Laki-laki Indonesia vs Laki-laki Jepang

Hari Rabu tanggal 23 Desember yang lalu, adalah hari libur nasional di negeri ini. Kabarnya sih ini hari ultah sang kaisar. Wah..wah…ultah saja semua orang libur ya…. Namanya juga kaisar..;) (Kaisar lahirnya hampir berbarengan tanggalnya nih sama saya, tapi saya mah tidak biasa ultah-ultahan. Biasa saja….malah nelangsa rasanya …☺ lha wong jatah hidup berkurang tapi amalan tidak nambah juga. Pantesnya sih sedih ya…bukan senang-senang).

Kembali ke liburan tanggal 23 Desember, kami sekeluarga diundang makan siang oleh host family kami yang tinggal di Mikage. Perjalanan ke Mikage dari tempat tinggal kami di Myodani butuh waktu sekitar 1 jam. Ditempuh dengan jalan kaki, naik bis dan kereta. Setibanya kami di stasiun Mikage, kami dijemput oleh kakek Tomomatsu, untuk kemudian meluncur ke rumah beliau di daerah perbukitan.

Pemandangan menuju rumah keluarga Tomomatsu sangat indah, kita meliuk-liuk di jalanan yang tidak terlalu lebar, naik turun, dan di kejauhan tampak laut ada di bawah kita. Mirip daerah puncak di tanah air, tapi di sini tak ada kemacetan sama sekali meskipun hari libur. Akhirnya kami tiba di rumah asri dan mungil khas rumah-rumah Jepang pada umumnya.

Di pintu rumah kami disambut oleh ibu Tomomatsu dan puteri sulungnya, dengan ucapan selamat datang dan silakan, berulang-ulang, dalam bahasa Jepang. Sambil membungkukkan badan tentunya.Mereka juga sampai berjongkok-jongkok memakaikan kami sandal untuk di dalam rumah. Wah, jadi nda enak hati, sedemikian melayani tamu. Mantel dingin kami pun mereka bantu melepas dan menggantungnya di salah satu sudut ruangan.

Kami langsung digiring menuju ruang makan di mana aneka hidangan sudah menunggu kami. Keluarga Tomomatsu sudah beberapa kali menjadi host family bagi mahasiswa asing muslim. Mereka sudah faham kriteria makanan halal untuk kami. Sebelum mulai makan mereka menyebutkan semua bahan-bahan yang mereka pakai untuk memasak makanan. Alhamdulillah semua aman.

Setelah acara makan-makan selesai, kami berbincang-bincang akrab, masih di ruang makan. Kami serahkan bingkisan sederhana oleh-oleh dari Jogja. Mereka terlihat sangat senang. Selama berbincang dengan mereka beberapa kali Ali dan Ammar bolak balik ke toilet untuk pipis, dan kebetulan yang mengantar mereka selalu abinya, karena posisinya lebih dekat ke arah toilet. Nah, di sinilah sebenarnya inti tulisan saya kali ini (he..he.. prolognya kepanjangan ya….). Ternyata mereka sangat terkejut karena beberapa kali anak-anak ke toilet selalu yang mengantar adalah ayahnya.

Ibu Tomomatsu langsung bertanya heran kepada saya, "Laki-laki Indonesia bisa mengurus anak?".

"Oh, ya…" saya yang sedang asyik berbincang dengan putri sulungnya agak tergagap menjawab, karena tidak mengira hal kecil seperti itu jadi perhatian mereka. "Oooh…mereka ikut mengurus rumah juga?" tanya sang ibu lagi.

"Di rumah kami biasa berbagi tugas. Kadang saya memasak, dia yang mencuci baju. Lain waktu dia yang memasak, saya yang mencuci baju. Juga urusan rumah tangga yang lain, kita biasa urus bersama. Mengurus anak juga bersama." Saya coba menjelaskan.

"Aaah…bagus sekali ya….Kalo laki-laki Jepang aaah….tidak tahu apa-apa urusan rumah…" Ibu Tomomatsu berkata dengan suara geram yang dibuat lucu ☺

Di sebelahnya sang putri sulung yang juga sudah berkeluarga, mengangguk-angguk penuh semangat membenarkan perkataan ibunya. Rupanya ia bernasib sama ☺

Kakek Tomomatsu hanya senyum-senyum saja mendengar cerita, tepatnya "keluhan", isteri dan putri sulungnya.

Hmm…dalam hati saya berkata, sebenarnya tidak semua laki-laki Indonesia seperti itu. Masih banyak juga yang kurang peduli dengan urusan rumah. Jangankan ikut membantu memasak atau mencuci, kadang sekedar membantu menyuapi si kecil saja mereka enggan. Saya termasuk perempuan yang harus banyak bersyukur karena dikaruniai pendamping hidup yang sangat peduli dengan urusan rumah dan enak sekali diajak bekerja sama mengurus semuanya.

Dan saya yakin juga tak semua lelaki Jepang seperti itu. Pasti ada di antara mereka yang peduli dengan urusan rumah tangga. Tapi mungkin karena kebanyakan seperti itu, maka menjadi semacam trade mark. Semua kembali kepada pribadi masing-masing, ingin menjadi lelaki seperti apakah mereka. Latar belakang dan pola didik keluarga yang membesarkan mereka pun bisa jadi akan membentuk karakter para lelaki, meskipun sebenarnya setelah dewasa semua bisa saja dilatih dan dibiasakan.

Semoga saja para laki-laki Indonesia dan juga laki-laki mana pun akan semakin peka dan ikut peduli dengan urusan rumah tangga, yang katanya merupakan biduk kehidupan yang dikayuh bersama sang isteri tercinta Tak perlu ada yang merasa lebih capek dan lebih berat beban kerjanya sehari-hari dibandingkan pasangannya.

Seorang isteri dan ibu yang sehari-hari berkutat dengan urusan rumah dan anak, meski tak ada job description yang jelas hitam di atas putih, namun mereka pun tak kalah sibuknya dengan pegawai kantoran. Ada saja yang harus dikerjakan di rumah, seolah tak ada habisnya. (Sst..tapi untuk para isteri juga jangan banyak menuntut yah….kasian…;)). Semua perlu kesadaran masing-masing saja. Jika masing-masing pasangan sudah sadar sesadar-sadarnya ☺ insya Allah hidup jadi lebih indah. Tak perlu ada saling menuntut, dan juga tak ada yang merasa diabaikan.

Oh iya, untuk para ibu yang diamanahi anak laki-laki (saya mengingatkan diri sendiri sebenarnya ☺), harus berhati-hati dalam menerapkan pola didik pada para jagoan kita. Yuk kita didik lelaki-lelaki kita agar kelak mereka menjadi laki-laki yang benar-benar dicintai dan mampu membahagiakan pasangan hidup mereka. Jangan lupa urusan rumah tangga bukan hal yang tabu untuk kita ajarkan pada mereka.

Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Orang mukmin yang paling sempurna imannya yaitu orang yang paling baik budi pekertinya di antara mereka. Dan orang yang paling baik di antara kamu sekalian yaitu orang yang paling baik terhadap isterinya." (H.R. At Turmudzy)

Sedikit tambahan lagi, sekedar untuk renungan bagi para suami, setiap perbuatan baik selama hidup di dunia insya Allah akan menjadi investasi sangat berharga yang akan kita rasakan hasilnya di akhirat kelak. Akhlak yang baik dan menakjubkan dari seorang laki-laki pada keluarganya akan menggoreskan kenangan yang indah di hati isteri dan anak-anaknya. Bahkan akan terus terkenang meskipun sang laki-laki telah tiada.

Kenangan indah inilah yang akan menggerakkan hati dan lisan orang-orang yang dicintai dan mencintainya, mengalirkan sebentuk do’a, untuk keselamatan dan kebahagiaan sang lelaki di negeri akhirat, di mana tak ada lagi amal yang dapat ia perbuat untuk menjadi bekal perjalanan maha panjang menemui Rabb nya. Yakinlah, lantunan do’a-do’a ini kelak akan sangat kita butuhkan di sana.

Wallahu a’lam.

ummiita.multiply.com