Semenjak dilaunching filmnya. Laskar Pelangi menjadi perhatian banyak masyarakat Indonesia. Betapa tidak kurang dari dua bulan saja, film tersebut mampu menyedot lebih dari setengah juta penonton. Laskar Pelangi awalnya merupakan novel yang ditulis oleh seorang pemuda tentang pengalaman hidup bersama kawan-kawannya masa sekolah dulu. Novelnya pun bak kacang goreng laris manis dibeli pembaca. Bahkan kemudian orang nakal pun ketiban untung dengan menjual versi bajakannya.
Laskar pelangi membawa pesan bahwa pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting, dari masa dahulu hingga sekarang. Tentu semua orang mengamini bahwa pilar peradaban manusia akan dimulai dari proses belajar dan pendidikan menjadi hal yang tidak bisa dilepas darinya. Namun sayang, dimasa kini seolah-olah pendidikan masih terpinggirkan.
Orang lebih suka sibuk dengan politik kekuasaan atau semisalnya. Memang kita tidak bisa lepas begitu saja dari politik dan semisalnya, namun politik menjadi kurang bergairah jika orang-orang nya masih berkubang dalam kebodohan karena terbatasnya pendidikan baginya. Laskar pelangi mencoba menyibak tabir itu. Bahwa dalam kondisi apapun pendidikan harus tetap berjalan dalam relnya.
Selain pesan semangat untuk berjuang dan belajar yang disampaikan dalam Laskar Pelangi, film itu seolah-olah juga ingin menyampaikan pesan kekinian. Ia ingin menampakkan wajah pendidikan Indonesia pada dunia nyata. Bagaimana susahnya menjangkau sarana pendidikan, bertahan dengan kondisi seadanya dan lainnya.
Semakin hari ramai Laskar Pelangi dibicarakan orang. Sudah tidak kurang dari puluhan kali produser, sutradara, sampai penulisnya menjadi bintang tamu untuk mengupas tentang film itu.
Mungkin bagi sebagian (kebanyakan) penonton terbayang bahwa pendidikan (sekolah) pada jaman Laskar pelangi sangatlah susah. Kondisi sekolah yang hampir roboh, guru yang terbatas, apalagi fasilitas. Namun siapa sangka, kondisi yang ditayangkan dalam laskar pelangi ada pada dunia nyata masa kini.
Adalah Pak Alis guru SD didaerah terpencil, ujung dari propinsi Riau tepatnya di kabupaten Indragiri Hilir. Beliau rela untuk berangkat mengajar dengan harus terlebih dahulu menyeberangi laut naik kapal menuju sekolah tempat beliau mengajar.
Waktu yang diperlukan dari rumah sampai ke sekolah adalh 3 jam bahkan lebih, dan tidak setiap waktu ada kapal menuju kesana. Karena itulah kemudian beliau rela untuk tinggal di pulai terpencil itu dengan ditemani istri tercinta yang juga guru disekolah tersebut dan meninggalkan putra-putrinya. Seminggu sekali beliau pulang ke rumah untuk menengok rumah dan putra-putrinya. Begitu seterusnya setiap waktu.
Lalu bagaimana kondisi sekolahnya, jangan bayangkan sekolah SD yang megah seperti biasa kita temui di kota-kota besar dengan murid yang berpakaian rapi. Jangankan gedung yang megah. Kini sekolah tersebut sudah tidak dapat difungsikan lagi, karena sebagian atapnya sudah roboh. Jumlah seluruh muridnya dari kelas 1 sd kelas 6 juga tidak lebih dari 30 orang.
Mereka kini belajar disebuah bangunan kosong milik warga setempat. Sementara kantornya adalah rumah kecil tempat Pak Alis dan Istrinya menginap. Pak Alis dan istrinya hanyalah 2 guru yang dimiliki sekolah tersebut. Mereka berdua harus mengajar dari kelas 1 sd 6 setiap hari.
Entah bagaimana metode yang digunakan olehnya. Apakah tidak pernah ada guru lain datang ke situ? Pernah suatu saat ada guru bantu lainnya, tapi karena kondisi daerah yang terpencil membuatnya tidak betah dan memilih pindah. Namun tidak bagi pak Alis dan istrinya. Mereka rela berpisah dengan anak-anak, tinggal didaerah terpencil yang penduduknya pun masih jarang. Setiap hari mereka rela mengajar dan terus memompa semangat anak didiknya.
Dengan berbagai keterbatasan mereka terus menularkan ilmunya pada murid-muridnya. Pak Alis tidak pernah mengeluh dengan kondisi itu. Sesekali pernah beliau laporkan kondisi sekolah tersebut kepada petugas terkait supaya ada perbaikan. Tetapi sepertinya sampai sekarang belum masuk prioritas kebijakan atasannya. Bahkan pak Alis malah ditawarkan untuk pindah saja ke kota sehingga bisa dekat dengan anak-anak dan tentu dengan kondisi sekolah yang lebih baik. Tawaran itu ditolaknya secara halus.
Beliau memikirkan bagaimana jika sekolah itu ia tinggal, apakah ada guru yang mau tinggal seperti beliau nanti. Ah, lagi-lagi pak Alis rela mengalah demi anak didiknya.
Namun Allah Yang Maha Gagah tidak tinggal diam. Selalu ada balasan pada setiap perbuatan. Setidaknya itu dirasakan oleh keluarga pak Alis sekarang. Putra-putri beliau tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas dan mandiri. Putri pertamanya kini telah lulus sarjana dari perguruan tinggi negeri bergengsi di Bogor dengan biaya beasiswa semenjak SMA.
Tidak ketinggalan dengan putra keduanya, kini ia tercatat sebagai mahasiswa kedokteran semester 5 juga dengan beasiswa. Begitu pula dengan kedua putrinya yang lain yang masih duduk di SMP dan SMA. Mungkin pak Alis dan keluarga tidak pernah menerima penghargaan sebagai pahlawan apalagi harta yang melimpah karena jasanya.
Tapi Allah telah menunjukkan kekuasaanNya. Ia balas setiap pengorbanan yang telah dilakukan. Apalagi diakhirat nanti.
Dalam diri pak Alis tersimpan semangat yang luar biasa. Ia mungkin salah satu profil guru yang benar-benar menjadi ‘guru’ yang harus digugu dan ditiru begitu orang jawa bilang. Bahkan kini pak Alis juga telah menyelesaikan pendidikan sarjananya karena adanya tuntutan akreditasi guru oleh pemerintah.
Subhanallah, bagi saya pak Alis dan keluarga dan mungkin guru-guru lainnya yang tersebar di negeri ini adalah Laskar Pelangi masa kini. Mereka akan tetap menampakkan keindahan warnanya seperti apapun kondisinya, meskipun orang lain tidak melihatnya… Seandainya para siswa, guru, politisi dan lainnya mempunyai jiwa yang serupa, pasti negeri ini akan semakin baik dimasa mendatang..
Ya Allah yang menguasai langit, bumi dan isinya. Balaslah semua jasa-jasa mereka dengan limpahan rahmatMu, berkahilah kehidupan mereka dan jadikanlah pada dada-dada kami tumbuh jiwa-jiwa seperti mereka. Aku tahu hanya Engkau yang akan terus mengalirkan pahala amal perbuatan mereka sampai akhir zaman, sebagaimana yang telah Engkau janjikan bahwa Ilmu yang bermanfaat akan tetap mengalirkan amal pahala. Amin.
Gottingen, 31 Oktober 2008
-special for Abah dan Mama.. jazakumallah khairan katsiran. Thank you very much for everything-