Malam sudah semakin larut ketika travel yang kunaiki mulai menanjak gunung, tanda mulai meninggalkan Trenggalek dan memasuki kawasan perbatasan Kabupaten Ponorogo yang penuh tebing dan jurang. Penumpang travel yang lain sudah turun semua di Trenggalek tadi, artinya hanya tinggal aku dan sopir seorang. Namun dalam suasana jalanan berliku seperti inilah, justru kami mulai akrab.
Ia hanya seorang sopir travel, namun bukan berarti ia tak berpendidikan. Sebelumnya selama 15 tahun pernah ia menjadi seorang pegawai pabrik gula, bahkan dia yang menentukan apakah suatu kebun tebu sudah siap tebang atau tidak, apakah tebu ini layak masuk produksi atau tidak dll. Katakanlah ia setingkat seorang asisten manajer di pabrik tersebut.
Namun kata orang roda senantiasa berputar, ia memilih pensiun dini dengan niat akan membuka usaha dengan hasil uang pesangonnya. Diawal rencana berjalan mulus, ada kebun Tebu senilai 4 Milyar yang hendak ia beli secara mencicil dari hasil penjualan tebu-nya. Namun apa daya, ia justru ditipu, dan habislah seluruh uang pesangonnya. Menganggurlah ia dari tahun 2001. Ah saya tak bisa membayangkan rasanya menganggur sebegitu lama, terlebih ia sudah berkeluarga. Sempat beberapa kali ia ditawari pekerjaan, namun berujung gagal, hingga akhirnya baru sekitar 3 bulan lalu, ia diterima menjadi sopir. Ya sopir travel yang biasa aku naiki dari Malang – Ponorogo, dan ini adalah pekerjaan pertamanya setelah menganggur sekian lama.
Kondisi bos travel yang menurutnya cerewet, dan tak enak membuat banyak sopir di perusahaan tersebut tak betah. Rata-rata sopir hanya bertahan 1-2 bulan. Maka tak heran, baru 3 bulan ia bekerja sebagai sopir travel ia sudah menjadi sopir senior disana.
“Lha iya mas, biasane sopir kan 1-2 tahun baru disebut sopir senior, lah aku ini baru 3 bulan, udah jadi yang paling tua”, begitu ujarnya sambil tertawa.
Karena ia paling "senior", maka tak heran ia menjadi sopir kepercayaan bos-nya. Tak jarang ia dalam sehari pulang pergi mengantarkan penumpang. Ini Ponorogo Malang, sekali jalan 6 jam, belum putar-putar mengantarkan penumpang. Yang berarti terkadang dalam sehari ia menyetir selama 12-14 jam!! Maklum, diantara sopir-sopir lainnya, dia yang paling dipercaya, dan terlebih, dia yang paling stand-by siap dipanggil seetiap saat apabila ada penumpang.
Terlebih pernah beliau ini dalam dua hari sekaligus berturut-turut mengantarkan penumpang, itu artinya berangkat dari Malang pagi, sampai Ponorogo sore, langsung muter-muter ambil penumpang dan balik lagi ke Malang, dari Ponorogo sore, sampai Malang malam jam 9 (itu paling cepat) kalau agak ramai dan penumpangnya "macam-macam" bisa sampai jam 12 malam baru sampai garasi. Esok paginya, ia harus bersih-bersih mobil, lalu menjemput lagi, dan berangkat lagi. Kalau di total, setidaknya akan ada 21 jam ia berada di jalanan. Fiuh, aku tak bisa membayangkan shift bersambung seperti itu. Saya menyetir Malang Nganjuk yang "hanya" 4 jam saja, rasanya dah remuk tubuh ini, tapi beliau ini? 21 jam di perjalanan terus. Duh…!!
Maka tak heran ketika rekan-rekannya sesama sopir seringkali heran, "Mas, rahasianya biar gak capek tu gimana se mas?" .
Pak Sopir yang ternyata juga aktif di pengajian sebuah pesantren ini pun menjelaskan dengan bahasa sederhana, . "Saya jawab begini mas, pada mereka", ceritanya kepadaku.
"Caranya biar gak capek itu gampang, jalankan aja ilmunya gatotkaca", ujarnya singkat. Saya memang suka wayang, meski tak hafal dan begitu mengikuti, tapi kalau Gatotkaca, Tentu tahu lah. "Ilmu Gatotkaca?" tanyaku dalam hati… "semoga bukan ilmu klenik", gumamku lagi.
Bapak itu melanjutkan ceritanya, "Saya pernah ngantarkan orang, mungkin sepertinya seorang ustadz dari pondok Gontor. Sama beliau waktu itu saya ceritakan hal yang sama juga, tentang ilmu gatotkaca. Intinya sederhana,waktu itu saya ngobrol begini sama beliau.
‘Sampean tahu Gatotkaca pak?’
‘Iya tahu’, jawab si ustadz
‘Gatotkaca kan bisa terbang kan pak? menurut sampean apa Gatotkaca tu terbang sendiri? melayang-melayang sendiri?’
‘Ya nggak lah, dia bisa terbang karena ada Dalang yang mainin dia’
‘Nah ya gitu pak, ilmu Gatotkaca itu, biar terbang, biar kuat, kita harus mendekat, minta sama dalang kita agar menerbangkan kita. Begitu pula dengan kita pak, biar saya gak capek, ya caranya mendekat, minta kekuatan sama Dzat Yang Tidak Pernah Capek..’
Waktu orangnya turun, tangan saya disalami terus di ‘remet’ (remas) mas…," ujarnya menutup ceritanya tentang ilmu gatotkaca".
Dan begitu-lah rupany ilmu Gatotkaca,… Dan tanpa dijelaskan lebih jauh pun saya rasa, Anda sudah bisa menangkap maknanya.
Ya, karena kita semua adalah si Gatotkaca…maka agar kuat "terbang ke angkasa", mendekatlah, mintalah pada sang Dalang Semesta… Allah SWT agar Ia membantu kita "terbang", agar Dia senantiasa memberi kita kekuatan dalam setiap aktifitas. Saya jadi berpikir, jangan-jangan selama ini kita lebih suka mengandalkan seabrek obat suplemen pemulih energi, mulai jamu, STMJ, ginseng, akupuntur, pijat, sampai suplemen-suplemen lain, sementara yang beginian, malah lupa. Maka ya tak heran kalau hasilnya tak banyak berbeda, lah kita cuman ngandalin itu saja..
Tiba-tiba saya jadi teringat sms seorang sahabat saya dahulu, "jika kau merasa lemah, maka mendekatlah kepada Yang Maha Kuat", dan pak sopir ini pun memaknainya dengan bahasanya yang sederhana…. ilmu Gatotkaca.. Ya… karena kita semua adalah Gatotkaca
www.tts.web.id
Malang, 12 November 2009
Ketika masih terasa capek akibat bekerja