Taiwan. Sebuah negara pulau dengan penduduk muslim lokal sebagai penduduk minoritas, tetapi menjadi salah satu tujuan favorit para saudara-saudari BMI (buruh migran Indonesia) kita untuk dijadikan tempat mengais rejeki. Pertama menginjakkan kaki ke Taiwan di kota Taipei, enggan rasanya mengungkapkan kesan dan perasaan terhadap ibukota negeri pulau Formosa ini. Ada sisi baik, juga ada sisi kurang baik.
Mulai dari sinilah dakwah dengan BMI dan terhadap mereka sendiri (para BMI) inilah aku mulai. Diawali dari cerita dari seorang ayah dari seorang mahasiswa nonmuslim Indonesia yang berprofesi sebagai seorang pendeta misionaris yang sangat aktif, aku didengarkan berbagai cerita pemurtadan dengan segala cara. Salah duanya adalah dengan mengenalkan kehidupan fre-sex, dan kawin silang lintas agama dengan harapan pasangan muslim harus berpindah aqidah.
Banyak jalan menuju Roma. Ya, dengan membuat perangkap iming-iming kehidupan yang lebih terjamin secara materi dengan cara dinikahkan dengan orang non-muslim dari benua Afrika (salah satu cara), seorang buruh migran wanita Indonesia dengan mudah mengkonversi aqidahnya. Sebegitu mudah aqidah Islam tergadaikan! Mendengar cerita dari saudari-saudari kita yang katanya penyumbang devisa terbesar tanah air, bahkan tidak tertutup kemungkinan masih banyak lagi saudari-saudari seiman yang mengalami nasib serupa.
Disisi lain, Alhamdulillah, setelah ditunjukkan masjid, ternyata masih banyak saudara-saudari kita yang dengan tidak mudah tergiur dengan berbagai perangkap jebakan pemurtadan melalui berbagai iming-iming dan berbagai ujian. Dari mereka ada yang dilecehkan majikan, ada yang direndahkan martabat oleh mandor pabrik, ada yang dilarang berpuasa, ada yang dilarang sholat, ada juga yang dipaksa makan babi dan minum khomr. Tetapi mereka tetap tegar dan dengan izin Allah berani meluruskan dan melalui cobaan-cobaan tersebut. Subhanallah, di tengah lingkungan yang sama sekali tidak mendukung aqidah kita, mereka masih dilindungi Allah. Betul-betul suatu perjuangan (jihad) yang tidak mudah untuk dilakukan. Nyawa adalah taruhan mereka. Tidak hanya nyawa mereka sendiri, bahkan nyawa para anggota keluarga yang mereka nafkahi adalah taruhan jihad fi sabilillah.
Mereka yang terlibat aktif dalam setiap aktifitas akhir pekan di masjid-masjid yang tersebar di hampir seluruh Taiwan (hanya ada 6 masjid di Taiwan, dan 2 di antaranya bernasib hidup segan mati tak mau, yakni belum terlaksananya sholat lima waktu secara penuh di kedua masjid tersebut), mereka kerap menggelar pengajian atau tabligh atau ta’lim akbar dengan mendatangkan pembicara dari Indonesia.
Di penghujung 2005, di Chungli. Teman-teman yang tergabung dalam organisasi muslim setempat yang mereka coba untuk tumbuh kembangkan, mereka mencoba mengadakan kajian akbar dengan mendatangkan ustad terkenal dari Indonesia. Oleh sebab mereka ’orang baru’ dalam berorganisasi, ’penumpang gelap’ atau ’penyusup’ dengan berkedok menawarkan bantuan untuk memfasilitasi acara kajian akbar, dapat dengan mudahnya memporak-porandakan harapan saudara-saudara kita di Chungli pada saat itu.
Mereka mengendalikan jalannya acara yang pada awalnya sudah disiapkan oleh saudara-saudara kita sebelumnya. Para ’penyusup’ ini mendatangkan pendeta di acara kajian Islam akbar! Astaghfirullah… Yang lebih menyakitkan hati, ketika aku saksikan para jamaah yang datang dengan histeris kecewa terhadap pergelaran kajian akbar tersebut. Di antara mereka bahkan ada yang pingsan karena tak kuasa menahan pedih. Mereka berharap mendapat siraman rohani yang amat jarang bisa mereka peroleh di Taiwan, malah dipaksa mendengar ’dakwah’ pendeta. Saudaraku, engkau DIZALIMI!!!!
Berangkat dari pengalaman tersebut, di waktu berikutnya saudara-saudara kita dapat dengan besar hati melakukan perbaikan, dan alhamdulillah mereka mampu menggelar kajian akbar dari-oleh-untuk mereka sendiri tanpa intervensi ’penumpang gelap’.
Hari ini, 06 April 2008, di Hsinchu. Tanpa atau dengan kehadiran ’penyusup’ pembodohan ummat yang tak lain adalah saudara-saudari kita sendiri, terulang kembali!! Dengan dalih mantan pemusik cadas yang telah insaf diundang sebagai pembicara dalam acara Talkshow, mereka para panitia dengan leluasanya menampilkan berbagai budaya ’maksiat’. Hal serupa di Chungli beberapa tahun sebelumnya terjadi lagi. Mari kita bersama-sama beristighfar, mendoakan para saudara-saudari kita di Hsinchu dan sekitarnya untuk memohon ampun dan kembali kepada Allah, SWT.
JANGAN KAU ZALIMI LAGI SAUDARAMU!!
Dari hamba dhoif yang merasa sakit melihat saudaranya dizalimi.