Eramuslim.com – Patung anak sapi akhirnya dibakar Musa dan menjadi debu.
Pada zaman Fir’aun, setiap bayi laki-laki Bani Israil harus dibunuh. Mirip dengan kisah Musa, Samiri pun menjadi bayi laki-laki yang selamat. Bedanya, sang ibu meninggalkan bayi Samiri di dalam gua begitu saja, tak ada yang menyelamatkannya, apalagi merawatnya. Atas kasih sayang Allah, diutuslah Jibril untuk merawat sang bayi. Sejak itu, Samiri mengenal Jibril.
Setelah dewasa, Samiri terkenal sebagai seorang yang amat terasing dan enggan berbaur. Ia memiliki nama asli Mikha atau Musa bin Zhafar dan tinggal di Karman atau Bajarna. Satu-satunya yang menjadi teman Samiri adalah para musyrikin yang menyembah patung anak sapi. Dari pergaulannya yang salah tersebut, efek negatif pun melekat di hatinya. Ia juga mencintai dan mengagungkan anak sapi.
Saat Musa diutus menjadi nabi, Bani Israil pun diselamatkan dari kekejaman Fir’aun. Samiri termasuk yang ikut serta dalam rombongan Musa. Pascatenggelamnya Fir’aun, Musa menggiring Bani Israil meninggalkan Mesir. Saat menyeberangi Laut Merah menuju tanah yang dijanjikan, Jibril mendampingi Nabi Musa dan Harun. Jibril menunggangi kuda dan berada di depan rombongan. Samiri yang dahulu pernah dirawat Jibril pun mengenalinya. Tanpa ilmu, Samiri mengambil tanah bekas tapak kuda yang ditunggangi Jibril. Ia pun menyimpannya.
Dalam perjalanan, rombongan Musa mampir di sebuah desa yang penduduknya menyembah patung anak sapi. Bukan menaati Musa untuk menauhidkan Allah, Bani Israil justru meminta Musa untuk membuat satu patung untuk mereka sembah. “Wahai Musa, buatkanlah untuk kami satu sesembahan sebagaimana mereka mempunyai beberapa sesembahan,” pinta mereka. Tentu saja, Musa geram mendengarnya. Ia pun kembali mengingatkan kaumnya agar hanya menyembah Allah Ta’ala semata.
Sejak singgah di desa tersebut, kekaguman Samiri pada anak sapi kembali membutakan hatinya. Ia pun bertekad suatu hari akan mengajak Bani Israil untuk menyembah anak sapi. Ia pun teringat pada tanah jejak kuda Jibril yang ia simpan dalam kantong. Dengan bisikan setan, Samiri bertekad menjadikan tanah tersebut bahan pembuatan patung.