Kalau kita melihat balita dlm gendongan pengemis di lampu merah–mungkin itu pemandangan yang tidak asing lagi, baik di kota-kota besar maupun di kota kecil kelahiranku sendiri. Tapi pemandangan yang kusaksikan kemarin, membuat batinku marah,kesal,sedih,sekaligus kecewa…!
Siang itu, aku bersama keluarga bermaksud berbelanja di sebuah swalayan. Dari tempat parkir, terlihat beberapa pengemis yang duduk bersandar di teras swalayan itu. Teras swalayan selebar satu meter itu memang tempat lalu-lalang orang yang datang dan pergi kesana.Tiba-tiba mataku tertuju pada seorg perempuan pengemis yang duduk bersabdar di tiang paling ujung–masih sangat muda–kutebak usianya sekitar 20 tahunan. Yang tiba-tiba menyentak perhatianku adalah…Astaghfirullah…dihadapannya tergeletak seorang bayi mungil dengan wajah yang masih merah…masih terbungkus rapat dari leher hingga kakinya dengan kain bedongnya yang kumal–ia begitu keciil…aku memperkirakan umurnya masih sekitar 1 bulan !
Bayi itu diletakkan begitu saja dihadapannya–diatas selembar kain lusuh–disamping kaleng tempat uangnya. Salah-salah melangkah, org bisa saja terpijak bayi malang itu, karena jaraknya hanya sekitar satu langkah saja dari tempat org berlalu-lalang…!
Wajah bayi kecil itu masih sangat merah…perasaanku langsung campur aduk, trenyuh-sedih-marah dan kecewa..! Kuurungkan niat menyumbang, batinku berkata: bayi itu bukan anaknya…! Aku sangat yakin-bayi itu bukan anaknya, tapi hanya sebagai umpan yang digunakan untuk menyita simpati dan belas kasihan orang…!
Mengapa aku berani berpendapat demikian? Ampuni hambamu ya Allah…, jika perkiraan ini salah. Sebagai seorang perempuan, setiap ibu dikaruniai naluri melindungi anak-anaknya dari mara bahaya, kelaparan dan kedinginan. “Ibu” yang satu ini membiarkan anaknya tergeletak begitu saja, mengapa ia tidak meletakkan anaknya di pangkuan, mendekapnya, sebagai naluri melindungi sang buah hati, agar tidak terinjak orang, atau kemasukan debu ke mata,hidung dan mulut mungilnya..? malah ia membiarkan si bayi tergetak kedinginan, sejajar dengan sepatu orang-orang yang melintas, terkena debu dan angin…!!! Bagaimana seorang ‘ibu kandung’ bisa duduk dengan santainya, menikmati pemandangan ke arah jalan, tanpa melihat ke si bayi, darah dagingnya sendiri ?
Ingatanku melayang pada masa kecil dulu, saat usia sekolah dasar, kami suka bermain-main di rumah almarhumah nenek. Nenek memelihara ayam dan bebek. Aku dan adik-adikku beserta sepupu suka bermain di dekat kandang ayam, memperhatikan tingkah-polah hewan-hewan itu. Ketika ada kucing lewat, induk ayam bersuara keras sambil mengembangkan kedua sayapnya, dan serentak anak-anak ayam lari berlindung di bawah sayap ibunya. Jangan harap bisa menyentuh anaknya, si induk pasti murka besar, kucing yang lebih besar saja dikejar !
Kembali ke perempuan dan bayi merah tadi, hingga selesai berbelanja ingatanku tak lepas darinya. Para pengemis seperti ini sudah sering dirazia dan diberikan pembinaan, namun mengapa muncul lagi setelah razia? Apakah mungkin karena penghasilan yang mereka peroleh dari mengemis jauh lebih banyak daripada pekerjaan lain?
Aku berharap mudah-mudahan ada perhatian dari pihak terkait, juga komisi perlindungan anak…mungkinkah? Aku membatin, alangkah tragis nasib bayi itu, sementara bayi-bayi lain berada dalam kehangatan dekap bunda dan keluarga, ia tergeletak tak berdaya diantara asap kendaraan, debu sepatu dan angin, juga gigitan serangga.
Ah…tiba-tiba saja dalam perjalanan pulang aku bergumam pelan : “Semoga bayi itu dijemput saja dengan cara terindah oleh Izrail ke surga, agar ia bisa bermain bersama teman-teman kecilnya di taman surga, daripada dimanfaatkan di dunia untuk kepentingan orang-orang yang tidak cinta kepadanya”….
Sekali lagi, ampuni aku Ya Rabb seandainya doa ini salah…
Berikan bayi mungil itu Rahman dan RahimMU…,Amin.