia.
Di tengah negeri yang menghormati sikap individu "One Man Show" persahabatan-persaudaran yang tulus sulit diharapkan. Terutama sahabat-sahabat yang dapat mendukung secara aqidah. Dan sepertinya, itulah yang kini dirasakan si kecil saya. Sedang menikmati karunia terindah memiliki sahabat-sahabat baik, teman yang melekat di hati.
Berbicara tentang sahabat, saya lalu teringatbeberapa kertas surat yang tersimpan di lemari.
"Lizsa sensei* daisuki…( Suka banget sama Lizsa sensei)
"Sensei to benkyousuru no ga daisuki" (Seneng banget kalau belajar sama bu guru)
"Ichiban kawai, Lizsa sensei" (Paling cantik, Lizsa sensei) Kertas surat dengan gambar-gambar lucu dan tulisan yang kadang tak terbaca, membuat saya senyum-senyum GR sendiri. Surat-surat tersebut saya terima dari para sahabat kecil,anak didik di sebuah sekolah Islam di Jepang ini. Sahabat kecil yang memberi kekuatan besar. Tulisannya yang masih kaku dan kadang sulit terbaca tapi dapat memberi semangat ketika sedang surut dalam lelah menjalani kegiatan harian. Sepertinya, tidak hanya si kecil, saat ini saya pun tengah menikmati karunia terindah memiliki sahabat-sahabat baik. Justru, di saat jauh dari sanak saudara, di negeri minoritas inilah saya menemukan makna sebenarnya arti sahabat sejati di hati. Saya terigat beberapa wajah para sahabat dengan berbagai ciri khas tersendiri. Ada wajah-wajah teduh yang selalu menyejukan hati. Ada si periang yang kadang membuat saya tersenyum lepas mendengar cerita-cerita lucunya. Ada si tegas yang kadang membuat lecutan bagi hati. Ada si dermawan, si penyabar, si lembut hati, si pendiam, si ceria dan beberapa tipe sahabat lainnya, yang kini mewarnai kehidupan saya di Jepang ini. Saya tekenang akan cerita tragis seorang teman beberapa hari lalu. Teman saya yang menikah dengan suami orang Jepang, mengabarkan saudara iparnya baru saja bunuh diri. Ketika ditanya permasalahannya, ternyata kecil. Saudara iparnya yang orang Jepang, merasa tak memiliki teman untuk berbagi, hingga depresi melanda dan memilih mengakhiri hidup dengan bunuh diri, kesepian. Naudzubillahimindzalik…. Pun saya teringat curhat dari seorang teman yang merasa kesal sambil berbicara ketus karena tak bisa memaafkan kesalahan masa lalu sahabatnya. "Abis, kalau ketemu keinget terus. Jadi sebel deh!" Astaghfirullah… Persahabatan, merupakan salah satu kebutuhan yang manusiawi. Mungkin, diantara kita, ada yang merasa belum memilki sahabat dan berusaha mencarinya. Ada pula yang sudah memilikinya namun merasa tak pernah berjalan mulus. Saya jadi berpikir, sulitnya mencari sahabat sejati, sesulit itu pula memeliharanya.
Seorang sahabat yang tersimpan di hati, seperti yang dilukiskan dalam lagu Jepang yang pernah terkenal di era 80-an berjudul "Kokoro no Tomo," adalah mereka yang ada ketika kita lelah dan lemah, untuk dapat membangkitkan semangat.
Kembali ke si kecil dengan chart belanjaannya dan para temannya. Darinya, saya banyak belajar akan makna persahabatan hakiki, kokoro no tomo. Tak selamanya si kecil mulus dapat bermain ‘akur’ dengan teman-temannya. Kadang ada saatnya saling rebutan mainan, ada saatnya saling tak mau berbagi, dan ada saatnya pula mereka saling menagis, karena perselisihan. Namun, perseteruan tersebut tidak berjalan lama. Beberapa menit kemudian, ajaibnya si kecil dengan teman seperteruannya akan kembali tertawa-tawa, bermain-main riang sambil kadang saling berpegangan tangan. Saya melihat, saling memberi dan bertukar hadiah yang kelihatannya ‘kecil’ ternyata dapat menambah kedekatan diantara mereka.
Kalau saja orang dewasa memandang persahabatan layaknya seorang anak kecil. Tentu tidak akan pernah ada sakit hati, benci, dendam, bicara ketus jika terdapat kesalahpahaman, perbedaan pendapat ataupun saling silang dalam berinteraksi.
Sahabat seperti apa yang akan dicari? Akan menjadi sahabat seperti apa dalam berinteraksi? Jawabannya tentu ada pada masing-masing diri.
Saya pribadi, ingin mecari dan menjadi sahabat yang tak sebatas "kokoro no tomo" teman di hati selama di dunia. Namun sahabat yang dapat menjadi dan memiliki fungsi sebagai penolong dan penopang perjalanan menuju Allah. Memiliki visi dan misi sama yaitu menggapai cinta Allah. Persahabatan yang berumur panjang berlanjut di akhirat. Yang dapat membuat iri para nabi, orang-orang sidiq dan para syuhada seperti dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Tirmidzi
"Orang-orang yang mencintai karena Aku (Allah) akan berada di atas minbar-mimbar yang terbuat dari cahaya. Tempat itu membuat iri para sahabat, shidiqin dan para syuhada"
Menyelami makna kokoro no tomo, ternyata saya masih harus belajar banyak tentang arti persahabat dari si kecil dengan permintaannya. Saya masih perlu menata kembali cara bersahabat dengan orang lain dan cara menjadi sahabat bagi orang lain….
Wallahu`alambishowab.
Sepenggal kisah @ Yakumo, Jepang
Catatan:
Sensei = Panggilan kepada seorang guru
Kokoro no tomo = Kekasih hati / Teman di hati. Dapat juga bermakna lugas sahabat yang melekat di hati.