Suatu hari Imam Abu Yazid Al-Bustomi beserta para muridnya pergi menuju seorang yang dikenal wali dengan niat ziarah. Ketika sampai di rumahnya, Abu Yazin masuk masjid dan menunggu orang yang dikenal wali itu keluar untuk shalat jamaah di masjidnya. Ternyata, ketika keluar ke masjid bukan shalat, malah meludah ke dalamnya.
Abu Yazid pun melihat kejadian ini langsung pergi. Katanya kepada para murid, “Kiyai-wali ini orang yang tak boleh dipercaya tatasusilanya, padahal susila adalah salah satu bagian dari syariat. Karenanya taklah mengkin dipertanyakan kepadanya rahasia kebenaran wali,” demikian pungkas beliau yang menunjukkan bahwa jangan mudah tertipu dengan kemasyhuran wali.
Jika tidak istikamah memegang syariat Nabi Muhammad, maka jangan sampai tertipu.
Hal yang tak kalah menarik selanjutnya adalah masalah thariqah atau tarekat. Bahwa tidak ada tarekat yang menyalahi Al-Qur`an dan hadits. Tersebut dalam kitab Mabaahits al-Ashliyah fii Adabit-Thariqaat, “Berpeganglah engkau pada tariqat ahli tasawuf, pasti kamu dapati kebaikan serta kebenaran yang agung karena tali tariqat mereka adalah dua sejoli: Qur`an dan Hadits.” Jadi, jika ada tarekat yang menyalahi keduanya, maka tidak ada alasan untuk mengikutinya kata KH. Hasyim Asyari.
Masih terkait dengan tarekat, jika ada guru tarekat yang perintahnya menentang syariat maka tidak harus diikuti. Mengenai hal ini, KH.Hasyim melandasinya dengan Kitab Al-Futuhaat yang menjelaskan bahwa yang wajib diikuti adalah Nabi. Kita boleh mengikuti Imam Syafi’i dan ulama lainnya mana kala sesuai dengan Qur`an dan hadits. Jika tidak sesuai maka hendaklah ditolak. Contoh konkretnya: shalat Jum’at tanpa khutbah, percampuran laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, bersalaman (dengan yang bukan mahram).