Jilbabku Bukan Belenggu
Jilbabku Kebebasanku
Kata-kata diatas kutemui pertama kali di selembar poster yang diletakkan di dinding kaca Student Store kampusku saat dulu masih berstatus sebagai mahasiswa. Kata-kata itu masih kuingat walaupun sudah beberapa tahun lalu aku menemuinya.
Terkesan! Itulah alasannya kenapa aku masih mengingatnya hingga sekarang. Terkesan dengan kata-katanya dan mencoba mencari makna di balik kata-kata itu. Maka, iijinkan aku untuk berbagi apa yang aku dapatkan dari pencarian sebuah makna.
Jilbabku Bukan Belenggu
Kata belenggu jika dilihat dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) memiliki definisi ikatan (sehingga tidak bebas lagi). Jadi jika dikaitkan dengan frase: “Jilbabku Bukan Belenggu”, kurang lebih begini jadinya: “Jilbabku bukanlah hal yang membuat menjadi tidak bebas”.
Maka frase “Jilbabku Bukan Belenggu” sangat pas jika kemudian disandingkan dengan frase “Jilbabku Kebebasanku”. Tentunya frase kedua ini berperan sebagai penguat dari frase pertama.
Ok. Setelah mengetahui sedikit makna secara bahasa dibalik kedua frase itu, lantas apa makna sesungguhnya dari keduanya?
Hmm.. Mungkin masih ada sebagian kita yang berpikir bahwa ketika seorang muslimah memutuskan untuk mengenakan jilbab, maka dia tidak akan bebas melakukan apapun, merasa dirinya terbatasi dengan jilbab yang dikenakan.
Ketika berjilbab, seorang muslimah tak boleh melakukan ini itu, harus meninggalkan seluruh kebiasaan lamanya. Ketika berjilbab, seorang muslimah harus kalem, pendiam, dll. Hei.. benarkah statement ini??
Tidak 100 % benar Kawan!
Siapa bilang ketika seorang muslimah memutuskan untuk berjilbab tak bebas melakukan apa-apa? Ada seorang muslimah yang hobi naik gunung, tetap naik gunung ketika memutuskan berjilbab syar’I, dengan rokcel-nya (rok celana).
Ada seorang muslimah yang hobi nyanyi, akhirnya bernasyid ria ketika memutuskan berjilbab dan sering diminta tampil dalam acara kemuslimahan. Ada seorang muslimah yang hobi renang, tetap renang secara rutin di kolam renang khusus muslimah ketika memutuskan berjilbab.
Bahkan banyak juga muslimah berjilbab yang tak kalah prestasinya dengan perempuan-perempuan lain. Tak jauh-jauh dari kehidupan penulis, teman penulis sendiri. Ada seorang muslimah berjilbab yang hobi dan memiliki bakat seni lukis, dia akhirnya membuat bisnis sepatu lukis dan jilbab lukis.
Ada seorang muslimah berjilbab yang menjadi mapres (mahasiswa berprestasi) tingkat fakultas dan sering mengikuti berbagai konferensi tingkat nasional bahkan internasional, dan nyatanya jilbab panjangnya tak mengerdilkan confidence nya.
Ada seorang muslimah berjilbab yang mengikuti kontes roket tingkat nasional, dan nyatanya jilbab panjangnya tak menghalanginya untuk tetap berprestasi. Ada seorang muslimah berjilbab yang bisa mengendarai mobil dan menjadi andalan untuk acara-acara kemuslimahan, tanpa ketergantungan dengan kaum Adam yang biasanya kebanyakan bisa mengendarai mobil.
Ada seorang muslimah berjilbab yang kuliah di luar negeri dan dia pun tetap PD dengan lingkungan sekitarnya yang non muslim, karena pandai membawa diri dalam pergaulan. Bahkan pernah suatu ketika teman perempuan non muslimnya mencoba mengenakan jilbab dan bilang: Aku cantik ya?
Jadi, tak ada hubungannya bukan bahwa jilbab itu suatu belenggu bagi para muslimah? Muslimah berjilbab masih bisa melakukan apa yang disukainya bahkan meraih prestasi di bidangnya masing-masing.
Ada satu cerita unik terkait keputusan seorang muslimah untuk berjilbab. Ada seorang muslimah yang belum berjilbab walaupun sebenarnya sudah ada niat dalam hatinya untuk berjilbab. Setelah bertahun-tahun, akhirnya keputusan untuk berjilbab pun datang juga. Bagaimanakah hal itu bermula?
Hidayah itu bermula dari ‘tembakan’ seorang laki-laki kepada dirinya saat ia duduk di kelas 2 SMA. Saat itu di hari Rabu sepulang sekolah, teman dekatnya, seorang laki-laki, menyatakan cinta padanya dan menginginkan sang muslimah menjadi pacarnya, dengan ungkapan: “maukah kamu jadi pacarku?”
Tentu sang muslimah terkejut dan tak menyangka jika ternyata teman dekatnya menyimpan rasa padanya selama ini. Hingga akhirnya, sang muslimah tak serta merta menjawab pertanyaan itu dan meminta waktu beberapa hari untuk bisa menjawabnya.
Dalam kebimbangan, ia pun memohon petunjuk padaNYA. Tiga hari tiga malam ia jalani shalat istikharah. Dan tepat di malam ketiga, seusai istikharah, ia bermimpi. Apa mimpinya? Ia bermimpi sedang berada di sebuah taman dan ada yang berbeda pada dirinya. Ya! Itulah jawaban Allah atas masalahnya.
Senin menjelang, sang muslimah pun berangkat ke sekolahnya. Ia disambut oleh kakak-kakak akhwat ROHIS dengan cipika cipiki dan memberikan selamat kepadanya. Teman laki-laki sang muslimah yang me’nembak’nya pun melihat keramaian di pintu kelasnya: sang muslimah kini berjilbab. Dan sang laki-laki tahu, inilah jawaban dari sang muslimah tanpa diucapkan langsung olehnya.
Satu hal yang diyakini sang muslimah bahwa jilbab membebaskan dirinya dari jerat nafsu syetan. Ketika ada teman laki-laki yang mengajaknya berpacaran, maka inilah jawabannya dan juga jawaban-NYA.
****
Sebelum mengakhiri tulisan ini, ijinkan aku mengutip ayat al-qur’an:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (Q.S Al-Ahzab: 59)
Semoga ayat cintaNYA melembutkan hati-hati kita..
Bagi yang belum berjilbab, maka bersegeralah, karena ini perintahNYA..
Bagi yang sudah berjilbab, semoga keistiqomahan senantiasa kita usahakan..
Karena sesungguhnya,
hidayah dan istiqomah itu bukanlah hal yang kita peroleh tanpa usaha..
Sekali lagi, sebelum menutup tulisan kali ini..
Tanamkan dalam diri bahwa:
Jilbabku Bukan Belenggu
Jilbabku Kebebasanku
Jilbabku Identitasku
Jilbabku Jati Diriku
Selamat Hari Solidaritas Jilbab Internasional..
* Tulisan ini dibuat untuk memperingati International Hijab Solidarity Day yang tepat jatuh pada 4 September