Sosoknya yang mungil membuatnya tenggelam di antara ibu-ibu majlis taklim yang biasa kuhadiri. Ceria dan antusias pada setiap kalimat bijak yang mengalir yang didengarnya. Kehadirannya dalam majlis tersebut termasuk rajin dan jarang absen. Dia absen hanya jika ada keperluan mendadak untuk menemani suaminya tugas ke negara lain. Jika dia datang terlambat, maka nada penyesalan pun keluar dari bibirnya yang mungil. Kadang bertanya bisakah aku mengulang materi yang telah disampaikan. Aku tersenyum tanda mengerti dan berusaha mengambil intisari hal yang telah kusampaikan tadi untuknya.
Namun ada hal lain yang membuatku menghela nafas panjang pada setiap kehadirannya. Perempuan itu berbeda dengan peserta taklim lainnya, dia bukan seorang muslimah. Keyakinannya berbeda walaupun sosoknya hampir sama dengan yang lainnya. Awalnya kukira dia datang ke majlis taklim ini karena sekedar ikut-ikutan rekannya sesama ibu muda. Namun begitu melihat intensitas kehadirannya, maka kubiarkan saja dia datang dan mendengarkan. Toh, peserta lain pun tidak merasa terganggu.
Kadang kuberikan materi tentang tauhid secara halus agar tidak menyinggung perasaannya. Dan memang dia tidak pernah komplain, apalagi merasa tersinggung. Dalam hatiku hanya berucap, semoga Allah berkenan membagi hidayah untuknya. Suatu ketika beliau minta dengan sangat agar pengajian dihelat di rumahnya. Sang koordinator mohon izinku mungkinkah kita melakukan itu? Aku minta waktu untuk berdiskusi terlebih dahulu dengan suamiku dan seorang ustadz. Mereka mengatakan tidak masalah sejauh makanan yang disediakan aman dan halal untuk disantap. Ketika kukonfirmasi padanya, ternyata dia memahami itu dan sudah memesan makanan pada rekan pengajian yang muslim. Kedekatan kami membuatnya tak melihat adanya perbedaan keyakinan tersebut.
Hingga suatu ketika dia menyatakan untuk pamit karena mengikuti tugas suaminya pindah ke negara lain. Dia mengadakan acara perpisahan yang diadakan hanya untuk ibu-ibu majlis taklim saja. Kutanya mengapa tidak mengundang teman-temannya yang lain? Merasa dekat dan merasa nyaman. Itulah kalimat yang meluncur dari bibirnya. Pada akhir acara, kupeluk dia dengan kalimat perpisahan. Dia pun menangis sendu dan mengatakan betapa dia merasa nyaman dan dihargai di lingkungan majlis taklim ini. Kupeluk dia tanpa kata-kata. Hanya ada doa yang kulantunkan dalam hati.
Ya Allah…. Kutahu Pasti bahwa Hidayah adalah milikMu…
Bahkan Rasulallah pun tak dapat melakukannya…
Namun harapku jika Engkau berkenan Ya Allah…
Berikanlah Hidayah Untuknya…
Untuk seseorang yang berbeda yang mau mendengar untaian kalimatMu…
Walaupun entah kapan…..
Hanya Engkau Yang Maha Tahu…
Ku Tunggu HidayahMu Ya Allah….