Kematian Seorang Sahabat

Baru kemaren rasanya saya duduk bercengkrama dengannya. Baru beberapa hari yang lalu rasanya saya mendengarkan suaranya. Tapi waktu begitu cepat berlalu. Saya dikejutkan dengan berita kematiannya. Jiwa saya bergetar. Hati saya terkejut. Saya terdiam. Saya merasa tidak sanggup berkata apa-apa. Seakan kemaren saya menanyakan kapan ia akan menyelesaikan studi S2-nya. Dan seakan kemaren saya mendorongnya untuk menyegerakan menikah.

Tapi kematian telah lebih dulu merenggut nyawanya. Ia terbaring kaku. Tidak bisa berkata, mendengar dan merasakan kehadiran orang-orang disekitar dirinya.

Saya tidak menduga begitu cepat kematian datang menjemputnya. Saya seakan masih belum percaya dengan apa yang saya dengar, saya masih terdiam hanyut dalam kenangan-kenangan indah yang pernah saya lewati bersamanya.

Kini, semua harapannya telah hilang, keinginannya untuk menyelesaikan studi S2 tidak bisa lagi diwujudkan, harapannya untuk menikah selepas S2 telah lenyap. Kematian telah memutuskan semua harapan dan keinginan itu. Kematian seakan menjadi jembatan pemisah antara dirinya dengan dunia. Dunia telah ia tinggalkan untuk selama-lamanya. Ia tak akan pernah kembali lagi untuk selama-lamanya.

Ia adalah seorang sahabat dekat saya sejak satu tahun yang lalu. Ia saya kenal sebagai seorang pemilik senyum mesra. Seorang laki-laki yang mencintai ilmu dengan segenap jiwanya. Seorang pemuda yang telah menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu sehingga iapun rela untuk menunda pernikahannya.

Tidak hanya saya, tapi banyak orang yang kenal dengannya mengakui keluasan ilmunya. Kata-katanya penuh ilmu dan hikmah. Siapa yang mendengarkan pembicaraannya pasti akan berdecak kagum akan dalamnya samudera ilmu yang telah ia selami. Karenanya tak heran banyak mahasiswa yang meminta waktunya untuk belajar padanya. Iapun menjadi sumber ilmu dan kebaikan.
Hari-harinya dihabiskan untuk ilmu, tiada menit yang ia lewati melainkan ia curahkan untuk ilmu. Tidak ada kesibukan yang lebih mengisi waktunya kecuali pada ilmu.

Sejak satu setengah bulan yang lalu ia jatuh sakit. Pada awalnya sakit yang ia derita tidak parah, hanya demam ringan. Namun semakin hari kondisinya bertambah berat, sakitnya bertambah kronis hingga pada akhirnya teman-teman yang serumah dengannya membawanya ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif. Hari terus berjalan, keadaan belum menunjukkan harapan akan sembuh, sehingga pada hari Rabu sore, tanggal 28 Januari iapun menghembuskan nafas terakhir. Dan esoknya ia dishalatkan kemudian dikuburkan di Perkuburan 6 Oktober, Mesir.

Ketika ditanyakan pada orang tuanya di Bangladesh, apakah jenazahnya akan dibawa pulang, orang tuanya berkata, "Ia telah meninggalkan kami untuk pergi menuntut ilmu, biarlah ia dikuburkan di Mesir."
Akhi, semoga Allah Swt. menerima amal ibadahmu dan menempatkan dirimu di tempat yang mulia, amin.
* * *

Saudaraku, sesungguhnya hanya Allah Swt. yang maha kekal. Sedangkan kita dan semua makhluk akan binasa. Allah swt. telah berfirman :
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. " [Ali Imran : 185 ]

Dalam ayat lain Allah berfirman :
"Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." [Ar Rahman : 26-27]

Saudaraku, bayangkan ketika dirimu sedang berada di ranjang kematian, engkau sedang menunggu saat-saat ajalmu akan dijemput, saat-saat ruhmu akan meninggalkan jasadmu. Bayangkan disekelilingmu ada Ayah, Ibu, keluarga, dan sahabat-sahabatmu yang akan melepas kepergianmu untuk selamanya. Mereka larut dalam sedih dan tangisan yang tidak tertahankan.
Pada saat itu, apakah yang sedang terbayang olehmu? Tentu engkau akan teringat bekal yang akan engkau bawa, tentang dosa-dosa, tentang waktu yang telah engkau habiskan dalam hidupmu. Dan adakah penyesalan ketika itu berguna?
Mari kita sejenak merenung, mari kita membuka kembali lembaran masa lalu kita, mari kita buka satu persatu, kita teliti dengan penuh kecermatan.

Untuk apakah waktu yang Allah berikan selama ini kita gunakan? Untuk apakah kita habiskan? Apakah kita masuk pada golongan orang-orang yang selalu menjadikan setiap saat yang dilewati bernilai kebaikan? Ataukah sebaliknya? Bahwa selama ini kita telah banyak lalai dan lupa diri, hingga tanpa kita sadari, diri kita begitu jauh dari Allah, begitu jauh dari kebaikan dan kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk perkara yang sia-sia, untuk bermain dan berhura-hura.

Sadarkah kita bahwa kematian sesungguhnya sangat dekat, kematian tidak bisa ditunda, ia datang tanpa kita duga. Coba kita bayangkan, ketika kita masih asyik dengan kelalaian, ketika bergelimang dosa dan maksiat, ia datang menjemput kita, bisakah kita menolaknya, bisakah kita memintanya untuk diundur barang sehari, agar kita bisa bertobat dan berbuat baik, tentu tidak akan bisa. Lalu adakah penyesalan ketika itu bermanfaat? Adakah tangisan kita ketika itu berarti? Adakah deraian air mata darah ketika itu bisa menunda kematian barang satu menit? Lalu kenapa disaat kelapangan kita tidak berbuat baik? Kenapa kita tidak menggunakan kelapangan itu untuk meningkatkan ibadah, bersedekah, membaca Al Quran, berdzikir, meningkatkan iman dan amal ibadah lainnya? Kemana waktu luang kita selama ini dihabiskan? Kenapa baru menyesal ketika semuanya telah berakhir?

Dalam sebuah hadits yang sudah sering kita dengar Rasulullah Saw. bersabda : "Perbanyaklah mengingat pemusnah kelezatan (kematian)." [H.R An Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Majah]

Juga dalam sebuah hadits beliau bersabda ketika ditanya oleh seorang Anshar, "Siapakah mukmin yang cerdas? Beliau menjawab, "Orang yang paling banyak mengingat mati dan lebih baik persiapannya untuk setelah kematian, itulah yang cerdas." (H.R Ibnu Majah)

Seorang Ulama bernama Ad Daqaq pernah berkata, "Barangsiapa yang banyak mengingat mati, maka ia akan memperoleh tiga kebaikan : Selalu bersegera untuk bertobat, hati yang selalu qana`ah dan selalu bersemangat dalam beribadah. Dan barangsiapa yang lupa pada kematian akan tertimpa tiga hal : Selalu menunda-nunda untuk bertobat, tidak pernah merasa cukup/puas dengan apa yang dimiliki, dan malas untuk beribadah."

Saudaraku, dengan banyak mengingat mati akan membuat kita selalu berhati-hati dan mengontrol lidah dalam berbicara, selalu menjaga pandangan mata, pendengaran, gerak hati, gerak langkah kaki dan perbuatan kita.

Namun bila kita lalai, lupa diri, kita begitu sibuk dengan dunia yang hanya sementara ini dan mengabaikan akhirat, tentu masa hidup kita akan banyak habis untuk perkara yang sia-sia. Kehidupan dunia bila dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang tanpa batas tentu sungguh sangat pendek. Hidup kita di dunia hanya berkisar antara 60-70 tahun dan hanya sedikit yang melewati itu, sedang kehidupan akhirat bukan hanya satu hari, satu tahun, ribuan abad, tapi kekal selama-lamanya.

Saudaraku, semoga sepenggal kisah diatas dan sedikit perenungan yang kita lakukan dapat mendorong kita untuk senantiasa giat mempersiapkan diri menghadapi kematian yang telah ditetapkan untuk kita.

Kairo, 01/02/2009
[email protected]