Ada beberapa hal yang sanggup membuat hatiku mudah menangis, Tuhan, Agama, Keluarga, Dosa, dan Palestina.
Namun saat ini kosakata itu betambah: Kemiskinan Ya, kemiskinan adalah satu kata yang sangat menyedihkan bagiku.. Semakin hari semakin kita melihat kemiskinan di mana- mana, kemiskinan yang semakin menjadi..
Dari yang hanya kesulitan, kekurangan, penuh keterbatasan hingga memang tak mempunyai apa-apa.
Pernahkan ke Jakarta naik kereta api? Cobalah sekali – kali naik kereta kelas bisnis, jangan naik eksekutif melulu. Pengalaman ini sungguh menyisahkan sesuatu yang dramtis bagiku, mungkin ini hanya sedikit dari banyak hal yang menggambarkan betapa beratnya beban kehidupan saat ini dan betapa kemiskinan itu menyelimuti.
Di kereta kita akan melihat begitu banyak pedagang asongan, yang dalam suhu panas, hilir mudik dalam kereta yang begitu sesak, membawa barang dagangannya, beruntung bagi yang barang dagangany a ringan, tapi bagaimana dengan yang berjualan air mineral, Ibu – Ibu yang berjualan pecel dengan cara membawa baskom besar yang ditumpukan di atas kepala? Semakin berat tentunya beban itu.
Pernah membayangkan berapakah keuntungan yang mereka dapatkan sepanjang hari dalam sesak tersebut? Tidak banyak, ,, yang pasti tidak lebih dari rata- rata uang saku seorang anak smu saat ini. Belum lagi kalau tidak laku. Pilu, , apalagi ketika membayangkan bahwa mereka adalah tumpuan keluarga dalam mencari nafkah, apa yang akan keluarga mereka makan jikalau keuntungan hari itu begitu sedikit, apalagi sampai tidak ada..
Suatu ketika saya pernah melihat seorang kakek yang masya Allah, , menurutku seharusnya pada usia dan kondisi tubuh yang lemah seperti itu seharusnya tengah berada di ketenangan hidup ber sua dengan cucu – cucunya, tapi apa yang dilakukan kakek itu? Ia justru berada di himpitan, bersesak-desakan dengan pedagang itu menjajakan dagangan.. lalu ke mana anak cucunya? Ya Allah, hati ini terenyuh sekali, , tidak banyak yang bisa dilakukan selain membeli dagangannya..
Sepanjang jalan kereta kesedihan yang terasa, rasanya ingin sekali membeli setiap dagangan yang lewat, apalagi kalau yang berjualan adalah orang tua yang paruh baya bahkan kakek-nenek atau anak – anak kecil….
Belum lagi ketika hampir sampai di stasiun, disepanjang pinggiran rel kereta kita akan melihat “rumah reot” yang jaraknya begitu dekat dengan rel, begitu kumuh, rumah yang dibangun hanya dari papan – papan tipis, triplek dan seng yang sudang usang.. hati ini sampai bertanya, siapakah dia yang sanggup untuk tinggal di dalam kekumuhan dan kebisingan itu?
Orang miskin! Itu adalah jawaban pasti, karena kemiskinan yang sanggup membuat tempat itu layak dikatakan sebagai rumah.
Kemiskinan yang mampu membuat sebuah kandang layak dijadikan rumah
Kemiskinan yang mampu membuat anak secerdas Lintang dalam Laskar pelangi berhenti sekolah.
Kemiskinanlah yang mampu menjadikan nasi basi layak untuk dijadikan santapan.
Kemiskinanlah yang membuat manusia menjadi terdorong untuk tega berbuat kejahatan.
Kemiskinanlah yang membuat banyak orang berhenti mengejar impian…
Sementara sebagian manusia lainnya hidup dalam gemerap kekayaan..