Sejak mengenalnya, raut muka perempuan separuh baya itu selalu terlihat murung. Garis- garis penuaan terlihat jelas di dahinya hingga mengesankan ia lebih tua dari usianya. Ia sering tercenung dengan tatapan mata yang kosong. Ah, saya begitu tak tega melihatnya namun terkadang muncul tanya di hati, gerangan apakah yang sedang ia pikirkan hingga muram selalu menyelimuti wajahnya?
Atas izin Allah, rasa penasaran yang menggelitik hati saya akhirnya menemukan jawaban. Dalam suatu kesempatan, perempuan separuh baya itu mengajak saya berbincang. Ia tumpahkan apa yang selama ini telah menyesak di hatinya. Ia tengah merindukan sesuatu yang selama ini telah hilang dari dirinya.
Ia bukan merindu suaminya yang telah lebih dahulu menghadap Rabb pemilik setiap jiwa sekalipun cintanya pada sang suami tak pernah pupus. Bukan pula merindu anak-anaknya yang telah besar dan mulai sibuk dengan dunianya masing-masing sekalipun mereka selalu ada di hatinya. Juga bukan merindu berada di tanah suci sambil mengucap Labbaik Allahuma labbaik, sekalipun ia sangat menginginkan suatu saat dapat ke sana…
Lantas, merindu apakah ia sampai sedemikian rupa terlihat merana?
Tak lain yang ia rindukan hanyalah tetesan AIR pelembut hati mengalir dari matanya! Dan, rasa rindu itu telah menyiksanya sejak bertahun-tahun lalu saat air jernih itu tak pernah menetes lagi walaupun ia mengalami hal yang sangat menyedihkan dalam hidupnya, sang air mata tak jua hadir merefleksikan apa yang dirasakan dirinya.
Ia tak ingat kapan persisnya air mata itu tak lagi mengairi matanya. Namun, ia hanya ingat sejak berbagai beban penderitaan menerpa hidupnya, ia berusaha untuk menahan tangis keluar dari matanya. Ia tak ingin menangis untuk sesuatu apa pun yang dialaminya hingga akhirnya ia tersadar kini ia kehilangan sang air mata.
Sungguh! baru pertama kali ini saya bertemu orang yang merindukan sesuatu yang tak lazim saya dengar dan tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Sesuatu yang saya juga mungkin Anda anggap biasa karena begitu mudah ia hadir dalam hidup kita hingga sering terlupa untuk mensyukurinya. Saya tak dapat membayangkan bagaimana tersiksanya hati perempuan separuh baya itu ketika ingin meneteskan air matanya untuk mengekspresikan bahagia, haru, sedih sebagaimana sering terjadi pada saya atau juga Anda.
Apa yang dialami perempuan setengah baya itu saya rasakan sebagai sebuah pelajaran dari Allah dan menjadi pengingat diri bahwa air mata adalah bagian dari anugerah Allah yang patut disyukuri adanya. Karena terkadang sebagian orang menganggap air mata sesuatu yang tabu terurai dari matanya, terutama hal ini sering dialami kaum Adam, padahal Rasulullah sebagai suri tauladan kita pun tak pernah melakukan pantang pada air matanya, seperti yang diriwayatkan dalam beberapa hadits berikut.
Dari Ibnu Mas’ud ra., ia berkata; telah bersabda Nabi saw. kepadaku: "Bacakanlah al-Quran untukku." Wahai Rasul! Apakah aku harus membaca al-Quran untukmu, sedangkan al-Quran itu diturunkan kepadamu? Beliau saw. bersabda, "Aku sangat menyukai mendengarkan al-Quran dari orang lain." Ibnu Mas’ud berkata; Maka aku membacakan al-Quran surat an-Nisa untuk Rasul, hingga aku sampai pada ayat: "Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)." (QS. an-Nisa [4]: 41). Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Cukup sampai di sini." Aku menoleh kepada Rasul saw., ternyata kedua matanya mengucurkan air mata. (Mutafaq `alaih).
Dari Anas ra., ia berkata; Rasulullah saw. pernah berkhutbah dengan khutbah yang selama aku hidup tidak pernah mendengarnya. Rasulullah saw. bersabda: Andaikata kalian mengetahui apa-apa yang aku ketahui, maka niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis. Kemudian sahabat menutupi wajah mereka dan menangis tersedu-sedu. (Mutafaq `alaih)
Banyak hal tentunya yang menyebabkan seseorang menangis. Ada tangis bahagia karena sesuatu yang diharapkan mewujud, ada tangis kesedihan karena perasaan kehilangan sesuatu atau orang-orang yang disayangi, ada tangis haru mendengar kisah seseorang, ada tangis karena kesakitan dan sebagainya. Namun diantara sekian banyak sebab, ternyata hanya satu jenis tangisan yang dapat mendekatkan seseorang kepada keridhaan Allah, yakni tangisan karena takut kepada Allah.
Rasulullah saw. bersabda: “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah sehingga susu itu dapat kembali ke tempat asalnya. Tidak akan berkumpul debu fisabilillah itu dengan asap neraka Jahanam." (diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, oleh At-Tirmidzi (hasan shahih), an-Nasa’i dan al-Hakim (shahih).
Dari Abû Raihanah, ia berkata; kami keluar bersama Rasulullah saw. dalam satu peperangan. Kami mendengar beliau saw. bersabda: Neraka diharamkan atas mata yang mengeluarkan air mata karena takut kepada Allah. Neraka diharamkan atas mata yang tidak tidur di jalan Allah. Abû Raihanah berkata; Aku lupa yang ketiganya. Tapi setelahnya aku mendengar beliau bersabda, "Neraka diharamkan atas mata yang berpaling dari segala yang diharamkan Allah." (HR. Ahmad, al-Hâkim dalam kitab Shahih-nya, disetujui oleh adz-Dzahabi dan an-Nasâi).
Dari Anas ra. bahwa Nabi saw ia bersabda: Barangsiapa mengingat Allah kemudian keluar air matanya karena takut kepada Allah hingga bercucuran jatuh ke tanah, maka dia tidak akan disiksa di hari kiamat kelak. (HR. al-Hâkim dalam kitab Shahih-nya, disetujui oleh adz-Dzahabi)
Apa yang dirasakan jika Allah mencabut dari diri kita nikmatnya menangis saat berkhalwat dengan-Nya padahal begitu banyak keutamaan-keutamaan seperti diterangkan dalam hadits di atas? Akankah kita sama merananya seperti perempuan separuh baya perindu air mata itu?
Subhanallah! merenungi untaian hadits tersebut, saya baru menemukan salah satu hikmah kenapa Allah karuniakan kita sepasang mata yang dapat mengeluarkan air yang jernih itu. Air mata dapat menjadi salah satu saksi rasa takut seorang hamba pada Rabb-nya yang dapat menyelamatkan hamba dari api neraka.
Oleh karena itu, patutkah kita berpantang atau ‘menolak’ karunia air mata ini padahal ia menjadi salah satu yang dapat mendatangkan keselamatan dunia-akhirat bagi seorang hamba?
Saat menuliskan keadaan yang dialami perempuan tersebut, saya berharap semoga Allah mengabulkan doa yang selama ini dipanjatkannya hingga ia dapat merasakan kembali nikmatnya menangis.
Dan, bagi kita yang masih dianugrahi air mata, semoga air jernih yang menetes dari mata adalah perwujudan rasa takut kita kepada Allah hingga Dia menjadikan kita termasuk dalam golongan orang yang mendapat naungan-Nya seperti yang diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abû Hurairah ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Ada tujuh golongan yang Allah akan menaunginya pada saat tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. …. Orang yang mengingat Allah ketika sendirian sehingga bercucuran air matanya. (Mutafaq `alaih)