Syekh Abdul Hamid Al Hilali menasehati kita bahwa Tidak ada seorang pun melainkan ia pasti akan mendapatkan bagian dari ujian, baik bertambah ataupun berkurang menurut kadar keimanannya.
Para nabi adalah manusia yang paling banyak mendapat ujian, diiikuti kemudian oleh orang terbaik setelah nabi dan seterusnya. Orang mukmin mendapat ujian lebih besar daripada orang kafir karena beberapa pertimbangan , diantaranya untuk mengetahui siapa yang jujur dan siapa yang bohong. Sebagaimana yang telah difirmankanNya di dalam surat Al Ankabut :
“Alif –lam-mim. Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan “ Kami telah beriman” sedangkan mereka tidak diuji lagi (Al Ankabut :1-2)
Pada kenyataannya derita yang diakibatkan oleh suatu musibah berbeda-beda tingkatannya. Sebenarnya perbedaan ini terjadi karena perbedaan kadar keimanan seseorang dibanding dengan orang lainnya. Hal inilah yang sering tidak dimengerti oleh banyak orang, yaitu bahwa derita suatu musibah akan bertambah berat manakala orang yang ditimpa musibah itu lupa kepada Allah yang mampu memebebaskan penderitaannya . Sebaliknya ia malah bergantung kepada sesama makhluk sepenuh hati dan pengharapannya. Padahal makhluk ini juga adalah lemah dan pasti membutuhkan campur tangan Allah dalam segala sisinya. Sementara Allah Maha Kuasa, Maha Pemberi Rezeki dan Maha berkehendak atas makhlukNya.
Berat ringannya derita musibah yang dirasakan itu tergantung sejauh mana kealpaan manusia kepada Dzat yang Maha Kuasa untuk membebaskan manusia dari derita itu . Para Nabi adalah orang yang paling beriman dan paling bergantung kepada Allah SWT serta yakin kepada kekuasaanNya untuk menghilangkan musibah itu. Karena itu mereka adalah orang yang paling ringan hatinya dan lapang dalam merasakan penderitaan suatu musibah.
(Disadur dari “ Semua pasti ada hikmahnya”, Al Mahira 2006)