DALAM Majalah Panji Masyarakat No. 16 (1-2-1960), ada artikel menarik karya KH. Hasyim Asy’ari yang awalnya berbahasa Jawa kemudian dialihbahasakan oleh M.D. Zuhdy Jombang yang kemudian dikirim ke redaktur Panjimas.
Dalam majalah asuhan Buya Hamka ini, karya KH. Hasyim Asy’ari yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia diberi judul Sebaran Mutiara. Diambil dari buku karya KH. Hasyim berjudul “Al-Durarul Muntatsirah fii Masaa`il Tis’ata ‘Asyarah” yang ditashhih oleh Abdi Manaf Murtadlo pada 14 September 1940.
Tulisan dimulai dengan sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa kelak akan terjadi fitnah. Dan yang bisa selamat dari fitnah itu adalah orang-orang alim yang menetapi ilmunya.
Di antara fitnah atau musibah yang mendera umat Islam adalah pengakuan guru tarekat dan pengakuan tentang wali. Ada juga yang mengaku menjadi wali quthub, bahkan menjadi Imam Mahdi.
Melihat fenomena demikian, KH. Hasyim Asy’ari mengingatkan umat Islam agar tidak melakukan sesuatu sehingga sebelum mengetahui hukum Allah atasnya. Bila mempunyai kemampuan membaca kitab, bisa langsung melihat ke kitab yang muktabar. Jika awam, maka bisa bertanya kepada orang alim yang adil.
Perhatikan tujuan KH. Haysim Asy’ari menulis risalah yang tebalnya 24 halaman ini;
“Itulah sebabnja maka tulisan ini kutulis untuk menerangkan perbedaan antara Waliullah jang benar dan wali-wali2an yang salah serta penerangan tentang beberapa masalah jang kadang2 masih samar bagi kebanjakan orang, dan tjara jang saja pakai ialah dengan tjara tanja djawab.”