Ikatlah Untamu, dan Pasrahlah Pada-Nya

Stadion olah raga terbesar di kota kabupaten kami itu bak lautan manusia. Penuh sesak dengan calon haji dan para pengantarnya. Yang perempuan berjilbab dan yang laki-laki berbaju muslim dan berpeci. Sebuah potret religius yang setiap tahun berlangsung di tempat ini saat musim haji tiba.

Suatu pemandangan yang sangat indah sekaligus menyentuh hati. Bagaimana tidak, tempat yang dalam kesehariannya lebih banyak dimanfaatkan untuk aktifitas olah raga ini, sekarang berubah menjadi lautan jilbab. Sebuah suasana yang menggiring kita kepada nuansa ke- ilahi-an.

Saya juga banyak melihat bibir dan lidah calon haji serta pengantarnya, basah dengan alunan dzikir. Atau paling tidak mereka sedikit sekali bicara kecuali hal-hal yang penting saja. Mereka khusu, seolah ini semua merupakan rangkaian dari ibadah haji.

Melihat ke-khusu-an dan tenangnya wajah-wajah calon haji dan para pengantarnya, saya pun ikut larut di dalamnya. Hati ikut berdzikir. Bahkan terkadang air mata ini ikut keluar saat melihat calon haji berpelukan dengan para pengantarnya untuk pamit ke tanah suci. Sebuah pemandangan yang sangat menggetarkan jiwa.

Ketika saya masih larut dengan suasana ‘magis’ itu tiba-tiba telinga saya terusik oleh kalimat yang keluar dari seorang polisi yang sedang mengatur lalu-lalang orang di stadion itu: “Pak, Bu, hati-hati dengan barang-barang berharga yang anda bawa. Sebab tak semua orang yang masuk kompleks ini berniat baik.”

Kalimat dari pak Polisi itu saya perhatikan. Saya tersadar dengan himbauan pak polisi itu. Ahirnya pesan pak polisi itu juga saya teruskan kepada teman dan rombongan lain. Paling tidak agar lebih berhati-hati, dengan kondisi desak-desakan ini.

Pak polisi sampai perlu mengucapkan hal seperti itu bukannya tanpa alasan, tapi disebabkan karena melihat kondisi orang-orang yang ada di dalam stadion itu sedang konsentrasi penuh dengan para calon jamaah haji yang mau berangkat ke tanah suci. Dan dia takut mereka lengah dengan apa yang mereka bawa ataupun mereka kenakan.

Tak lama kemudian, seorang teman yang satu rombongan dengan saya memberi tahu, bahwa salah satu keluarga calon haji yang kami antar, tasnya sobek dengan bekas irisan silet sangat tajam. Dua buah ATM, satu HP dan uang tunai enam ratus ribu rupiah lenyap digondol copet.

Benar juga omongan pak polisi, bahwa tak semua orang yang datang ke tempat ini, berniat baik, walaupun nuansanya ibadah. Jika mereka yang datang berniat baik, tentu tak akan terjadi hal yang demikian. Termasuk berlaku di masjid-masjid, tentu tak akan ada sandal, sepatu dan juga motor hilang digondol maling. Padahal masjid ataupun tempat-tempat pengajian adalah simbol ketaatan kita kepada yang Maha Kuasa.

Boleh saja kita heran dengan kejadian-kejadian demikian. Tapi fakta menunjukan bahwa pencopet dan pencuri sekarang banyak membidik tempat-tempat yang secara lahir aman dari gangguan seperti itu

Semoga para pencopet, maling dan juga orang-orang yang berniat kurang baik di tempat-tempat ibadah segera mendapat hidayah dari Allah SWT. Dan tak akan mencopet ataupun mencuri lagi di tempat-tempat sakral seperti itu

Dan kepada para pengantar calon haji, serta para jamaah shalat dan pengajian di masjid-masjid, juga harus meningkatkan derajat tawakalnya kepada Allah dengan dibarengi usaha yang maksimal. Jangan karena kita datang ke tempat ibadah, ataupun ke tempat yang bernuansa ibadah, lantas kita hanya pasrah tapi tidak diikuti upaya ke hati-hatian. Kata Nabi, “Ikatlah untamu, baru engkau pasrah kepada Allah.” Maka himbauan pak polisipun sebanding lurus dengan hadits ini.

***