Tongkat menjadi sahabat sejati dalam hidupnya di usia senja. Postur tinggi dengan senyum kharismatik dan rambut putih bak tersiram salju dengan senyum yang teduh, menjadi profil tetap beliau di mata kami. Beliau adalah seorang sutradara film yang terdampar bertahun-tahun di negeri tirai besi.
Sebuah kisah unik menjadi titik awal kembalinya sang sutradara kepada Islam. Aku mengenalnya cukup dekat bahkan dapat merasakan pada setiap kalimat yang mengalir darinya, bagai irama sendu sebuah penyesalan dan rima yang bergerak lambat tentang kisahnya di Russia. Kisah unik kembalinya beliau pada keyakinan sejatinya berawal dari sebuah kain sarung.
Saat itu medio 93, ia mengunjungi sang adik yang menetap di Malaysia. Suatu ketika lamat-lamat beliau mendengar suara familiar yang lama tak didengarnya. Suara yang tiba-tiba saja menelisik kalbunya. Lalu dia bertanya pada sang adik “Apakah itu ….??” Belum selesai kalimat mengalir “Ya, itu suara adzan! Sekarang memang waktunya sholat Jum’at” cetus adiknya tiba-tiba sambil menyampirkan sehelai kain halus terbuat dari katun di bahu kanannya.
Seketika sang sutradara bagai tersedot ke dalam labirin waktu, masuk terhempas di titian sawah sebuah kampung bernama Kayu Tanam, Sumatera Barat. Suasana hening, ia diam dan tak bergeming. Lalu dia melihat seorang anak laki-laki muda berlari seperti mengejar mentari senja yang hendak kembali ke peraduannya. Anak itu berlari seiring suara adzan maghrib dengan kain tersampir di bahunya. Wajahnya menunjukkan kecemasan seolah takut tertinggal sholat berjama’ah di surau yang sekejap lagi dihelat. Sempat tergelincir di pematang sawah, namun segera bangkit lagi dan kembali berlari menuju riuh rendah suara teman-temannya yang terlebih dahulu tiba.
Tatapan mata sang sutradara nanar, tanpa sadar setetes embun bening jatuh di pipinya yang mulai menua. Sudah begitu lama dia tak pernah melakukan rutinitas suci itu. Bahkan keyakinannya sudah membeku bersama suhu di bawah nol derajat celcius. Telah lama dia hilang dari panggilan tersebut sejak kedatangannya menimba ilmu di Russia, menggapai karir di sana lalu menikah hingga mempunyai 3 orang anak. Dirinya tenggelam dalam kegiatan perfilman yang ditekuninya. Tak ingin kembali ke tanah air karena tak ada restu masuk dari pemerintah saat itu. Hingga dia memutuskan untuk menghabiskan hidupnya di negeri yang tak ramah tersebut.
Perasaan hangat pun mulai menjalar dari kepala hingga ujung kakinya saat dia melakukan gerakan ketawadhuan kepada Sang Khalik. Dahinya tersungkur dan menangis sedu sedan. Kerinduan yang begitu menyeruak di dada dan permohonan ampun pun teruntai dalam doanya.
Alhamdulillah dia telah kembali wahai Sang Pencipta….
Kembali pada tempat bernaung yang lama ditinggalkannya….
Kembali kepada fitrah kemanusiaannya….
Ya, Allah! Terimalah taubatnya dan berkahilah sisa hidup yang harus dijalani dalam kesendiriannya kini.
Salam rindu kami untukmu sang sutradara, Awal Uzhara.
Wassalam Ellina Supendy