Inilah yang menunjukkan bahwa seorang pemimpin muslim, sejelek-jeleknya dia, tetap masih ada sisi baik. Jadi jangan menganggap bahwa pemimpin muslim mutlak jeleknya, seperti penilaian sebagian kita. Sebagian kita menganggap bahwa pemimpin muslim itu lebih koruptor dibanding pemimpin non-muslim.
Lalu bagaimanakah sikap para sahabat dan ulama terhadap kekejian Hajjaj? Apakah mereka ingin membunuh gubernur semacam itu atau melakukan pemberontakan padanya?
عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ عَدِىٍّ قَالَ أَتَيْنَا أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ فَشَكَوْنَا إِلَيْهِ مَا نَلْقَى مِنَ الْحَجَّاجِ فَقَالَ « اصْبِرُوا ، فَإِنَّهُ لاَ يَأْتِى عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلاَّ الَّذِى بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ ، حَتَّى تَلْقَوْا رَبَّكُمْ » . سَمِعْتُهُ مِنْ نَبِيِّكُمْ – صلى الله عليه وسلم –
Dari Az Zubair bin ‘Adiy, ia berkata, “Kami pernah mendatangi Anas bin Malik. Kami mengadukan tentang (kekejaman) Al Hajjaj pada beliau.
Anas pun mengatakan, “Sabarlah, karena tidaklah datang suatu zaman melainkan keadaan setelahnya lebih jelek dari sebelumnya sampai kalian bertemu dengan Rabb kalian. Aku mendengar wasiat ini dari Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari, no. 7068)
Lihatlah sikap kita pada pemimpin zalim seperti Al-Hajjaj malah diperintahkan untuk taat, bukan memberontak atau membunuhnya. Yang diperintahkan adalah BERSABAR. Karena kalau pun Hajjaj itu lengser karena ada yang memberontak atau pun terbunuh, belum tentu kita bisa mendapatkan pemimpin yang baik setelah itu.
Lebih-lebih lagi selama pemimpin kita itu muslim dan memperhatikan shalat, wajib ditaati.