The 3 A

Bulan puasa dan hari raya pada masa kecil, bagiku adalah kenangan terindah. Munggah kenduri setelah shalat Magrib, yang dilakukan di mushallah dan masjid-masjid untuk menyambut bulan Ramadhan yang kemudian bertaut dengan rangkaian shalat Isya dan berlanjut Taraweh (20 rakaat) dengan 3 rakaat Witir sebagai penutup.

Aku memang anak perempuan tapi aku lebih nyaman bermain dengan teman laki-laki. Nasi baskom berisi ikan bandeng, ayam, bihun, rengginang, beserta kue pasar lainnya di bawa ke masjid untuk di do’akan bersama dan moment yang paling aku suka saat membagikan bakakak (ayam bakar terlentang) karena akan tarik-tarikan dengan sesama kawan.

Aku suka menggerutu dan menangis kalau hanya kebagian ceker dari yang lain; dan teman kecilku AJUN tahu hal ini. Badannya yang besar dan tangannya yg cekatan juga tangkas dia selalu dapat bagian Bakakak yang besar, dia selalu menukar ayamnya dengan ikan bandengku.

Ternyata AJUN punya alergi kalau makan ayam, badanya gatal-gatal. Kasihan Ajun tapi Alhamdulillah aku jadi tidak hanya kebagian ceker. ….AJUN sahabat kecilku…orangtua kami bekerja di sebuah perusahaan minuman milik Belanda di kota Jakarta. Karena rumah kami bertetangga dan keluarganya baik kami seperti bersaudara saja.

Orang-orang kampung Tanah Merah mengira saya adiknya AJUN, karena kedekatan ini. Aku juga dekat dengan Aceng, adik Ajun. Kemana kami dan dengan siapa saja bermain kami selalu bertiga. Anak-anak gang sebelah selalu menyebut kami 3A Serangkai (Ani, Ajun & Aceng)

Masa kecilku dulu, gang –gang yang sekarang menjadi gang sempit dan becek itu dulunya adalah rawa-rawa. Kalau hujan deras kadang rawa itu meluap menumpahkan airnya sampai kehalaman rumah kami.

Dulu banyak sekali jeruk Bali (berkulit tebal) kami suka membuat mobil-mobilan dari kulit bali ini dan kami bertiga berlomba bermain CAR RACE di bawah guyuran hujan sebagai pengisi waktu ngabuburit.

Waktu itu belum mengerti aku minum air hujan karena hausnya bermain, berteriak-teriak, padahal aku dalam keadaan puasa. Dan berkumur sampai dalam pada saat berwudhu agar tidak merasa haus…Aceng sangat memperhatikan segala tindak tanduk aku. Nah hasil pemantauan Aceng ini dia laporkan ke guru ngaji dan orangtuaku.

Alhamdulillah orangtua dan guru ngajiku menyikapi kenakalan masa kecilku dengan bijak dengan mengarahkan aku untuk lebih baik lagi. Nasehat beliau, puasa ini bukan untuk siapa-siapa dan bukan untuk Allah yang Maha Kuasa. Allah Maha Kaya tidak membutuhkan apa-apa dari ummatnya. Puasa ini untuk yang menjalankannya.

Kita berlatih sabar selain menahan lapar dari waktu imsak hingga berbuka kita juga diwajibkan menahan hawa nafsu dari riya, amarah dan iri hati. Kita berlatih jujur, bila kita menelan air ketika berwudhu ataupun hujan-hujanan toh tiada yang tahu kalau kita menelan air.

Tapi Allah tahu kalau kita memperdayai diri kita sendiri. Jujur pada diri sendiri akan terefleksi saat kita berinteraksi dengan makhluk Allah lainnya. Kalau sulit mempecayai kawan, karena pada diri sendiri saja kita sering berdusta??

Tapi bila terlalu percayapun kita jadi kurang berhati-hati, dan terlalu percaya diri bahwa puasa kita pasti diterima tanpa mempelajari ilmu berpuasa sesuai tuntutan agama, akan membuat kita sombong dengan meludah disana sini tanpa memperhatikan estetika kesehatan, lidah terus bergosip ria dengan tetangga.

Jaman ku kecil bergosip ria harus face to face belom kenal kabel telpon , hanphone apalagi ef-be.

Dulu sepulang sekolah negeri kami sekolah agama di madrasah. Kalau puasa selepas shalat Ashar di Masjid Al Mukhlisin kami main sepeda di kantor Pos daerah Kota dekat museum Fatahilla keliling Pluit, muara baru, Tanah Pasir sampai DUG—DUG—DUG..di tanah Merah, rumah kami.

Biarpun aku sangat senang bermain diluar rumah, naik-naik pohon mangga, kelapa dan jambu air. Aku sempat jatuh dari pohon mangga sewaktu aku membungkus mangga-mangga muda sebelum tua agar tidak jatuh sia-sia malah diriku yang jatuh hingga membekaskan luka parut di betisku.

Kami bertiga sangat senang berlomba balap sepeda, aku sempat kecebur rawa, dan terbaret pecahan kaca. Wah kalau melihat kakiku seperti kaki VETERAN saja luka parut disana – sini. Karenanya setelah remaja aku sangat enggan memakai rok, selain karena tidak praktis sering terbang kalau ada angin juga teman-teman suka menggodai aku BETIS CENTENG.

Aku kecil lincah tidak bisa diam karenanya Emakku jarang membawaku ke pasar, alasannya suka ngilang…Kalau dipasar aku sangat senang berdiri dekat tukang kembang…hmmm wangiiii.

Kalau terpaksa tidak ada orang dirumah untuk menjagaku aku dibawa juga kepasar dan dititipkan ketukang kembang ini. Saat tukang kembang ini sudah ramai pembeli aku suka jalan-jalan melancong sendiri menghampiri penjual-penjual yang lain entah itu makanan ataupun mainan tanpa di sadari aku kehilangan arah untuk pulang.

Aku bukan anak cengeng, aku pasti menemukan jalan untuk pulang kerumah, karena aku tidak malu bertanya dan kawanku banyak yang berdomisili di Pasar Royal ini. Tapi Emakku kahwatir kalau anak perempuannya yang montok ini diculik orang dikira anak Cina yang kaya raya.

Padahal emak hanya penjual takjil yang untungnya habis dimakan anak-anaknya. Emak berjualan agar kami anak-anaknya tidak jajan diluar. Aku senang keluyuran main dengan teman tapi saat perut lapar pasti pulang ke rumah. Emak mendidik aku untuk tidak makan dan jajan di luar.

Kolak pacar cina, pisang dan kolang-kaling emak paling laris sekampung kami. Kerupuk mie dan opaknya paling kriuuuk dengan sambal kacangnya yang hmmmm nikmat tiada tara.

Asinan kol dan tauge yg bikin segar sangat disukai. Aku membantu menggelar lapak jualan emak di meja teras rumah. Biarpun kami berjualan, Alhamdulillah Emak, saya dan adik perempuan bisa menjalankan shalat secara berjamaah . Almarhum Abahku shalat berjamaah di Masjid.

Seperti anak-anak lainnya kami juga teraweh, AJUN & ACENG di deretan Shaf Abahku dan Babehnya di bawah. Kami wanita di lantai atas, adik perempuanku lebih suka dekat Emak dan Enyaknya Ajun Aceng.

Tapi aku lebih senang berkumpul dengan teman-temanku. Puasa, bagi kami adalah bulan kuliner. Dari kecil aku sudah punya uang sendiri hasil jualan kembang api atau membantu emak cuci piring dan melayani pembeli. Dan aku sangat royal, entah ada perasaan senang saja kalau aku traktir teman-teman.

Dua puluh tiga rakaat dan ceramah malam buat kami itu membosankan karenanya disela-sela rutinitas tahunan itu kami berkuliner ria makan siomay, suapau, sate Bulus (sate kulit). Tapi shalat tawareh di gang kami tertib tidak teriak2 ketika AAAMMMMIIIN. Kalau anak-anak lari-larian ya tetap ada yang jajan di jeda shalat dan kultum pun hingga aku dewasa masih ada.

Gang tempat tinggal kami memang dikenal sebagai CINA PERANAKAN atau campuran tangerang dan tionghua. D’ 3A (Ani, Ajun & Aceng) kami sama-sama anak hasil pernikahan campuran. Ayah kami harus keluar dari keluarga Tionghuanya demi menikahi gadis pribumi.

Ayah kami sama-sama mualaf yang mempelajari Islam setelah pernikahan ini. Karenanya sekalipun aku muslim kadang saat perayaan GONG CI’ FA CAI aku dapet ampau dan kue keranjang. Kadang aku suka ikut-kutan ke PETEKONG / templenya orang China di Bhuntek.

Awalnya kami jauh dari saudara karena ayahku yg berpindah agama, tapi rutinitas dipasar yang membuka toko SEMBAKO dan keluarga lainnya yang membuka toko Meubel bersebrangan dengan toko orangtua. Kami anak-anaknya tetap bermain bersama. Marah itu ya terkikis juga. Dan kami tetap besaudara.

Yang akibatnya perayaan Lebaran digangku terasa unik, setiap anak gadis yg belum menikah pasti dapat ampau sekalipun sudah menjadi TKI dan punya penghasilan sendiri tapi kalau belum menikah kami dianggap belum mandiri dan masih harus di supplay ampau….wah aku senang sekali diberi ampau oleh Cici-ciciku, Mpek dan Enci dari keluarga Abah.

Kue-kue istimewa untuk imlek ada juga menemani Kupat Lebaran dan Satenya. Begitupun ketika Imlek. Kami saling bertukar hantaran. Keponakan dan sepupu lainnya yang beda agamapun berbaju baru ketika lebaran tiba….seruuu apalagi bagi-bagi Te Ha eR dengan para karyawan…senangnya.

Lebaran toko harus tutup beberapa hari karena untuk acara silaturrahmi dengan keluarga Emak di BANTEN. Malam takbir aku dan teman2 bertakbir di Masjid. Memukul beduk dan mengumandangkan gema takbir dengan pengeras suara dari surau…..rameee sekali sampai pagi aku terbangun??? Hah????????? Kok aku ada dikamarku??

Ohh rupanya aku yang tertidur di masjid harus dibopong oleh Abah untuk ditidurkan dirumah. Ada tradisi unik setelah shalat Eid di tanah lapangan, sungkeman dengan para sesepuh. Kami berkumpul di rumah inti. Rumah Nenek. Emak mencuci kaki Nenek dengan air kobokan lalu airnya ini diminum dan untuk mencuci muka Emak.

Aku sempat nanya kenapa Emak melakukan ini? Kata beliau ini hanya symbol anak yang soleh harus turut nasehat orangtua, merawatnya ketika sudah tua dan mendoakannya sampai Ajal menjemputnya. Karena ridho Allah ada pada ridho nya orang tua. Surga ada di telapak kaki ibu.

Seminggu aku berpisah dari AJUN & ACENGku untuk liburan silaturrahmi. Kangen juga aku dengan teman2ku. Rupanya mereka belum kembali dari Jasinga Bogor tempat neneknya. Aku membantu Abah berjualan di TOKO, toko-toko yang lain masih tutup begitu juga tempatnya bekerja masih libur seminggu lagi.

Untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dan pendidikan kami orangtuaku bekerja keras. Bekerja di pabrik, jualan di pasar dan diteras rumah. Alhamdulillah hingga kami memiliki beberapa rumah kontrakan.

Kami lebih dulu balik ke Jakarta selain untuk alasan keamanan juga amanah dari beberapa tetangga yang menitipkan rumah dan tokonya pada kami. Almarhum Abah memang dikenal sebagai orang Jujur dan Royal karena nya banyak yang menyukainya.

Akhirnya berjumpa juga dengan Ajun dan Aceng, kalau sudah kumpul begini kami menghitung ampau yang kami peroleh….siapa yang terbanyak dia yang berhak memutuskan kemana hasil perolehan ampau ini kami salurkan? Biasanya 50 % untuk Sedekah dan Infak, 20% lainya kami hura-hura dengan teman-teman lainya, 30% kami buat modal jualan.

Kami bertiga jualan es dan pastel di sekolah. Kami melakukannya sebagai hobby. Alhamdulillah kami tidak kekurangan, tapi dengan berjualan kami jadi banyak teman dan bisa menolong teman yang tidak punya uang saku untuk jajan.

Kullu nafsin daikatil mauut. Naas Aceng harus menemui ajalnya setelah terbaring beberapa lama di rumah sakit akibat melenanya. Aku sangat kehilangan Aceng yang lucu dan jahil. Memang masih ada Ajun…tapi Ajunpun harus bepisah karena mengikuti orangtuanya yang hijrah ke kota lain.

Tinggal lah aku & adik perempuanku bermain dengan teman lain. Teman yang lain baik tapi tidak seistimewa Ajun dan Aceng.

Waktu berlalu begitu cepat tak terasa usiaku seperempat abad lebih, adikku sudah menjadi seorang ibu. Yang kuperhatikan dari pendidikan anak-anak masa kini.

Anak-anak sekarang seperti buah mangga yang masak karena di karbit; kuning menggoda tapi pahit rasanya. Subhanallah mereka memang super kritis, sangat cepat menerima infomasi. Tapi kalau tidak hati-hati mudah terkena trap NARKOBA.

Kalau dulu sewaktu aku kecil, sudah dipelototi Abah aku sudah takutnya bukan main. Pulang kerumah setelah magrib, telingaku pasti di jewer. Kalau tidak mau shalat dan mengaji, Emak pasti mencubit dan memukul aku.

Tapi keponakanku?? Waktu Adzan magrib aku sedang asyik menonton program TV, kubilang Fi…sana ke mushallah shalat berjamaah sama Om…apa jawabnya? Bunda suruh orang shalat bunda sendiri sibuk nonton TV?? Hah???

Dia membalas perintahku???Astaghfirullah tapi jujur juga anak ini. Sejak saat itu kami dirumah lebih suka mencontohkan dengan tindakan dari pada kata-kata…Anak sekarang pandai membalas kata dan perintah.

Sebagai TKI yang pulang setahun sekali pasti senang sekali mendengar kabar sobat kecil kan bertemu kembali. Hari itu aku menerima telpon kalau AJUN yang juga seorang ayah dari lima orang anaknya akan menyambangi kami.

Menu istimewa kami sediakan…wah sungguh liburan yang mengesankan lama kami berpisah bertemu kembali dengan keadaan yang lebih baik. Istri Ajun cantik sekali. Dan anak-anaknya lucu-lucu. Aku jadi bahagia sempat menjadi sobat kecilnya. AJUN sudah menjadi pengusaha sukses di Tangerang.

Dia mengajakku untuk berkongsi dan segera berhenti jadi TKI…kubilang dengan santainya nantilah kalau aku sudah ketemu Tokeh (=Bos) gurau ku. Ajun yg memang suka becanda menimpali gurau-anku mana ada Tokek (=hewan melata) di Arab kalau onta pasti banyak.

InsyaAllah JUN aku sedang mempersiapkannya. Itu saja janjiku pada AJUN yang entah kapan akan terbukti. JUN akupun ingin jadi pengusaha seperti dirimu.

Semoga hidayah entrepreneurship segera menyadarkan ku untuk memajukan diri dari TKI ke pemilik kedai pribadi…Aamin.