Tak biasanya sepulang menunaikan shalat maghrib di masjid bersama ayah dan kakaknya, putri kecilku menguak pintu tanpa mengucap salam. Tangisnya terdengar sejak masih di halaman. Ia langsung menghambur dan memeluk saya sambil mengadukan sesuatu. Sayangnya, apa yang ia sampaikan di sela tangisnya itu tak dapat saya dengar dengan jelas.
Air matanya menetes menembus kain mukena yang masih membalut tubuh saya yang baru saja usai mengajari putri bungsu menghapalkan sebuah doa. Bahunya naik turun seirama tangisnya. Saya elus-elus ia, berharap dapat menenangkan hatinya agar tangis itu segera reda.
Tak lama kemudian pangeran kecilku masuk sambil mengucap salam. Raut mukanya terlihat ikut prihatin dengan kesedihan yang dialami adiknya. Tanpa diminta ia langsung menjelaskan apa yang menyebabkan adiknya bersedih.
Ternyata usai shalat maghrib tadi, mereka mampir ke sebuah mini market. Ayahnya hendak membeli suatu keperluan. Saat itulah si putri kecil merengek meminta ayahnya membelikan suatu produk kecantikan yang disinyalir dapat membuat wajah seorang wanita bercahaya dan tampak lebih muda. Ia ingin menghadiahkannya pada saya. Namun, sang ayah tak mengabulkan keinginannya itu.
Geli bercampur haru mendengar tuturan pangeran kecil tentang penyebab tangis si putri nan penuh perhatian ini. Rupanya, ia terjerat iklan yang sering tayang saat kami menyimak berita televisi. Tetapi terlepas dari bicara tentang perangkap iklan, saya merasakan niat mulia si putri yang baru berusia 4,5 tahun itu. Betapa besar perhatiannya hingga mencari-cari produk kecantikan tersebut. Padahal anak seusia ia biasanya sibuk memilih mainan, makanan atau minuman kesukaan saat menyertai orangtua berbelanja, iya kan?
Tangisnya mulai mereda, sepertinya ia merasa lega ada yang membantu menyampaikan kesedihan hatinya. Sejenak saya lepaskan pelukannya, sekedar ingin menatap bola matanya. Sebuah senyuman saya sunggingkan disertai ucapan terimakasih atas perhatiannya itu lalu kembali saya dekap ia dengan sepenuh rasa sayang di hati.
Sesaat kemudian saya lirik suami, memberi tanda padanya agar menjelaskan mengapa keinginan gadis kecil itu tak dipenuhinya. Spontanitas ingin membela anak terasa lebih merajai hati saat itu, padahal belum mengetahui jawaban sang ayah yang menyebabkan perasaan si putri terluka (mungkinkah ini yang dinamakan bagian dari naluri seorang ibu?).
Setelah berdehem beberapa kali, suamiku menceritakan alasannya bahwa ia tak membawa dompet, hanya berbekal uang yang ada di saku baju kokonya saat mendadak mampir ke toko tersebut. Belum usai ia bertutur, si putri kecil kembali meradang, “tapi aku kan ingin beli barang itu,… biar wajah bunda bercahaya kalo pake itu, huhuhhu...” tangisnya pecah kembali.
Sama halnya dengan saya, suamiku tersenyum menanggapi protes si putri kecil, beberapa detik kemudian sambil menatap saya, ia berkata, “Bunda itu akan terlihat bercahaya cukup dengan air wudhu‘.”
Sejenak saya tertegun, tak menyangka suamiku akan berkata demikian, meskipun dalam hati saya setuju dengan apa yang ia ucapkan, namun naluri ingin membela anak muncul kembali. Tanpa berpikir panjang, segera saya katakan, “ya itu memang benar, tapi…merawat wajah dengan produk-produk itu pun tak ada salahnya bukan?” Ia tak menjawab pertanyaan saya, hanya ada seulas senyum yang terkembang lalu pamit dan bergegas mengajak anak-anak keluar karena adzan isya telah berkumandang. Saya pun bersiap-siap mengajak putri bungsu untuk shalat berjamaah di rumah.
Usai shalat isya, pembicaraan mengenai wajah bercahaya itu kembali melintas. Wudhu’… wudhu’…wudhu’… kata itu serasa menggema di hati dan memenuhi kepala. Saya rasa sewaktu belajar tata cara berwudhu’ saat masa kecil, guru agama pernah mengajarkan keutamaan wudhu’ ini, akan tetapi saya tak ingat persisnya. Segera saya beranjak untuk mencari tahu lagi tentang hal tersebut, perlahan saya baca beberapa sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam…
“Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat nanti dalam keadaan dahi, kedua tangan dan kaki mereka bercahaya, karena bekas wudhu’.” (HR. Al Bukhari no. 136 dan Muslim no. 246)
Dapat dipastikan tak ada satu produk kecantikan pun yang mampu menandingi cahaya yang terpancar dari wajah orang-orang yang terjaga wudhu’nya. Karena cahaya dari air wudhu tak hanya dirasakan di dunia tapi di hari kiamat pun mereka akan mudah dikenali Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits, “Bagaimana engkau mengenali umatmu setelah sepeninggalmu, wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam? Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Tahukah kalian bila seseorang memilki kuda yang berwarna putih pada dahi dan kakinya diantara kuda-kuda yang yang berwarna hitam yang tidak ada warna selainnya, bukankah dia akan mengenali kudanya? Para shahabat menjawab: “Tentu wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata: “Mereka (umatku) nanti akan datang dalam keadaan bercahaya pada dahi dan kedua tangan dan kaki, karena bekas wudhu’ mereka.” (HR. Mslim no. 249)
Tak hanya partikel-partikel debu maupun noda polusi yang dapat dikikis dari wajah, wudhu’ pun dapat melakukan sesuatu yang tak dapat dilakukan oleh produk kecantikan manapun untuk dapat membasuh hal yang tak pernah luput dari manusia seperti ditegaskan dalam hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dari sahabat Anas bin Malik: “Setiap anak cucu Adam pasti selalu melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik mereka yang melakukan kesalahan adalah yang selalu bertaubat kepada-Nya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Ad Darimi)
Allah subhanahu wata’ala dengan rahmat-Nya yang amat luas, memberikan solusi yang mudah bagi kita untuk membersihkan diri dari noda-noda dosa, diantaranya dengan wudhu’. Hingga ketika seseorang selesai dari wudhu’ maka ia akan bersih dari noda-noda dosa tersebut.
Dari shahabat Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Apabila seorang muslim atau mukmin berwudhu’ kemudian mencuci wajahnya, maka akan keluar dari wajahnya tersebut setiap dosa pandangan yang dilakukan kedua matanya bersama air wudhu’ atau bersama akhir tetesan air wudhu’. Apabila ia mencuci kedua tangannya, maka akan keluar setiap dosa yang dilakukan kedua tangannya tersebut bersama air wudhu’ atau bersama akhir tetesan air wudhu’. Apabila ia mencuci kedua kaki, maka akan keluar setiap dosa yang disebabkan langkah kedua kakinya bersama air wudhu’ atau bersama tetesan akhir air wudhu’, hingga ia selesai dari wudhu’nya dalam keadaan suci dan bersih dari dosa-dosa.” (HR Muslim no. 244).
Selain itu, dengan selalu menjaga wudhu’ seseorang akan memperoleh kebahagiaan yang tak bisa diberikan produk kecantikan manapun, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang dengannya Allah akan menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajatnya? Para shahabat berkata: “Tentu, wahai Rasulullah. Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Menyempurnakan wudhu’ walaupun dalam kondisi sulit, memperbanyak jalan ke masjid, dan menunggu shalat setelah shalat, maka itulah yang disebut dengan ar ribath.” (HR. Muslim no. 251)
Siapa yang tak menginginkan wajah bercahaya yang mudah dikenali Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam? Siapa yang tak ingin dosa-dosanya dihapus dan derajatnya dinaikan Allah subhanahu wata’ala? Saya yakin, semua umat Islam pasti menginginkannya, bukan?
Subhanallah! Kilauan mutiara hikmah dari kejadian usai shalat maghrib itu kini ada di hadapan mata…