Semasa tinggal di Moskow, saya memiliki seorang kawan berkebangsaan Sudan yang sudah menjadi warga negara Russia. Hanan namanya, dia seorang dokter gigi yang bertugas di klinik milik suaminya yang asli Russia. Kami berjumpa pada sebuah acara di kedutaan. Sejak itulah kami membina tali pertemanan.
Hanan menawarkan perawatan gigi kepadaku, sejak dia melihat kondisi tambalan gigiku yang kurang rapi. Tambalan itu kudapat di Jakarta sejak aku masih remaja. Hanan mengatakan, bahwa sistem tambalan gigi yang baru sudah semakin maju. Dia menawarkan perawatan tambalan yang mirip dengan tekstur gigi asli. jadi tidak terlihat seperti ditambal.
Pada awalnya aku enggan, karena memikirkan biaya yang harus dikeluarkan. Biaya hidup di kota Moskow sangatlah tinggi, apalagi biaya kesehatan. Tapi Hanan mengatakan tak usah pikirkan biaya, pikirkan hasilnya nanti. Karena rayuannya itu, pada akhirnya aku pun tak menolak.
Setiap hari Minggu aku didaulat untuk pergi ke kliniknya di wilayah Butova, yang letaknya 40 km dari rumahku. Perjalanan ke rumahnya ditempuh dengan menggunakan kereta bawah tanah lalu diteruskan dengan monorail. Memang lumayan jauh, tapi kuniatkan juga untuk sekalian mengajak anak-anak rekreasi.
Mengingat kota tempatnya tinggal sangat indah dan lengkap. Aku juga siapkan untuk datang sambil membawa makanan kecil untuknya yang sudah kubuat di rumah. Hanan begitu suka cita dan sangat gembira saat kami datang. Kami juga diajak mampir ke rumahnya yang tak jauh dari klinik tempat dia praktek. Rupanya Hanan tak memiliki banyak kenalan, mengingat beliau adalah wanita berkulit hitam satu-satunya di lingkungan tersebut. Perlu diketahui, kehidupan masyarakat Moskow memang agak berat bagi sebagian warga asing karena budaya yang penuh curiga terhadap orang yang lain kulit dan ras. Russia juga dikenal sebagai kota dengan kriminalitas tertinggi di dunia. Yang pada akhirnya kita sebagai warga asing harus selalu waspada terhadap kondisi sekitar.
Hanan menyambut kami lebih dari sekedar pasien biasa. Anak-anakku diberikan permen dan makanan. Bahkan ketika selesai pencabutan gigi, dia menyiapkan makan malam untuk kami. Wah, begitu spesialnya kami dijamu. Tak sadar sudah beberapa pekan ini kami pergi ke rumah Hanan dan alhamdulillah gigiku sudah terlihat rapi.
Di akhir kunjungan, aku dan suami memutuskan untuk memberikan uang bayaran kepadanya. Namun Hanan menolak dengan halus walaupun aku memaksa agar ia menerimanya. Ternyata uang yang dipegangnya diberikan kepada anakku. Kami pun tak tahu harus berbuat apa. Hanan hanya berharap aku dan keluarga bisa datang setiap pekan mengunjunginya. Aku tak bisa berjanji setiap pekan karena juga ada kegiatan lain yang lebih penting. Namun aku berjanji untuk mengunjunginya jika kami ada waktu luang.
Hanan terlihat sedih, dia mengatakan bahwa kami adalah satu-satunya teman terdekat yang dia miliki di Moskow. Kuhibur dia dengan mengatakan ada banyak orang di sekitar klinik yang bisa menjadi temannya. Di bilik sebelah, ada seorang dokter wanita muda berkebangsaan Armenia yang cukup ramah terhadap kami. Lalu ada seorang dokter pria yang beberapa kali ikut membantunya memesan alat-alat kedokteran gigi.
Hanan berkata dengan sendu, bahwa karena Islam-lah yang membuat dia begitu dekat dengan kami. Aku pun tertegun, tak tau harus berkata apa. Memang beberapa kali pada setiap kunjungan, kami berdiskusi tentang ke-Islaman dengannya. Ya, aku paham…. hidup jauh dari keluarga dan lingkungan yang Islami, membuatnya rindu. Hanan merasa terusir dari negerinya sendiri karena dia menikah dengan Vladimir yang orang Russia. Entahlah, begitu ketat peraturan di negara Hanan hingga melarang warga wanitanya menikah dengan bangsa asing. Walaupun menurut Hanan, suaminya yang sudah lama memeluk Islam juga bersedia menetap di tanah kelahirannya. Tapi peraturan menutup niat kedua insan tersebut.
Ketika kami memutuskan untuk pindah. Satu hari sebelumnya, Hanan datang ke rumah dan membawakan hadiah yang takkan pernah kulupakan. Dia memberiku sebuah tas cantik berwarna coklat susu. Pelukannya kurasakan sangat erat dan dalam. Kukatakan padanya, bahwa apa yang sudah kita bina Insya Allah takkan pernah putus dan lepas. Seperti yang yang tertera dalam sunnah Rasulallah SAW:
"Tidaklah dua orang muslim saling bertemu lalu salah seorang di antara keduanya menjabat tangan temannya, melainkan ada hak atas Allah Azza Wa Jalla untuk mengabulkan doa mereka berdua dan tangan mereka berdua tidak terlepas hingga Dia mengampuni dosa mereka" (Hadist Riwayat Ahmad).
Kepadanya juga kudoakan bahwa kesendirian dalam aqidah bukanlah akhir dari segalanya karena Allah selalu bersama dan akan selalu menjadi teman dan sahabat dalam keadaan apapun.