”Yang, Kita naik haji umur 35 tahun ya”. Entah sudah ke berapa kali suami saya menyatakan keinginannya untuk berhaji usia 35 tahun. Sayapun dengan mantap selalu menjawa ”Amiin”. Tapi dalam hati juga bertanya bagaimana caranya ? sekarang usia suami 28 saya 26 artinya target tersebut harus diraih 7 tahun lagi. Sementara sekarang kita adalah pasangan muda yang baru belajar mandiri di kota besar, belum punya rumah, dan beranak satu. Sementara orang yang akan berangkat haji kreterianya salah satunya mampu dalam masalah finansial.
Hingga suatu malam kami berbelanja popok bayi pada seorang agen di surabaya. Ini untuk ke lima kalinya kami belanja dan baru kali ini sempat berbincang tentang kehidupan si agen. Kami berbisnis popok sekala kecil karena belum bisa menjadi agen mandiri. Sepintas rumahnya sederhana, pagar berkarat, rumah tanpa acecoris dan hanya berisi beberapa karung besar popok sementara di samping kanan dan kiri ada percetakan kecil. Anaknya 4, kecil-kecil kira-kira anatara 4-11 tahun. Tapi yang membuat kami heran adalah dia sudah naik haji 2 kali.
Tanpa kami minta bercerita mengalirlah obrolan bisnis popok malam itu yang bisa sampai mengantarkannya pergi haji. Dia Menikah tahun 1996. Sebelum menikah tahun 1995 ketika kuliah punya keinginan yang sangat kuat untuk naik haji, maka dia mulai dengan membuka tabungan haji Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). Ketika menikah juga masih pisah kost, dan baru bisa kontrak rumah kecil ketika beranak satu. Berbagai pekerjan dijalanai, mulai dari jualan baju hingga memilin tasbih. Pada tahun 2000 tabungan masih Rp.2 .000.000,00,00 (dua juta) sementara ONH sudah hampir 30 juta. Maka mulailah dia menekuni bisnis baju muslim anak yang omsetnya naik pesat saat hari raya. Hingga di akhir penghujung hari raya 2004, omsetnya mencukupi untuk naik haji. Saat itulah dia langsung mendaftarkan diri dan berangkat tahun 2005.
Tiga tahun kemudian di penghujung tahun 2008 Dia berhasil berangkat lagi dengan sang istri. Awalnya dana tidak mencukupi, hingga meminjam dana talangan ke Bank syariah sebanyak 20 juta. Padahal uang tersebut direncanakan untuk pengembalian modal usaha. Namun sebelum Hari Raya Idul Fitri sejumlah omset bisnisnya bisa kembali dengan total jumlah yang sama. Subhanallah. Keberangkatan mereka juga disetai misi, mereka mencari para penunai ibadah haji yang kurang mampu. Mereka bertemu dengan penjual teh di Surabaya Utara yang sudah berjualan kurang lebih 30 tahun. Hasil jualan teh bisa membeli dua rumah di kampung dan berangkat naik haji.
Suatu hari ada pelatihan motivasi yang diikuti oleh si agen, ketika ditanya oleh pelatih ” Bagaimana caranya kamu bisa membeli sepede motor seharga 12 juta ?”. Arisan. Peserta lain yang sudah punya rumah di tanya Bagaimana caranya kamu bisa membeli rumah ?. ” Mencicil lewat KPR”. ”Sepeda motor, rumah termasuk rukun islam bukan? ”. ”Bukan”. Haji rukun Islam Bukan?”. ”ya”. Kalu begitu bisa gak dengan cara yang sama kamu naik haji ?”. Dari kisah itulah banyak teman-temannya yang semangat membuka tabungan haji.
Resepnya ketika kita mengazamkan 10% dari pendapatan kita untuk haji, maka semakin besar pendapatan semakin besar jumlah tabungan. Dan dari pengalamannnya semakin lama , pendapatan semakin banyak sehingga target haji yang 10 tahun bisa dicapai dalam lima tahun. Ada yang naik haji dengan dihajikan ada yang karena hadiah perusahaan ada yang dengan menabung . Di sinilah rahasianya ketika kita berniat sungguh-sungguh dan berusaha sungguh-sungguh maka akan selalu ada jalan keluar. Man Jadda wa Jadda (barang siapa bersungguh-sungguh pasti akan berhasil).
Malam itu kamipun sadar bahwa selama ini kami hanya punya niat, tapi langkah-langkah menuju haji belum ada. Jangankan buka tabungan haji, pendapat kami tidak ada penyisihan untuk berangkat haji. Tapi Allah maha penyayang, kami punya niat dan kami dipertemukan dengan orang yang punya ilmu tentang cara naik haji.
Thank You Allah.