Website terkenal Era Muslim menjadi salah satu rujukan, ketika kami sebagai muslim di luar negeri, mencari tahu hukum-hukum fiqih di dalam kehidupan sehari-hari di negeri ini. Begitu saking kentalnya nama ini di berbagai pengajian, suami atau istri yang mu’alaf, menjadi tahu juga. “Apa-apa Era Muslim nih.” Mungkin begitu kira-kira kata yang kalau boleh diterjemahkan, dengan melihat kernyit dahi mereka.
Kebetulan suami saya juga seorang mu’alaf. Boleh dibilang termasuk orang yang rada-rada keukeuh berpendapat. Sukanya debat berlama-lama untuk satu hal yang baginya tak masuk akal. Seakan menguras tenaga saya yang minim, barulah ia berkata “haik”, bila setuju. Atau diam, bila ia masih ragu. Dan ia mencari sendiri jawaban, untuk memperkuat pendapatnya.
Yang saya kuatir, suami akan terdampar di situs Islam ‘antah berantah’. Maklum di sini pun jenis yang masuk Islam bertingkat-tingkat. Termasuk ada yang menjalani ajaran Islam dengan memahami ini boleh, itu boleh. Dan orang itu juga belajar Islam di Indonesia, yang banyak berpenduduk muslim. Suami kadang ikut “tergoda” jadinya. Dalam hati heran juga, kalau apa saja boleh, kenapa harus masuk Islam? Atau mengaku Islam? Kasian dong Rosulullah SAW, para sahabat serta pengikutnya, berperang meregang nyawa. Demi menegakkan agama Islam di bumi ini.
Dahulu, ketika saya tinggal di Indonesia dan masih muda, -ruginya- saya tidak mempelajari agama Islam dengan mendalam. Tapi masih untung, rasa cinta dan fanatik dalam dada terhadap agama saya, lumayan kuat (terimakasih untuk ayah dan bunda, yang pernah mengajari dan selalu mendo’akan saya). Mungkin hal inilah yang membuat saya bertekad menegakkan Islam dalam keluarga saya, di negara yang sedikit sekali muslimnya. Dengan kemampuan saya yang masih teramat minim.
Buku-buku yang mengajarkan tentang Islam, saya buru. Situs-situs tentang agama Islam di internet, juga saya browsing. Kalau ingat itu, malu juga seperti orang yang baru memeluk agama Islam, hiks. “Kemana aja deh loe!” Begitu suara benak mengejek diri sendiri, yang pernah lalai. Tapi saya tak berkecil hati. Saya berupaya, agar suami tercinta yang baik hati ini, tidak menjadi dekat dengan teman mu’alaf yang “serba boleh” itu. Maklum teman itu selalu mendekati suami saya, apalagi ia sama-sama asli warga negara di sini.
Saya juga mengajar bahasa Indonesia di rumah. Selalu membiasakan anak-anak mengenal bahasa Ibunya (walau mereka berpaspor non Indonesia). Tujuan saya tak lain dan tak bukan, agar mereka juga bisa membaca situs Islam. Yang bagi saya, aman insya Allah sebagai rujukan. Bukan berarti situs agama Islam Jepang masih meragukan, tidak semuanya. Anggaplah saya berjaga-jaga. Sebab kelak anak-anak saya tentu lebih banyak lagi menghadapi tantangan di dunia maya; tentang mengenal Islam dan perniknya. Selain itu, saya berusaha belajar bahasa suami saya. Agar saya bisa menerjemahkan ilmu yang saya dapat, ke dalam bahasa yang suami saya mengerti ( bahasa Jepang).
Seiring waktu berjalan, di tahun ke-empat saya belajar dan berbagi ilmu di rumah. Kini, suami sering meminta saya untuk melongok situs andalan kami. Untuk belajarnya dan berbaginya kepada temannya. Atau sekedar bertanya: “Ini hukumnya apa?” Mungkin hal ini sepele, bagi sebagian orang, tetapi tidak bagi saya. Puji syukur saya panjatkan dalam-dalam kehadirat Allah yang mau berkenan menolong kami. Meski saya dulu pernah juga lalai di kala muda (tidak belajar agama Islam dengan baik).
“Mam, kiite Era Muslim ni, kono mondai,” pintanya seringkali. (Mam, tanya Era Muslim dong masalah ini.)
Saya bergegas mengklik situs ini, dengan girang hati. Juga berharap saya bisa menerjemahkan sesuai dengan bahasa salah satu ustadz, yang sungguh to the poin, tegas, tepat tapi tetap penuh sopan santun tanpa berpihak. Biar “legit dan lezatnya” sampai ke rumah kami, dan rata terbagi. Ah, tapi sayang.., saya masih belum bisa mahir. Ya, saya cukup saja dengan terjemahan pas-pasan. Mudah-mudahan suami tercinta bisa memahami dan anak-anak bisa ikut belajar. Terimakasih Ya Allah dan thanks Era Muslim! (end)
*pojok Yukuhashi yang penuh cinta*