Senja mewarna jingga…
Satu persatu, kadang bergerombol beberapa orang, berjalan pelan menuju ke Masjid Fatimatuzahra. Sebuah masjid kampus besar di kota Purwokerto. Mereka berdatangan, biasanya selepas ashar tiba. Tak ada lain, mereka datang mengisi waktu menjelang buka puasa untuk mendengarkan dan berdiskusi seputar tema KeIslaman di masjid itu. Acara biasanya mulai dari jam 5 sore sampai maghrib tiba. Tak kurang dua ratusan anak-anak muda (mahasiswa) datang, kadang lebih.
Bagi mahasiswa, kajian di masjid itu menarik. Selain bisa belajar agama, juga bisa menikmati makan gratis yang disediakan oleh takmir masjid itu. Saya tak tahu darimana datangnya donatur. Yang pasti membutuhkan dana yang banyak untuk menyediakan minuman dan makanan bagi jamaah yang datang. Bagi para donatur yang sudah berbaik hati menyumbangkan dana untuk buka puasa, semoga Sang Khalik berkenan membalasnya dengan pahala dan tambahan limpahan rizki di dunia.
Ramadhan memang bulan sedekah, bulan solidaritas. Puasa mengajarkan tentang bagaimana kita mesti punya rasa kemanusiaan. Ketika berpuasa, selain menahan rasa lapar dan haus, sejatinya kita sedang belajar merasakan bagaimana hidup dalam kesederhaan, bahkan bisa jadi dalam penderitaan. Kita mungkin lapar sepagi sesiang, tapi makanan enak tetap bisa kita santap ketika buka tiba. Sedang, di sana, banyak orang yang terbiasa lapar sepanjang bulan. Artinya apa, kita mesti sadar bahwa hidup kita ini masih lebih baik karena tetap bisa makan dan minum cukup. Dan, rasa syukur mesti terlahir sesudahnya.
Rasa syukur ini bisa kita wujudkan dalam berbagai hal. Salah satunya adalah memberi. Ya, semangat memberi dan berbagi. Bukankah menjadi kepuasaan tersendiri ketika tangan kita di atas. Kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain dan mereka tersenyum sesudahnya. Sungguh, ini merupakan kenikmatan tersendiri. Misalnya, ketika orang-orang memberi Rp 200 kepada pengamen kecil, lantas kita memberinya Rp 1. 000 atau ketika ongkos becak Rp 3. 000 dan kita memberinya Rp 5. 000, kemudian sang pengamen dan abang becak itu tersenyum, bukankah ini sebuah kebahagiaan tersendiri.
Nah, bulan ramadhan ini salah satunya kita isi dengan kebajikan-kebajikan seperti itu. Tentu dengan sesuatu yang kita punyai. Pastikan dalam hati kita merasa kaya dengan apa yang kita miliki saat ini. Bukan untuk menyombongkan diri. Justru, rasa kaya ini diam-diam sebagai pemacu untuk kita berbagi, untuk kita saling membantu antar sesama. Tentu, sepanjang kita bisa, sepanjang kita mampu. Saling membantu, saling memberi tak akan mengurangi nilai materi yang kita punya. Justru semakin menambah rizki kita. Percayalah.
Di bulan ini, alangkah indahnya kita siapkan kado ramadhan untuk orang-orang yang kita cintai, orang-orang yang membutuhkan. Bayangkan saja, ketika kita butuh sesuatu dan orang memberikan kepada kita sesuatu yang kita butuhkan itu. Bagaimana rasanya, tentu akan senang sekali bukan. Begitulah, kita siapkan kado ramadhan kita sebagai kejutan untuk orang-orang yang benar-benar membutuhkan sesuatu. Kita berikan kejutan mereka dengan kado kita itu. Entah mereka keluarga, orang-orang kecil yang membutuhkan, teman atau sahabat-sahabat kita.
Sekali lagi, kado ramadhan itu perlu untuk membantu sesama dan menyenangkan orang-orang di sekitar kita. Tapi, bagaimana ketika kita sedang merasa tak punya apa-apa. Ya sudahlah, tak usah memaksakan diri, bantulah mereka dengan doa tulus kita. Seperti kata SMS yang dikirimkan oleh seorang teman tempo hari. “Persahabatan itu bukan ditentukan oleh banyaknya pertemuan, bukan pula pada manisnya kata-kata dibibir, namun, persahabatan itu terletak pada ingatan seseorang terhadap sahabatnya di dalam setiap doanya”.
Purwokerto, 22 September 2007.
http://penakayu. Blogspot. Com