oleh : Zulfikar S. Dharmawan Mungkin kita sering melihat film fiksi ilmiah dimana terdapat makhluk yang menyerupai manusia tapi bukan manusia, yang lebih dikenal dengan robot manusia. Secara sepintas memang robot itu seperti manusia. Mereka memiliki mata, telinga, mulut, dan berbagai indera lain sama halnya seperti manusia. Dimana walupun secara fisik berbeda, alat indera itu secara fungsionalitas memiliki kesamaan dengan yang dimiliki manusia.
Robot itu merupakan salah satu kreasi manusia. Tujuannya adalah bagaimana agar hidup ini dapat lebih dipermudah dengan mendelegasikan pekerjaan yang rutin maupun pekerjaan yang seharusnya tidak dikerjakan manusia. Sebagai hasil kreasi manusia, robot akan selalu mengikuti perintah yang membuatnya. Robot bisa diberdayagunakan di pabrik mobil untuk merakit komponen. Robot itu juga bisa digunakan untuk mengoperasikan tugas-tugas tertentu yang beresiko tinggi, misalnya mengendalikan reaktor nuklir. Sampai mungkin suatu saat kita bisa melihat robot bisa dijadikan sebagai angkatan bersenjata sebagaimana kita lihat di film-film fiksi ilmiah.
Saat ini bahkan sudah dibuat robot yang mempunyai kemampuan untuk menambah pengetahuannya sendiri. Inilah yang disebut sebagai Artificial Intelligence (AI). Dengan AI, robot itu seakan-akan mempunyai kemampuan berpikir sendiri. Bahkan kini sudah ada emosi buatan disebut artificial emotion, dimana robot akan mempunyai kemampuan untuk beremosi, sebagai respon atas suatu kejadian. Sehingga pada suatu saat, pengetahuan robot itu bisa saja melebihi manusia yang membuatnya dan merespon berdasarkan emosi. Sampai pada tahap tertentu nantinya bisa saja robot akan mengatakan ‘tidak’ terhadap manusia pembuatnya.
Alhamdulillah, kita adalah manusia. Kita bukan robot yang selalu menjalankan tugas-tugas yang rutin. Tidak seperti robot, kita bisa saja istirahat dari segala aktivitas kita. Tidak seperti robot, kecerdasan yang ada pada diri kita bukanlah buatan tapi merupakan kecerdasan yang sebenar-benarnya. Tidak seperti robot, emosi yang ada pada diri kita juga merupakan emosi yang memang tidak bisa ditebak keadaannya, karena memang itulah sifat dari emosi. Itu semua telah diberikan oleh Allah, sang Maha pencipta.
Walaupun demikian, sama halnya seperti robot. Dalam kehidupan sehari-hari kita terjebak dalam keadaan yang memaksa kita berperilaku seperti robot. Selain itu terkadang kecerdasan yang ada pada diri kita ini digunakan untuk berpikir dan menghimpun pengetahuan yang tidak membuat kita semakin mendekatkan diri kepada Allah, tetapi justru semakin menjauhkan kita dari Allah. Kita justru akan mengatakan ‘tidak’ kepada Allah, pencipta kita sendiri. Sampai-sampai kita merasa orang yang paling pintar di dunia ini dan berlaku sombong. Padahal kecerdasan yang kita miliki hanyalah bagian kecil saja dari seluruh ilmu Allah. Sebagaimana firman Allah: “Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Allah, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Allah, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)” (Quran Surat Al-Kahfi:109).
Beruntung bagi kita manusia yang diberikan sisi lain yang tidak mungkin ada pada robot, yaitu sisi spiritual. Sisi spiritual itulah yang memungkinkan kita untuk selalu mengingat-Nya. Bersyukurlah kita yang tetap menjaga sisi spiritual kita, karena inilah yang membedakan kita dengan robot-robot. Karenanya jika kita tidak ingin dikatakan sebagai robot, ingatlah selalu kepada Allah dengan dzikir dan bersyukur kepada-Nya agar kita bisa menjadi manusia yang sebenarnya.
“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Quran Surat At-Tin 1-4).
Wallaahu’alam bishshawab