Jatuh cinta??? Kata-kata itu tidak asing lagi bagi para remaja saat ini. Mereka yang baru baligh, memliki rasa ingin tahu yang amat tinggi. Terlebih dengan lawan jenis yang hakikatnya bebeda fisiknya dengan dirinya sendiri. Gelora syahwat yang mulai muncul akibat rangsangan dari luar, akan berbahaya jika dikeluarkan di tempat yang tidak semestinya.
Awalnya hanya bertemu dan kemudian saling berpandangan. Sesampainya di rumah, hati pun gelisah. Rasa ingin tahu tidak bisa dikendalikan lagi dan ingin mencari tahu siapa sebenanrnya sosok orang yang menarik perhatian tadi. Berta’ruf pun menjadi jalan yang di tempuh dalam meluapkan rasa keingintahuan tadi. Setelah dekat, akhirnya pun saling berucap janji untuk menjadi pasangan kekasih yang setia. Dan ketika ditanya mengapa pacaran? Kan tidak sesuai dengan Islam? Mereka dengan polosnya menjawab, “kita sudah saling cinta, dan akan berpacaran secara sehat kok. Nggak akan macam-macam.” Jawaban seperti ini banyak dilontarkan para remaja kita. Dan sebagian besar dari mereka, hanya ucapan belaka. Sesehat-sehatnya orang yang berpacaran, tetap saja akan berbuat “kelewatan” dan tentunya melanggar hukum syara’.
Inilah gambaran kecil perilaku para remaja muslim saat ini. Anggapan mereka bahwa pacaran boleh-boleh saja asal tidak melanggar peraturan. Memang aktivitas seperti apakah dahulu yang disebut sebagai pacaran itu. Jika pacaran diartikan ta’aruf untuk mencari seorang istri, tidak masalah. Tetapi jika pacaran itu diartikan hubungan dekat dengan lawan jenis dan bukan mahromnya, itulah yang melanggar aturan islam. Ada yang mengelak lagi,”kita pacarannya cuma smsan kok. Nggak pernah ketemu.” Mungkin sekilas benar, tetapi dengan smsan seseorang akan membayangkan orang yang di ajak smsan itu, dan lama-kelaman ingin bertemu. Padahal Rosul telah bessabda: “Janganlah ada di antara kalian yang berkhalwat dengan seorang wanita kecuali dengan mahram.” (HR. Bukhari dan Muslim). Walaupun kenyataannya tidak berduaan, tetapi dengan dibantu teknolgi, smsan atau telfon tidak berbeda jauh dengan bertemu tatap muka. Jika berkomunikasinya berkempentingan dan tidak melanggar hukum syara, itu yang di perbolehkan dalam islam.
Yang lebih menyedihkan lagi adalah mereka yang menganggap pacaran seperti apapun boleh-boleh saja. “Kalau tidak pacaran, maka tidak gaul.” Banyak yang melontarkan kata-kata itu. Walaupun mereka sudah diberi tahu akibat dari hubungan dekat dengan lawan jenis yang bukan mahromnya, mereka malah menyangkal “hidup-hidup guwe, terserah guwe dong.” Inilah paham kebebasan yang telah merasuki pikiran umat muslim yang disebarkan oleh kaum barat. Kaum kafir yang dari zaman Rosul sudah tidak senang terhadap umat muslim, saat ini sudah berhasil menaklukan umat muslim. Bukan dengan cara peperangan. Karena umat islam jika diperangi mereka malah bertambah kuat. Tetapi dengan cara halus yaitu membuat umat muslim benci dengan kemusliman mereka sendiri. Kaum kafir yang saat ini menguasai sebagian besar centra kehidupan di seluruh dunia, bisa dengan mudah mengntrol pergerakan yang tidak sesuai dengan tujuan mereka. Salah satunya dengan menyebarkan paham liberalisme dan kapitalisme. Kaum kafir yang juga menguasai media, membuat standar kehidupan yang sesuai dengan keinginan mereka. Terlebih lagi mereka bertujuan untuk menghancurkan umat islam. Allah berfirman: “Dan orang-orang Yahudi dan Nasharani tidak akan rela terhadap dirimu sampai dirimu mengikuti agama mereka.” [Al Baqarah: 120].
Kaum kafir juga membuat standar yang namanya “cinta.” Mereka mencekoki umat muslim arti cinta menurut mereka. Mereka membuat standar bahwa cinta adalah jika hati bergejolak penuh syahwat dengan lawan jenisnya. Dan mereka mencontohkan dengan aktivitas pacaran. Pacaran yang dicontohkannya ialah aktiviatas yang berbau seksual dan pacaran ini untuk memenuhi kebutuhan syahwat. Sehingga anak remaja muslim saat ini tidak sedikit yang meniru dan terjerumus jebakan kaum kafir, sehingga masa depan mereka pun hancur oleh kenikmatan semua dunia.
Kalau di telaah lagi, makna cinta yang sebenanya adalah bagaimana seseorang itu berkorban dengan apa yang dia punya untuk sesuatu yang dicintainya. Jika kita mencintai ibu kita, maka kita akan menuruti segala hal apa yang diperintahkan oleh ibu kita. Ini sama halnya dengan cinta kita terhadap Allah dan Rosul kita. Apa yang dipertintahkan oleh Allah, apa yang dilarangNya, apa yang di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW, maka kita harus melakukannya. Kerana cinta kepada Allah adalah cinta yang tertinggi. Jika kita benar-benar mencintai Allah, maka hendaknya kita harus memberi segala sesuatu yang kita punya untuk dikorbankan kepada Allah SWT. lantas apakah keuntungan buat kita, jika kita cinta mati terhadap Allah SWT.? Tentunya kita akan mendapat ganjaran tertinggi, yaitu surganya Allah SWT.
“Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imraan: 31)
Muhamad Nur Irfan <[email protected]>