Setiap hari aku merasakan hangatnya cinta dan kasih sayangnya. Setiap pagi aku mendengar panggilannya yang lembut. Aku hidup bahagia dalam pelukan cinta dan perhatiannya.
Ia tak pernah melukai hatiku, walau terkadang tanpa kusadari telah membuat hatinya terluka. Tapi goretan luka itu tak pernah ku lihat membekas dalam pancaran matanya yang penuh kasih sayang, dalam untaian kata katanya yang sopan dan dalam genangan air mukanya yang selalu jernih.
Tak heran bila aku tak sanggup lama lama berjauhan darinya. Tak heran bila aku merasa sulit untuk berlepas darinya.
Siapakah ia…?
Siapa lagi kalau bukan seorang wanita yang telah menyerahkan pengabdian hidupnya padaku. Seorang manusia yang dengan rela menerima segala kekurangan dan kelemahanku. Seorang wanita yang akan melahirkan untukku pejuang pejuang agama yang akan kudidik dengan tanganku.
Ia adalah isteriku tercinta yang telah kunikahi sejak 3 tahun yang silam. Kami menikah dalam usia yang masih muda. Umurku berjarak 4 tahun lebih tua darinya. Saat ini aku masih kuliah begitu juga dengan dirinya.
Dahulu, ketika melamarnya ada rasa bimbang yang bergantungan di taman hatiku. Apakah wanita yang kupilih dan kurasakan kemantapan setelah istikharah akan dapat membahagiakan diriku? Pertanyaan ini sering muncul dalam benakku.
Wajar memang karena ia masih kecil, belum memiliki bekal yang cukup untuk menyandang title sebagai seorang isteri dan ibu rumah tangga. Apalagi jiwa mudanya masih ingin berpetualang di arena kehidupan. Ingin terbang ke seluruh tempat, menyusuri lorong lorong waktu dengan membawa keinginan keinginan yang dinyanyikan jiwanya.
Tapi, semuanya kurasakan berubah setelah menikah. Apa yang aku khawatirkan dahulunya sangat jauh dari yang kudapatkan. Aku tidak pernah merasa terbebani dengan pernikahan. Aku semakin bahagia, hidupku semakin lebih terarah. Aku menjadi lebih bersemangat mewujudkan masa depan. Aku menemukan sebuah ketenangan yang selama ini kucari, sebuah kasih sayang tulus, sebuah belaian cinta yang lembut, sebuah ombak ombak kemesraan yang selalu bergerak dalam jiwaku.
Isteriku pandai menyenangkan hatiku. Ia pandai menghiburku. Aku tahu ia belum sempurna. Tapi hal itu terasa tak bermasalah bagiku.
Aku merasakan teguran lembutnya sudah cukup memberiku semangat, aku merasakan perhatian yang ia berikan sudah cukup memberiku kekuatan untuk menghadapi segala persoalan hidup. Aku pun merasa ringan ketika ia begitu sabar dengan segala keterbatasan dan kekurangan diriku.
Aku sangat bersyukur pada Allah yang telah mempertemukan kami. Semoga ini akan kekal hingga ke akhirat nanti.
Amin