Ramadhan sudah memasuki fase injury time. Tinggal menyisakan hitungan hari-hari penghabisan. Waktu yang sangat menentukan hasil akhir. Seperti permainan sepakbola, jika di saat tersebut lengah, kemenangan yang sudah di depan mata bisa terlepas. Bisa jadi, karena stamina yang tidak menunjang. Akhirnya, kekalahan yang didapatkan. Dalam permainan sepakbola, tim yang mempunyai stamina tangguh, akan tetap bersemangat untuk bermain tanpa putus asa hingga peluit panjang dibunyikan oleh wasit. Itulah analogi ibadah di bulan Ramadhan yang sedang kita jalani. Bagi siapa yang mempunyai stamina berupa keistiqomahan yang baik, Allah SWT akan terus membimbingnya hingga detik-detik akhir Ramadhan, bahkan seterusnya hingga akhir hayat.
Fenomena hari-hari akhir Ramadhan nyaris tak berubah dari tahun ke tahun. Keramaian di pasar-pasar dan pusat perbelanjaan makin meningkat. Yang akan pulang ke kampung halaman, sibuk menyiapkan diri. Kantor pegadaian diramaikan oleh yang akan menggadaikan barang, untuk mendapatkan dana guna keperluan berlebaran. Kendaraan bermotor dibeli, atau disewa untuk keperluan pulang kampung. Kendaraan umum antar kota dijejali penumpang mudik.
Nafsu duniawi seakan menenggelamkan ruhiyah Ramadhan yang hakikatnya adalah pengendalian diri. Kesibukan mempersiapkan lebaran yang bernuansa hedonis menjadi hal rutin. Orang berlomba untuk tampil bergengsi saat Idul Fitri. Pulang kampung menonjolkan penampilan agar dipandang hormat oleh keluarga dan kerabat di kampung halaman. Jamuan untuk tamu dalam acara ’open house lebaran’ dengan aneka makanan dan minuman, juga menonjolkan gengsi tuan rumah. Kegiatan menyambut lebaran sah-sah saja dilakukan, asalkan tidak berlebihan.
Masih banyak saudara-saudara kita yang mengalami kesulitan ekonomi. Mereka sudah terbiasa mengalami lapar dahaga. Bagi yang membaca tulisan ini lewat media internet termasuk orang yang beruntung dilihat dari sisi kemampuan sosial ekonomi. Memiliki kelapangan rezeki, sehingga bisa mempunyai fasilitas komputer dan akses ke jaringan internet. Sudahkah empati kita terasah selama Ramadhan, sehingga mempunyai kepekaan sosial atas nasib mereka?
Seyogyanya, akhir Ramadhan diisi dengan ibadah lebih intensif, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Lailatul Qadr yang bernilai seribu bulan (QS Al-Qadr [97]: 1 -3), datang saat malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir Ramadhan. Hal ini berdasarkan penjelasan dalam beberapa hadis. Peluang besar telah diberikan oleh Allah SWT bagi kita, untuk menambah catatan timbangan amal saleh. Peluang tersebut bisa dimanfaatkan dengan ber-i’tikaf di masjid pada akhir-akhir Ramadhan untuk menggembleng ruhiyah sebagai bekal menghadapi hari-hari di luar Ramadhan dengan lebih baik.
Pelaksanaan ibadah dalam hari-hari terakhir Ramadhan akan menentukan siapa-siapa yang akan mendapatkan kemenangan pada Idul Fitri. Indikatornya adalah kenaikan derajat taqwa yang merupakan sasaran utama puasa Ramadhan. Cukup Allah SWT yang mengetahui tingkatan taqwa seseorang. ” Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. ” (QS An Najm[53]:32).