Hei! Lihat Dulu Sebaliknya…

Gemerincing lonceng-lonceng yang tergantung di setiap pintu luar rumah 4 lantai ini, terdengar semakin nyaring.Kulihat telpon genggamku, pukul 2 dini hari.Mampus aku, besok pasti lebih dingin, mengingat kencangnya angin bertiup malam ini, hari ini 6 derajat celcius, besok berapa, su’udzonku dalam hati.Dan aku tertidur…

Seperti tak percaya, kulihat cahaya terang di sela-sela korden kamarku.Akhirnya dengan enggan kubuka tirai jendela, ga salah nih! Silau sekali…setelah 2 minggu tak kulihat matahari di hongkong, karena langit diselimuti kabut musim dingin terburuk selama 10 tahun terakhir! Kubuka tirai jendela lebar-lebar, kubiarkan sinar mentari mengisi seluruh ruangan kamarku.Pukul 9 pagi, mataku masih terasa berat karena begitu banyaknya tugas kemarin dan larutnya waktu istirahatku, meski hari ini aku libur, aku enggan melanjutkan tidurku…malu pada mentari yang tersenyum cerah dan telah lama ditungu-tunggu sinarnya.Ternyata angin kencang semalam menyapu kabut-kabut itu sehingga mentari bisa menembus bumi, aku merasa malu dengan su’udzonku semalam.

Begitukah kita? Yang sering bersu’udzon dengan hal buruk yang menimpa.Padahal bila saja ada sedikit keberanian, kita bisa menyibak tirai kegelapan dan melihat apa yang ada disebaliknya.Jalan keluar selalu ada, tak ada masalah tanpa penyelesaian.Selalu memandang sesuatu hal tidak dari satu sudut saja.Tak ada penulis cerita dan sutradara sebaik Allah, jalankan peran kita dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan petunjukNya, penghargaan surga telah menunggu.

Kemudian kuingat diriku.Kudengar sebagian kawan-kawan semasa kuliah telah meraih sukses di negeri sendiri, menjadi designer di butik busana mislim yang cukup ternama, menjadi dosen di akademi yang cukup terkenal, menjadi guide, bekerja di perusahaah export, di galeri, atau merit dengan bule yang cukup berduit, karena bisa wara-wiri ke negeri suaminya.Menyempurnakan separuh agama, dengan menemukan belahan jiwa dan memiliki junior-junior yang lucu.

Sedangkan aku, apa yang telah kucapai sejauh ini. Merantau di negeri orang, menyandang profesi yang biasanya dipandang sebelah mata, bahkan sebagian orang menganggapnya bukan sebuah profesi, tetapi sebuah status yang memiliki derajat rendah, pe er te alias pembantu rumah tangga, seseorang yang jarang diperhitungkan keberadaanya.

Pernah keberkeluh kesah pada Allah, kenapa? Nilai-nilai masa sekolahku jarang mengecewakan, dan aku selalu berusaha dengan keras, tapi di mana jalan kesuksesan itu?

Teguran demi teguran dari Allah, akhirnya membuatku terdiam dan merenung tak berkutik, seperti seorang anak yang mendapat teguran dari sang ayah yang sangat berwibawa.Kemudian kerenungkan kembali, bagaimana diriku sebelum dan sesudah menjalani pekerjaan ini.Bukankah Allah sudah memilihkan pekerjaan yang tepat untuk seorang wanita, yaitu mengurusi rumah tangga.Meski bukan rumah tanggaku sendiri, tetapi memiliki tanggung jawab yang tak kalah besar, karena juga melibatkan emosi dan perasaan.Bagaimana memahami anak-anak dengan karakter yang berbeda, memilih kata dan cara yang tepat bila menegur, menjadi teman mereka.Memahami interaksi antara anggota keluarga sehingga suasana rumah selalu bahagia dan ceria.Memahami orang tua dengan karakter mereka yang labil.Mengatur anggaran belanja, juga membagi waktu antara pekerjaan rumah, anak-anak, dan waktu untukku sendiri.

Bagaimana dengan keinginanku yang lain, yang telah terpenuhi, bisa tinggal di negara lain, memahami budaya, cara hidup bermasyarakat, sebuah pengalaman yang tak ternilai.Membantu keluargaku, menyekolahkan adik-adik, bisa berbagi sedikit rejeki dengan sesama.Mewujudkan impian kami untuk memiliki rumah sendiri, sehingga tak perlu lagi menyewa di rumah kontrakan.Apa dengan kemampuanku aku bisa melakukan semua hal itu bila bekerja di negeri sendiri?

Sekarang aku merasa bersyukur, setelah mengetahui hikmahnya.Bahwa Allah seperti memberi pelatihan dan mempersiapkan aku untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik, sebuah ilmu yang tak akan kuperoleh di jenjang pendidikan manapun.Dan untuk semua itu aku masih mendapat imbalan gaji, juga pahala ibadah bekerja, sebuah bonus yang indah dari Allah…

Percaya diriku kembali pulih, kutepis beribu tanya ‘mengapa’, Karena aku tahu Allah hanya memberikan yang terbaik untukku.