Kemarin malam, adik saya sms dan bilang kalau ada temannya perempuan yang ingin memakai jilbab. Adik saya bertanya apa yang perlu disiapkan untuk pertama kalinya.
Dengan santai saya balas smsnya begini, yang pertama ya tentu harus ada jilbabnya, terus pakai bajunya gak boleh ketat dan lengan panjang dan jilbab menutup dada, gak boleh pakai celana ketat karena percuma saja kepala di tutup tapi bokong (maaf) terlihat. Gak boleh berduaan dengan seseorang yang bukan muhrimnya. he..he..
Adik saya balas sms lagi, Haa? Segitunyakah? Gak bisa ditawar lagi?
Itu dah harga mati, gak bisa ditawar lagi makanya harus benar-benar ikhlas dan tulus, kalau cuma sekedar identitas sebagai muslimah lebih baik nggak usah daripada ntar nyesal dan bongkar pasang, balas saya lagi.
Apa nggak kepanasan kalau pake jilbab kaya gitu? Tanyanya lagi.
He..he.. ternyata dia ngerti kalau jilbab yang saya rekomendasikan adalah jilbab atau kerudung ukuran minimal L seperti yang selalu saya kenakan sehari-hari.
Insyaallah nggak. Lagian sekarangkan banyak jenis jilbab atau kerudung yang bahan atau kainnya kaos yang nggak bikin panas tapi memang sih kalau nggak dicoba dulu nggak akan tau gimana enaknya pake jilbab. Sekali lagi yang penting adalah ikhlas, saya membalas smsnya sekali lagi.
Setelah itu tidak ada balasan lagi dari adik saya.
Jadi ingat dulu waktu pertama kali saya memutuskan memakai jilbab. Gara-gara teman kerja saya dari aceh yang ngomporin supaya saya dan Mbak Endang (kasir di kantor saya dulu) untuk pakai jilbab. Waktu itu dia pernah nanya kenapa saya dan mbak Endang gak kerudungan. Kami berdua kompak bilang kalau kami belum siap dan belum dapat hidayah hikss.. Beneran nih saat itu belum terpikir oleh saya untuk kerudungan. Terus teman saya tadi dengan santainya nanya kapan siapnya? Kalau besok dah gak dikasih umur lagi apa mau meninggal dalam keadaan "telanjang" tanpa jilbab? Perempuan wajib lho menutup aurat, katanya sambil tersenyum.
Saya tidak bisa berkata-kata lagi. Ya Allah, saat itu saya merasa benar-benar seperti merasakan pukulan dari segala penjuru. Tiba-tiba ada ketakutan yang muncul dikepala saya. Ketakutan akan hari kematian yang saya tidak tau kapan datangnya. Bagaimana kalau umur saya ternyata tidak sampai besok hari? Apa yang harus saya lakukan?
Kaki ini terasa tak kuat menopang tubuh saya. Langsung saya tinggalkan teman tadi sambil diiringi oleh tatapan herannya. Sampai jam kerja selesai kalimat dari teman saya tadi masih terngiang-ngiang ditelinga bahkan di rumah pun kalimatnya tadi tidak bisa saya lupakan.
Besoknya Mbak Endang menelpon saya dan nanyain apa saya memakai jilbab atau nggak. Dengan mantap saya jawab iya. Ternyata Mbak Endang juga memutuskan untuk mengenakan jilbab.
Sampai di kantor boss saya terkejut melihat saya mengenakan kerudung. Tapi dengan kenekatan saya yang berada di level tiga ratus enam puluh derajat segala ucapan dan komen saya abaikan. Begitu juga besok, besok dan besoknya lagi. Setelah tiga hari sudah tidak ada lagi komentar-komentar. Haaa… saya sudah mulai terbiasa.
Setelah bisa mengendalikan situasi maksudnya setelah saya terampil menjepit jilbab saya mulai mencoba cara-cara baru dalam penampilan jilbab. Saya bahkan sempat memakai jilbab seperti yang dilakukan oleh Inneke Koesherawati sampai-sampai adik saya bilang kalau saya seperti orang mau bunuh diri karena mengingkat kerudung di leher. Beberapa bulan kemudian saya mulai mengganti lagi model kerudung saya alasannya adalah karena agak ribet dan makan waktu lama di kamar mandi. Kali ini saya pilih yang simple saja.saya memakai kerudung ukuran s jadi nggak perlu diikat dan gak kebesaran. Pelan-pelan saya mengganti lagi ukuran kerudung menjadi lebih besar dan menutup dada.
Ahhh, semuanya berawal dari ucapan teman saya yang secara tidak sengaja telah membuat saya terpental dan merasa ketakutan luar biasa sehingga saya mengambil keputusan besar. Alhamdulillah sampai sekarang tidak ada sedikitpun penyesalan akibat dari keputusan ini.
Aku bersujud padamu Allah karena telah memberikan hidayahmu padaku.