Bila anda adalah seorang sarjana, master, doktor atau bahkan profesor, suatu saat sedang menikmati liburan sendiri di atas sebuah perahu kecil di tengah sebuah sungai besar yang deras dan hanya ditemani si pemilik perahu yang tak bisa baca tulis. Bila anda tidak bisa berenang, lalu apa sikap anda terhadap si pemilik perahu bila saat itu perahu anda rusak dan akan segera tenggelam? Masihkah anda membanggakan pada si buta huruf ilmu geografi yang anda ketahui tentang pegunungan, ilmu botani anda tentang pepohonan sepanjang sungai, atau ilmu fluid dynamic yang begitu menarik terefleksi pada aliran sungai, kepada si buta huruf tapi pandai berenang? Tentu saja, anda tahu jawabannya agar diri anda beserta segenap kebesaran ilmu yang anda miliki selamat pada saat itu. Ya, Anda harus minta si buta huruf yang bisa berenang menolong anda hingga akhirnya mencapai tepi sungai.
Inilah salah satu hikmah yang bisa aku tangkap dari sholat idul fitri di aula Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Berlin, Idul fitri yang spesial, fikirku. Jamaah membludak tidak seperti biasanya, maklum hari libur. Seluruh ruangan di dua lantai yang disediakan tidak mampu menampung jamaah yang akhirnya berdempetan dan rela melebar ke lorong-lorong KBRI Berlin. Diperkirakan, lebih dari 600 muslim Indonesia di Berlin dan sekitaranya hadir merayakan hari suci ini.
Lalu kelanjutan dari hikmah itu adalah, apakah kita semua mampu mengikuti derasnya gelombang zaman, melepas ego pribadi kita, atau terjebak dalam arus bawah yang mematikan karena terbuai kehebatan pribadi kita yang sebenarnya tidak seberapa? Dan apakah kita semua memiliki perangkat untuk berenang di sungai kehidupan yang berubah secara drastis ini? Padahal secara hukum alam, dunia begitu cepat berubah. Sesuatu yang dulu memerlukan waktu beberapa dekade untuk berubah, sekarang dapat berubah hanya dalam waktu beberapa bulan. Dulu, riset dan pembuatan pita kaset untuk merekam perlu waktu 50 tahun. Datang kemudian era MP-player yang akhirnya membuat teknologi pita kaset menjadi barang kuno dalam waktu beberapa tahun saja.
Anda kenal Bill Gates (Microsoft) yang DO dari kuliah? Tentu, karena dari sejarahnya kita bisa belajar bahwa walalaupun kualifikasi akademik itu penting, namun tidak mencukupi bagi Anda jika Anda ingin berhasil di zaman yang bergolak ini. Orang-orang sukses saat ini ternyata bukan hanya yang ber-IQ tinggi dengan gelar berderet di depan atau di belakang nama mereka.
Atau kenalkah Anda Mark Zuckerberg, anak muda 24 tahun yang telah menjadi miliuner dengan mendirikan Facebook yang menghubungkan 300 juta pengguna aktif di seluruh belahan dunia? Tentu, karena dari kisahnya kita bisa belajar, bahwa untuk menjadi miliuner saat ini, anda tidak perlu harus menjadi tua terlebih dahulu seperti yang terjadi pada beberapa dekade sebelumnya. Keuletan dan kerja keras, itu kuncinya.
Oleh karena itu, di zaman yang serba cepat berubah ini, pak ustadz kemudian menekankan akan pentingnya memiliki keahlian melengkapi diri kita dengan pola fikir, keahlian dan pola perilaku yang pada satu sisi bisa menundukkan bahaya yang mengancam kehidupan kita, mengancam iman kita dan mengancam fitrah suci kita sebagai manusia, dan pada sisi lainnya mampu mencuatkan potensi-potensi keunggulan pribadi kita. Dan ternyata, banyak dari kita tidak sadar bahwa potensi kita banyak yang tertimbun dengan kedhoifan kita, tidak terpakai dengan optimal, atau sia-sia tidak membuat kita menjadi muslim-muslim yang unggul di tengah masyarakat kita.
Kemudian Pak Ustadz membacakan ayat:
“Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam dan Kami telah benarkan mereka menggunakan berbagai kenderaan di darat dan di lautan dan Kami telah memberi rezeki kepada mereka dari yang baik-baik serta Kami telah lebihkan mereka dengan selebih-lebihnya atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” [Al-Isra’ (17):70]
Dalam ayat itu, Allah berfirman bahwa Allah menciptakan manusia dalam kemuliaan (wa laqod karramnaa banii aadam/ sungguh aku muliakan anak keturunan Nabi Adam).
Tapi harus diingat, kemuliaan pada manusia sifatnya adalah pemberiaan Allah, Al karimah bittakrim, mulia karena dihadiahi kemuliaan oleh Allah, bukan mulia karena built-in, bukan karena melekat otomatis pada diri manusia.
Dengan kemuliaan ini Allah memberikan kemampuan manusia kemampuan menundukkan alam. Lalu pada rangkain berikut Allah berfirman”wa fadhdholnaahum”, Kami berikan manusia keutamaan (tafdhil). Manusia diberikan ”tafdhil”, diberikan keutamaan yang berbeda dengan makhluk lainnya, yakni memiliki akal, memiliki tubuh yang sempurna dan dikaruniai pula hawa nafsu. Dengan semua karunia tersebut manusia mampu menguasai berbagai macam teknologi untuk misi penundukkan universe.
Lihatlah bukti penundukan universe oleh manusia. Zaman sekarang tua muda di seluruh pelosok dunia sudah bisa dijangkau oleh teknologi informasi, bisa chatting, buka email dan online lewat blakcberry, dan lain-lain. Itulah makna ”wa sakkharnaa”, yang maknanya adalah semua yang di langit dan di bumi ditundukkan oleh Allah untuk manusia. Lalu diikuti ”wa hamalnaahum fil barri wal bahri”, sebagai simbol kemampuan manusia merekayasa alam semensta untuk keperluan hidupnya.
Bahkan segala yang ditundukkan manusia dalam bentuk teknologi itu sering pula menjadi simbol prestise. Manusia bisa mengendarai mobil lalu menundukkan jarak yang terbentang luas, sebagai salah satu tanda penundukkan manusia pada alam raya. Dan sering upaya penundukan alam ini diembel-embeli prestise. Beda merek, maka beda kenyamanan dan kecepatan, dan akan beda prestise pula.
Sementara makhluk lain kalau naik kendaraan, misal gajah atau kera naik motor, itu sifatnya artifisial, hanya ada di dunia sirkus. Silahkan anda buktikan. Kalau berani, cobalah kera yang sudah dilatih naik kendaraan di sirkus lalu disuruh mengendarai bus way di Jakarta, lalu naiklah anda beserta kera yang sudah terlatih tadi. Secara statistik, di kendarai orang saja sering nabrak, sering remnya blong, banyak sepeda motor tidak disiplin, apalagi dikendarai oleh makhluk yang secara fitrah memang tidak dipilih oleh Allah untuk menundukkan alam ini.
Namun, bila manusia tidak mengoptimalkan ”takrim dan tafdhil” atau kemuliaan dan keutamaan dari Allah, bahkan dengan memperturutkan hawa nafsunya, maka ia akan meluncur jauh ke bawah ke derajat lebih hina dari kera yang mampu mengendarai kendaraan tadi. Allah berfirman: ”Ulaaika kal an’am, bal hum adhol”. Manusia yang lupa kemulian dan keutamaan dari Allah itu, ibarat binatang peliharaan, bahkan lebih buruk dari itu. Oleh karena itu, kita tidak mungkin memperoleh ”takrim dan tafdhil” dari Allah tanpa memiliki dan memaknai akhlaqul karimah yang harusnya menjadi merek,brand image dan perilaku kita.
Kemudian ustadz melanjutkan ceramah Iednya yang menarik…
”Saya sempat menerima email dari sahabat saya. Sekali lagi ini hanya sekedar email dan sebenarnya TIDAK BENAR dan tidak perlu kita percayai. Tapi, terus terang, isinya membuat saya terenyeuh, dan oleh karena itu ada baiknya kita renungi”.
”Karena email ini boleh jadi adalah cermin dari akhlak masyarakat kita saat ini”.
“ Karena apabila orang itu pejabat, yang seharusnya jadi tokoh panutan, dan bila ia tidak memiliki akhlaqul karimah, maka keburukannya berpotensi menggurita dan berpotensi berbahaya menggerogoti sendi-sendi kehidupan bermasyarakat”.
”Akhlaq yang fitrah, moral yang suci, yang melahirkan sifat-sifat terpuji, jauh dari sikap hina dan tercela, menghadirkan kejujuran dan membuang jauh kedustaan, menghadirkan amanah, menjauhkan penghianatan, menghadirkan kesejahteraan, kesantunan dan menjauhkan kesewenang-wenangan. Dan kita digembleng saat ramadhan. Ia harusnya menghadirkan ketenangan, bukan hanya untuk si pelaku, tapi juga bagi orang-orang di sekeitarnya. ”Wa innaka la’ala khuluqin ’azhiiim….”, sesungguhnya misi rasul adalah mengajarkan kita akhlak yang mulia.
Kemudian ustadz mulai mendongeng tentang email sahabatnya…
”Begini….Email dari sahabat saya itu bercerita, bahwa konon iblis menghadap Allah, lalu menyerahkan surat berisikan pengajuan pensiun dini.”
Kami tentu tersenyum mendengar awal cerita dari pak Ustadz. Di sebuah sholat ied yang sakral ada cerita lain dari biasanya.
Ustadz lalu meneruskan….Lalu iblis mengatakan: “Hamba sudah tak sanggup lagi menggoda manusia, duh Gusti Yang Mulia …”
Allah kemudian bertanya…
“Hai iblis kenapa engkau lakukan ini?Apa alasanmu sadar untuk pensiun dini?”
Iblis menahan nafas panjang….sebelum akhirnya menjawab…
”Hamba sudah tidak tahan Yang Mulia”…
Iblis mengatur nafasnya yang tidak karuan, seperti frustasi ingin meledakkan kedongkolan yang akut ribuan tahun lamanya. Lalu iblis melanjutkan…
”..perasaan hamba sudah tidak karuan, fisik dan mental terkuras habis dengan ulah manusia-manusia zaman sekarang, Padukaku….”
Iblis kemudian terlihat mulai menenangkan dirinya…
”Bagaimana hamba tidak habis fikir Padukaku Yang Mulia…” kali ini mimiknya serius.
” Ada jaksa yang harusnya menegakkan hukum, eee …malah terlibat korupsi miliaran”
” Ada menteri yang aji mumpung menghabiskan uang rakyat, mantan menteri foya-foya duit korupsi…”
”Pejabat yang bawa lari istri orang…”
” Anggota Mahkamah Agung disuap kasus korupsi”
” Kalo anggota DPR, nggak usah ditanya Paduka… sebagian mereka masih hobi korupsi, juga hobi plesir keluar negeri pakai uang rakyat dengan dalih studi banding. Sebagian mereka kok masih hobi selingkuh dan sebagian lain hobi memeras pengusaha …”
” Ada lagi oknum tokoh, sebagian mereka juga dikenal seorang ustadz, yang semestinya jadi panutan, lah kok malah melakukan pelanggaran….”
Iblis menggeretukkan geliginya, geleng-geleng kepala pertanda memendam muak luar biasa.
”Hamba khawatir Padukaku Yang Mulia…. ”
” Hamba kapok…khawatir justru hamba yang tergoda oleh manusia…”
Berlin, 1 Syawal
(untuk sobatku: aku hanya bisa mengatakan: keep moving, uhibbuk fillah)