Ada seorang ibu karyawan tua di kantor dulu tempat saya bekerja. Saya tahu penghasilan yang ia peroleh kecil dan mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dalam satu bulan. Anehnya ia tidak pernah mengeluh, atau menyesali pekerjaannya. Ia selalu bersemangat dalam bekerja. Ia menunjukkan disiplin yang tinggi dalam bekerja. Selalu datang sebelum jam kantor, dan pulang tepat pada waktunya.
Sekian lama saya mengamati karyawan penuh disiplin itu. Suatu saat selepas sholat saya berbincang-bincang dengannya.
“Ibu selalu disiplin ya,” kataku mengawali pembicaraan.
“Disiplin kepripun to Dok?” jawabnya.
“Nggak bu, itu saya lihat ibu selalu disiplin bekerja. Datang pagi, pulang tepat waktu meski pekerjaan telah selesai. Bukannya itu disiplin bu namanya? Padahal saya tahu, sudah puluhan tahun ibu bekerja dan gaji ibu –nyuwun sewu kan kecil. Kok bisa bu?”
“Wah saya ini hanya orang kecil Pak Dokter. Masih ada yang mau menggaji saya saja sudah alhamdulillah. Coba bayangkan jika saya tidak bekerja di sini, mungkin keadaan keluarga saya jauh lebih buruk dari sekarang. Jika mengingat hal itu Dok, rasanya sudah pantas kalau saya membalasnya dengan kerja yang baik, tidak korupsi waktu, dan tidak banyak mengeluh. Saya sangat bersyukur sekali lho Dok, bisa bekerja,” urai ibu karyawan itu tanpa sedikitpun unsur kesombongan di dalamnya. Lalu ditambahnya, “Pekerjaan kita insya Allah sudah halal, jadi kalau bisa jangan kita hilangkan barokahnya dengan mengurangi timbangan.” –Maksudnya ibu ini adalah jangan korupsi di semua aspek, termasuk yang sering yaitu korupsi waktu.
Betapa terpukau saya mendengar penuturan polos dari ibu ini. Di saat orang-orang menuntut kenaikan gaji, menuntut dapat insentif sana-sini, berlomba korupsi sana-sini, berlomba mencari kedudukan dengan segala cara, ibu ini telah mengajarkan suatu yang saat ini baru saya temui. Sebuah rasa SYUKUR. Mungkin waktu sekolah dulu saya telah diajari tentang bagaimana syukur itu, bahwa Allah akan menambah rejeki bagi mereka yang bersyukur. Namun dalam kehidupan sehari-hari inilah contoh yang saya lihat. Betapa indahnya. Dan benarlah firman Allah dalam QS. Ibrahim (14) ayat 7
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Saya lihat kehidupan ibu karyawan itu memang sederhana, namun semua putranya tidak ada yang sampai meninggalkan bangku sekolah. Saya tidak mengerti bagaimana ia bisa membiayai sekolah putra-putranya, padahal suaminya sendiri hanya bekerja serabutan. Namun begitulah ketetapan Allah. Dan terima kasih bu, saya mendapat pelajaran berharga hari ini.
…
Kita memiliki 4 minggu yang sama dalam 1 bulan.
7 hari yang sama dalam 1 minggu
24 jam yang sama dalam 1 hari
Dalam 24 jam itu
Ada dari kita yang bisa mengurus negara, perusahaan raksasa
Rumah Sakit Internasional bahkan mengendalikan Angkatan Perang
………
Namun dalam 24 jam yang sama
Ada yang bahkan mengurus dirinya sendiri saja tidak mampu….
Ada di antara kita yang menerima bayaran 5 juta rupiah
Dan selalu kekurangan dalam setiap bulannya
Sehingga ia harus menutupnya dengan berutang sana-sini
Dan ia semakin terjerat karenanya
Namun ada yang hanya menerima 500 ribu rupiah
Ia bisa mengembangkan bisnisnya
Bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi
Bisa menyisihkan sebagian untuk tabungan
Bisa menyisihkan sebagian untuk kaum miskin
Bahkan ia bisa membawa serta kedua orang tuanya naik haji.
Dimanakah letak perbedaanya? Apakah waktu dan penghasilan yang kurang? Bukan, tetapi rasa syukur dan manajemenlah yang berbeda dari keduanya.
dokter monte
www.meditasimendoan.co.cc