Eramuslim.com – Dalam Bulan Ramadhan ini, kita sebagai umat muslim diwajibkan untuk menjalani ibadah puasa. NAmun, dalam menjalaninya, masih ada banyak kesalahpahaman di masyarakat ini.
Berikut adalah kesalahpahaman yang marak terjadi di Masyarakat Indonesia:
- Niat puasa tidak perlu dilafalkan, karena niat adalah amalan hati. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga tidak pernah mengajarkan lafal niat puasa. Menetapkan itikad di dalam hati bahwa esok hari akan berpuasa, ini sudah niat yang sah.
- Berpuasa namun tidak melaksanakan shalat fardhu adalah kesalahan fatal. Diantara juga perilaku sebagian orang yang makan sahur untuk berpuasa namun tidak bangun shalat shubuh. Karena dinukil bahwa para sahabat berijma tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, sehingga tidak ada faedahnya jika ia berpuasa jika statusnya kafir. Sebagian ulama berpendapat orang yang meninggalkan shalat tidak sampai kafir namun termasuk dosa besar, yang juga bisa membatalkan pahala puasa.
- Berbohong tidak membatalkan puasa, namun bisa jadi membatalkan atau mengurangi pahala puasa karena berbohong adalah perbuatan maksiat.
- Sebagian orang menahan diri melakukan perbuatan maksiat hingga datang waktu berbuka puasa. Padahal perbuatan maksiat tidak hanya terlarang dilakukan ketika berpuasa, bahkan terlarang juga setelah berbuka puasa dan juga terlarang dilakukan di luar bulan Ramadhan. Namun jika dilakukan ketika berpuasa selain berdosa juga dapat membatalkan pahala puasa walaupun tidak membatalkan puasanya.
- Hadits “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah” adalah hadits yang lemah. tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah. Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.
- Tidak ada hadits “berbukalah dengan yang manis“. Pernyataan yang tersebar di tengah masyarakat dengan bunyi demikian, bukanlah hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
- Tidak tepat mendahulukan berbuka dengan makanan manis ketika tidak ada kurma. Lebih salah lagi jika mendahulukan makanan manis padahal ada kurma. Yang sesuai sunnah Nabi adalah mendahulukan berbuka dengan kurma, jika tidak ada kurma maka dengan air minum. Adapun makanan manis sebagai tambahan saja, sehingga tetap didapatkan faidah makanan manis yaitu menguatkan fisik.
Dikutip dari: muslim.or.id