Eramuslim.com – Ibu adalah predikat yang mulia. Sangat mulia. Hingga Kanjeng Nabi Muhammad SAW bersabda,”Al-jannatu tahta aqdamil ummahat.” Surga itu berada di bawah telapak kaki ibu. Ketika sang ibu menyabung nyawa melahirkan, Tuhan pun menghargainya sebagai setara jihad di jalan-Nya dengan imbalan surga.
Begitu mulianya. Hingga ketika seorang laki-laki menghadap Nabi Muhammad dan bertanya siapa yang harus dihormatinya, sang Nabi tiga kali menjawab,”Ibumu.” Barulah pada pertanyaan keempat, beliau mengatakan,”Ayahmu.” Demikian juga ketika lelaki yang lain mengutarakan hasratnya untuk berzina, beliau mengajukan pertanyaan apakah ia juga akan tega melakukan hal nista terhadap ibunya, dan kaum ibunya.
Teramat mulialah seorang ibu. Hingga ketika seorang Alqomah melalaikan ibunya yang telah renta karena diasyikkan dengan isterinya yang jelita, nyawanya pun tersangkut di kerongkongan dengan mata mendelik mengerikan. Mati tidak, hidup pun sekarat.
Suatu akhir hidup yang ironis mengingat jasa-jasanya dalam berbagai peperangan membela Islam bersama sang Nabi. Sang Nabi tak kuasa berbuat, karena luka hati ibu Alqomah yang terzalimi adalah tanpa hijab menembus kemakbulan takdir Ilahi. Sang Nabi hanya dapat meminta disiapkan tumpukan kayu bakar untuk membakar tubuh Alqomah yang sekarat agar berpulang dengan tenang. Karena hanya itu penebus dosa kelalaiannya pada sang ibu.