Wanita itu menatapku dengan ramah. Di bibirnya terukir senyum manis dan terucap sapaan salam, ”Assalamualaikum.” Sejurus aku melihatnya, aku langsung mengetahui kalau kami adalah bersaudara. Di antara tamu-tamu, yang hadir di gedung Kongres Lima, kami terlihat berbeda, karena kami memakai kerudung, sebuah tanda deklarasi bahwa kami adalah Muslimah.
Malam itu kami tidak sempat berbincang-bincang. Namun Allah menakdirkan kami bertemu lagi pada Shalat Ied Adha di Islamic Center, Lima. Rupanya, ia bekerja di satu-satunya tempat komunitas Islam berkumpul di Lima. Dari situlah aku mengenalnya dengan nama Juliana, muslimah pertama yang aku temui di Peru.
Kami pun bertukar nomor telpon dan alamat. "Please call me," pintaku padanya. "I don’t have any friends here," tambahku. Bulan-bulan pertama di Lima, Peru memang membuat kehidupan sosialku terbatas sehingga kesempatan bertemu dengan Juliana membuatku ingin lebih mengenalnya. Ia tersenyum ramah ketika mendengar pintaku dan dua minggu kemudian, ia menelponku dan mengundangku untuk minum kopi bersama.
Kami pun akhirnya bertemu. Subhanallah, kami seperti sahabat lama yang bertemu kembali. Pembicaraan kami begitu mengalir dengan lancarnya, meskipun kami baru mengenal. Darinya aku mengetahui bahwa ia adalah orang asli Peru. Sebelumnya aku mengira Juliana adalah keturunan Arab.
Dan rupanya, Juliana bukan seorang Muslimah dari lahir. Beberapa tahun yang lalu, ia mengucap syahadat. Sampai saat ini, ibu kandungnya belum mengetahui kalau Juliana sudah menjadi seorang Muslimah. Untuk menjaga perasaan ibunya, Juliana memilih untuk menyembunyikan identitas barunya. Ayah kandungnya meninggalkannya ketika Juliana masih kecil. Sejak itu, ia tidak pernah melihatnya lagi.
Kami berbincang dengan asyiknya dan membuatku berpikir betapa persaudaraan atas nama Islam menyatukan kami. Berbagai identitas manusia, seperti suku, ras, pekerjaan terkadang menjadi label yang bisa membuat kita menjauh satu dengan lainnya. Tetapi tidak dalam persaudaraan atas nama Islam.
Juliana sudah membuktikannya. Adalah mudah baginya untuk melupakan pertemuan kami dan menganggapnya seperti angin lalu. Tetapi Juliana memilih untuk menyambutku, saudaranya dari negeri yang berbeda benua. Allah Maha Baik, persaudaraan atas namaNya adalah nikmat yang selamanya akan aku syukuri, Alhamdulillah.