“sreng sreng, sreng sreng” terdengar goresan penggorengan dan sodet. Suara ini selalu menghiasi pagiku, aroma masakan itu menjadi sambutan di setiap bangun tidurku. Sarapan sudah siap. Siang hari saat kembali kerumah sudah terdapat makanan di meja makan, masakan itu masih hangat, aromanya masih tercium. Makan siang sudah siap.
Betapa nikmatnya menjadi Aku, memiliki sesosok koki yang menyediakan masakan setiap kali perut ini mengisyaratkan untuk segera di isi. Koki ku adalah Mama. Mama bisa membuat masakan apa saja yang aku inginkan, tetapi jika masakan yang dibuat tidak sesuai dengan seleraku, seringkali aku tidak memakannya.Masakan itu terlihat masih menumpuk di pagi harinya.
Ketika mama sedang membereskan makanan di meja makan, Aku melihat raut wajahnya yang penuh dengan kekecewaan. Aku sedikit merasa kasihan dengan Mama. Mungkin dalam pikirnya Mama mengiri bahwa masakannya tidak enak sehingga anak-anaknya tidak mau memakannya.
Jika itu yang diperkirakan Mama, aku akan menjawab “Bukan karena masakan mama yang tidak enak, tapi karena aku sudah makan bersama teman-teman seusai pulang sekolah mah, maaf ya mah kalo bikin mama kecewa”. Sebenernya masakan Mama enak tapi entah kenapa aku lebih memilih makan bersama teman-temanku atau membeli makan diluar.
Seringkali Mama menyambutku hangat saat pulang sekolah, dan dengan nada yang semangat, ia memberi tahu menu apa yang ia masak tapi aku mngacuhkannya. Ketika Mama tidak masak aku merengek lapar dan marah kepadanya karena tidak menyiapkan makanan untukku. Setelah Mama membuatkan ku makanan aku malah tidak memakannya karena terlanjur kesal kepadanya.
Siang itu mama membuatkan masakan kesukaan ku , tetapi Aku juga tidak memakannya hanya karena Mama sempat membuat ku kesal pada hari itu aku marah dan aku berniat untuk tidak memakan masakan mama dan memilih utuk makan mie instant.
Mungkin saat itu Mama berniat masak makanan kesukaanku untuk membuat anaknya senang ketika pulang dari sekolah, Mama berharap masakannya dilahap abis oleh anaknya tapi kenyataannya tidak seperti itu, Aku sama sekali tidak memakannya bahkan mencicipinya dan akhirnya masakan itu tersisa banyak pada pagi harinya dan mau tidak mau masakan itu harus dibuang. Lagi-lagi aku mengecewakan Mama.
Aku tidak memikirkan perasaan mama pada saat ia membuang masakannya yang sudah dibuat untuk keluarganya, mungkin dalam hatinya ia merasa kesal, marah dan letih karena anak-anaknya tidak memakan bahkan menyentuh masakannya. Mama tidak menampakkan perasaan itu, ia tetap membuatkan makanan untuk keluarganya setiap hari.
Aku tidak memikirkan bagaimana perasaan Mama saat anak-anaknya berkata bahwa makanan yang ia buat tidak enak dan memilih makan diluar atau membuat mie instant. Aku tidak memikirkan betapa sulitnya ia menentukan menu yang akan dia sajikan setiap hari.
Saat aku tersadar dengan apa yang aku lakukan kepada Mama, aku jadi lebih sering makan dirumah. Entah kenapa aku sangat menyukai masakan mama dan aku merasa masakan mama menjadi sangat nikmat. Setiap hari aku menunggu masakan apa yang akan dibuat.
Jika saja saat itu Aku tau perasaan Mama saat aku tidak suka dengan menu yang ia buat aku tidak akan menyia-nyiakan masakannya.Andai saja waktu bisa di ulang aku tidak ingin mengecewakan mama.
Rasa penyesalan itu terasa saat koki itu sudah tidak ada. jika saja aku tau itu adalah firasat. Koki itu menghilang, menghilang saat aku sedang menikmati setiap masakan yang dibuatnya, saat aku ingin belajar memasak seperti dirinya. Kenapa dia pergi? Apa dia sudah letih memasak untuk keluarganya?
Pagi hari ku terasa sepi, tidak ada lagi suara goresan penggorengan dan sodet di pagi hari, tidak ada lagi aroma masakan di setiap bangun tidur ku. Begitu pun dengan siang hari tidak ada lagi sambutan hangat darinya, tidak ada lagi wangi sedap di meja makan. Aku rindu saat-saat itu, aku rindu kokiku
Yusnita Dwi Rizki