“Kalau halal, nanti kembali….”
Kata-kata itu selalu terngiang di hati ini. Kata-kata dari Ibu saya saat saya kehilangan sesuatu milik saya yang sangat berarti. Saat ini, di hari Minggu sore, saya telah melakukan “something stupid” tanpa saya sadari. Saya kehilangan dompet saya beserta isinya: uang yang tidak sedikit (karena habis dapat bonus dari kantor), 2 kartu ATM, 1 kartu KTM, KTP, STNK, kartu Jamsostek, dan kartu-kartu keanggotaan lainnya. Bagaimana bisa hilang? Tanpa niatan buruk, Kakak saya ingin meminjam motor saya beserta STNK saya di dalam dompet. Kalau SNTK saya dipinjam, saya seringkali lupa memintanya kembali, padahal kakak-kakak saya, satu tinggal di Jakarta Barat dan satu lagi sedang ditugaskan dan tinggal di Makasar. Entah mengapa, kakak saya itu membawa STNK saya sekaligus dompet beserta isinya lengkap.
Alhasil, jam 16.30, dia pulang dengan membawa kabar kalau dompet saya hilang terjatuh di jalan. Saya yang mendengarnya langsung berucap istighfar, dan… “Innalillahi… ”, “Allahuakbar”…. Semua “identitas” saya ada di situ. Saya melaporkan ke kantor Polisi dan memblokir kartu ATM saya. Otak saya sulit berpikir, air mata ini terus mengalir saja.
Saya berpikir kemudian, “apa saya kurang bersedekah?” sehingga semua ini teguran Allah untuk saya? Di rumah, saya menghitung-hitung “hak” orang lain itu yang telah saya keluarkan bulan ini. Ternyata, sama sekali tidak ada masalah. Berarti, harapan saya hanya satu: “Kalau halal, pasti kembali….”
Sebelumnya, saya pernah mengalami hal-hal serupa: milik saya yang berharga hilang. Saat SD, saya belum mempunyai tabungan untuk membeli apa-apa, penghapus “Stedler” saya yang “mahal”, hilang di sekolah. Saya pulang sambil menangis. Ibu saya menenangkan saya, sambil berkata “kalau halal, pasti kembali… ” Dua hari kemudian, penghapus itu kembali saya temukan (walaupun sepertinya habis dipakai orang).
Sewaktu kuliah, saya bekerja “part time” dan dari hasil kerja saya, saya membeli HP baru seharga Rp1. 500. 000, 00. Entah, saat di angkot di depan Mal Depok, ada tiga orang pencuri HP akan mengambil HP saya, saya istighfar, sambil berdoa “Ya, Allah, saya membelinya dengan uang halal. ” Kemudian, pencuri itu ketahuan dan HP saya kembali.
Saat teman saya memberi saya saputangan kucing dari Jepang sebagai hadiah, terjatuh di kampus dan saya mencarinya tiga hari tidak ketemu, saya ikhlas sambil berucap: kalau barang itu halal, pasti kembali. Keesokan harinya, Office Boy kampus, menghampiri saya untuk memberitahu kalau dia telah menemukannya. Sulit dimengerti di kampus yang luas itu. Alhamdulillah.
Hal-hal serupa juga terjadi untuk yang lainnya, bahkan untuk “orang” lho (maksudnya??). Allah memang hebat, sesuai janjinya. Allahuakbar, terima kasihku tak terhingga, Ya Rabb.
Sudah empat jam sejak kehilangan dompet itu, hati ini terus menangis sambil “menunggu” kabar. Saya membaca Al-Waqi’ah dan Yaasin supaya otak dan hati ini tenang. Semakin lama tidak ada kabar, hati ini pasrah, ikhlas. Hilang tidak apa-apa. Jika harus kehilangan semuanya, saya akan bekerja lagi dan mulai dari awal. Kepunyaan saya, toh, Allah yang memilikinya jua. Jika diambil untuk suatu “hikmah”, saya ikhlas karena memang tidak ada niatan buruk. Saya mulai memikirkan untuk mengurus semua surat-surat keesokan harinya. Bibir ini jadi tersenyum terus memikirkan apa yang sudah terjadi.
Jam 9 malam, Ibu sedikit berteriak memanggil saya yang sudah lelah dan hendak “menidurkan” pikiran saya. Rupanya, ada dua orang laki-laki yang menemukan dompet saya. Mereka mengembalikannya lengkap dengan isi-isinya. Alhamdulillah, Ya, Rabb. Satu janji lagi telah terpenuhi. Saya memberi uang saku kepada kedua orang laki-laki itu, tidak banyak hanya Rp50. 000, 00. Semoga Allah yang membalas mereka lebih dari saya.
Satu lagi yang saya pelajari dari kata-kata ibu saya: “kalau halal, pasti kembali….”Maafkan hamba-Mu, Ya, Rabb, karena telah melakukan banyak kesalahan tanpa disadari. Amin.
Depok, 13 Mei 2007