Kamis malam tiga minggu lalu kaki ini untuk pertama kalinya menjejakkan diri di tanah negara singaputih Singapura, Setelah terbang dari jakarta menuju batam, dilanjutkan perjalanan laut dri pelabuhan Batam Center ke Harbourfront Singapura. Telah terlihat kilauan cahaya lampu gedung-gedung tinggi diseberang sana. Dalam hatiku bertanya seperti apakah negeri Singapura yang banyak dikatakan sebagai Israel-nya Asia.
Satu jam perjalanan dari Pelabuhan Batam Center menuju Harbourfront. Kapal Feri merapat, pemeriksaan terlewati. Seorang petugas berbahasa melayu memudahkan proses imigrasi. Kemudian kaki ini menuju pintu keluar pelabuhan. Dengan escalator menuju ke atas terus naik mengikuti tuntunan tanda exit. Tak lama kemudian tubuh ini telah keluar dari harbourfront. Alangkah kagetnya, “Subhanallah”, ternyata saya baru keluar dari sebuah mall megah yang dibawahnya adalah pelabuhan besar. Benar-benar detail dan terkonsep pelabuhan Harbourfront ini.
Di pinggir jalan kulihat antrian manusia, bukan menunggu bis tapi menunggu Taksi. Begitu teratur dan disiplin. Satu-satu mereka menaiki taksi. Aku terus melangkah ke pinggir jalan.
Tujuanku adalah Masjid Tumenggung, masjid milik kerajaan Malaysia untuk menemui teman yang siap menjemputku tepat di depan Pelabuhan Harbourfront atau Mall megah ini, entah apa yang harus disebut pelabuhan di dalam mall. Sekali lagi aku seperti seorang urban yang baru saja pergi ke kota besar. Padahal saya lahir di Jakarta yang disebut kota metropolitan. Jadi berpikir kalau jakarta adalah kota metropolitan, maka Singapore akan kusebut Super Metropolitan karena begitu teratur dan terkonsep.
Saya tidak akan bercerita tentang kota Singapura yang penuh dengan keta’atan penduduknya dengan sistem yang telah dibuat. Tetapi lebih kepada keberke sanan ketika melaksanakan Sholat Jumat di tiga masjid Singapura. Setiap Jumat teman selalu mengantar menuju masjid. yang terdekat adalah Masjid Tumenggong. Saya tergopoh menuju tempat wudhu, tetapi teman saya mengajak ke sebuah serambi di belakang masjid. Saya benar-benar tak tahu maksudnya.
“Kita makan dulu sebelum Jumatan.” Agak kaget sejenak, benarkah ada makan siang sebelum jumat di masjid ini. Lalu barisan meja dan bangku panjang dengan jamaah yang mengantri untuk makan siang kian memadati ruang tersebut. Saya berbisik ke teman, “Andai di Indonesia seperti ini pasti menjadi sarana dakwah yang luar biasa.” “Pastinya masjid akan ramai selalu dengan jamaah pastinya”, teman membalas bisikan saya. Melayu, India, Chinesse bersama melahap makan siang yang telah disediakan pengurus masjid.
Apakah masjid ini tidak bangkrut bila terus menyediakan makan siang seperti ini. Pertanyaanku terjawab saat pengurus masjid menyampaikan laporan keuangan amal masjid yang setiap minggu mendapatkan amal dari jamaah sampai kisaran S$3000-S$5000. Subhanallah jumlah yang fantastis. Keberkesananku dalam 3 Jumatan di masjid Singapura. Semoga Indonesia akan sama seperti masjid-masjid di Singapura. Amin.
Seusai sholat Jumat di Masjid Al-Makmur Woodlands Ave, Singapura.
http://ya2nya2n.multiply.com