Eramuslim.com – SUATU ketika terjadi perselisihan dan menyebabkan saling menjauh antara Muhammad Al-Hanafiyah dengan kakaknya Hasan bin Ali. Kemudian Muhammad Al-Hanafiyah menulis surat kepada Hasan sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah memberikan keutamaan kepada Anda melebihi diriku. Ibumu adalah Fathimah binti Muhammad bin Abdillah , sedangkan ibuku adalah wanita dari Bani Hanifah. Kakekmu dari jalur ibu adalah Rasulullah pilihan-Nya, sedang kakekku dari jalur ibu adalah Ja’far bin Qais.”
“Jika suratku ini sampai kepada Anda, saya berharap Anda berkenan datang kemari dan berdamai, agar Anda tetap lebih utama dariku dalam segala hal…” sesampainya surat tersebut, Hasan bergegas mendatangi rumahnya untuk menjalin perdamaian.
Siapakah gerangan pemuda yang santun, cerdas dan bijak yang bernama Muhammad Al-Hanafiyah ini?
Kita awali kisah ini dari detik-detik akhir kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya dalam “ Mereka Adalah Para Tabi’in ” menceritakan, suatu hari, Ali bin Abi Thalib duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya saya punya anak lagi setelah Anda tiada, bolehkah saya memberi nama anakku dengan nama Anda dan saya berikan kunyah (julukan) dengan kunyah Anda (yakni Abu Al-Qasim)?” Nabi bersabda, “Boleh.”
Waktu bergulir hingga akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan beberapa waktu kemudian disusul putrinya, Fathimah yang merupakan ibunda Hasan dan Husein.