Penguasa penjara Turki, tidak lupa menempatkan informan di ruang yang ditempati oleh murid murid Syeikh Nursi, Turki di awal abad 20…
“Petugas Pos Kamil” begitu dia dipanggil, sedang melaksanakan wajib militernya sebagai polisi militer di Eskisehir saat dia ditunjuk sebagai informan tersebut. Suatu hari, Syeikh Nursi menyelipkan sepotong kertas dibawah poci yang berisikan pesan agar murid muridnya tidak bicara mengenai pemerintah karena dia yakin di antaranya ada seorang informan. Mengetahui hal itu “Petugas Pos Kamil” menjadi sangat terkesan dengan firasat Syeikh Nursi dan orang orang yang bersamanya.
Ketika petugas pos Kamil itu menjelang tua dan pada tahun 1985 dia mengisahkan hari hari di awal abad 20 itu, dia berkata , “ Saya sedang bertugas di penjara saat menerima berita yang mengejutkan : beberapa narapidana datang, dan mereka adalah para santri/ulama…beberapa hari kemudian syeikh Nursi datang, dan diikuti dibelakangnya santri santri lainnya, yakni murid muridnya.
Kamil di perintahkan menjadi informan bagi para pendatang baru itu, dia bergabung di tengah tengah mereka, berpura pura sedang menjalani hukuman karena kejahatan tertentu.
Dia melanjutkan, Di penjara Eskisehir, setiap orang menjadi akrab satu sama lainnya, karena mereka selalu diwajibkan sholat berjamaah, membaca Quran dan berdoa.
Mereka mengosongkan ruang penjara remaja dan menempatkan Nursi di sana. Murid muridnya ditempatkan di ruang yang lain. Penjara remaja itu cukup luas, dan syeikh Nursi menghuni seorang diri. Penguasa selalu menjelekkan kejelekan Syeikh Nursi pada kami, sehingga mau tidak mau saya terpengaruh oleh perkataan mereka.
Suatu hari saya menemui syeikh Nursi dan mencium tangannya. Dia orang tua yang suci, lemah, dan rambutnya panjang tak terurus, dan jenggotnya mulai melebat karena tak dicukur. Dengan tulus dia memeluk saya. Saya tersentuh mulai ada keharuan. Dia bercerita tentang hidupnya. Ujarnya ,”aku hanya ingin risalah nur itu, aku tidak akan berhenti menulis karyaku ini.” . saya sangat terharu dan tergugah oleh kata katanya yang singkat itu. Dalam hati , saya menyesalkan perlakuan tidak adil yang diterima manusia ini. Saya heran,”Mengapa mereka begitu menyusahkan orang tua ini?”.
Tanpa sepengetahuan yang lain, saya terus mengunjunginya. Suatu kali, Syeikh Nursi meletakkan dua jarinya di dahi saya sambil berkata,” Bertobatlah, berikan makanan untuk 60 orang dan tebuslah darah dengan uang.” Luar biasa. Saya tidak pernah bercerita kalau saya pernah membunuh orang, tapi dengan firasat mukminnya dia tahu apa yang telah saya lakukan…dia sungguh ulama yang luhur…
Saya tinggal bersama dengan murid murid Syeikh Nursi di satu ruang, jadi tentu saja saya memiliki hubungan yang dekat dengan mereka. Sulit memikirkan sesuatu yang lain di ruang sesak itu. Mereka hanya membicarakan hal hal yang bermanfaat, melaksanakan ibadah dan membaca al Quran. Ruang penjara yang gelap itu menjadi bersinar dengan cahaya al Quran. Setiap orang bangun pagi pagi, sholat subuh lalu tadarus al Quran. Usai sholat dhuha, doa khatam Quran di bacakan. Salah seorang santri yang bersuara merdu selalu menyanyikan nashid, dia membuat kami terpesona. Kemudian mereka mulai membaca al Quran lagi.
Dalam sehari, Al Quran di baca beberapa kali, orang orang itu terlindungi dengan membaca al Quran dan shalat. Itulah hari hari yang indah…penjara seperti masjid !.
Andai aku bisa seperti mereka…, ada sesuatu yang aku saksikan di penjara Eskisehir yang selalu terekam dalam benak saya selama 50 tahun ini, saya selalu berdoa untuk Almarhum Syeikh Nursi. Saya punya banyak makanan, tapi syeikh Nursi sudah merasa cukup dengan teh dan sedikit zaitun setiap harinya. Semoga rahmat Allah selalu bersamanya. Dan akhirnya…”Seberapa agung diriku bila dibandingkan mereka? Aku tidak tahu…” (Dz- Syeikh Nursi)