“Eh…di Masjid sana sholat Subuhnya pake Qunut ngga ?”. Pertanyaan seperti itu bukan hal yang asing buat kita karena memang pada sholat Subuh di satu Masjid dan Masjid lainnya ada yang membaca do’a Qunut dan ada yang tidak.
Perbedaan ini sudah sejak dulu hingga sekarang, masih terus berlangsung, ada orang yang terus melakukan membaca Qunut, ada juga yang tidak lagi membaca Qunut. Dan faktanya, masih saja banyak yang mempermasalahkan hal ini.
Tapi harusnya masing-masing dari kita untuk sekedar pengetahuan saja, ada baiknya kita menelusuri mencari tau bagaimana dasar sebenarnya perihal membaca do’a Qunut dan tidak membacanya agar kita mempunyai Hujjah (dasar argumentasi) dalam berpendapat.
Saya disini tidak akan membahas dasar dalil boleh atau tidaknya membaca do’a Qunut. Yang saya akan ketengahkan adalah bagaimana kita menyikapi masalah ini karena tidak menutup kemungkinan suatu waktu kita entah dimana masuk dalam barisan sholat berjama’ah yang Imamnya membaca Qunut dan tidak membacanya.
Bagi yang biasa tidak membaca Qunut, mungkin bingung juga harus bagaimana, apakah harus tidak mengangkat tangan (diam saja hingga Imam berhenti membaca Qunut), lalu bagi yang mendapati Imam tidak membaca Qunut, apakah harus menghindar (tidak bergabung berjamaah, sholat sendiri di rumah) ?
Untuk menjawab permasalahan ini, mudahnya kita harus melihat kembali rujukan hadits kaifiat/tata cara sholat berjama’ah dimana seorang Makmum harus mengikuti Imam, seperti yang disabdakan oleh Rasululloh SAW bahwa “Imam itu untuk diikuti”.
Dalam sebuah hadits yang panjang, berikut ini saya kutipkan potongan haditsnya: Dari Abu Hurairoh radhyiallohu’anhu bahwa Rasululloh SAW bersabda: “Sesusungguhnya Imam itu untuk diikuti. Karena itu, maka janganlah kalian menyalahinya. Apabila ia bertakbir, maka bertakbirlah kalian, bila ia rukuk, maka rukuklah kalian dstnya….& bahkan diakhir redaksi hadits beliau memerintahkan “bila ia sholat sambil duduk, maka sholatlah kalian sambil duduk. (Shahih Muslim no.625).
Rasululloh SAW pernah mencontohkan sholat berjama’ah sambil duduk. A’isyah radhyiallohu’anha berkata: “Rasululloh SAW pernah sakit. Para sahabat datang menjenguk beliau SAW. Kemudian beliau sholat sambil duduk, para sahabat bermakmum pada beliau sambil berdiri. Beliau memberi isyarat kepada mereka agar duduk, maka mereka pun duduk. Dan setelah selesai sholat, beliau bersabda: Sesungguhnya seseorang dijadikan Imam hanyalah untuk diikuti. (Shahih Muslim no.623).
Dari hadits-hadits tsb di atas ada pelajaran yang dapat kita ambil, yaitu ketika sholat berjama’ah berlangsung, makmum harus mengikuti gerakan Imam. Begitu pun kondisi orang yang tertinggal dalam sholat (istilahnya Masbuq).
Misal tertinggal 1 raka’at. Nanti pada tahiyat akhir, ketika Imam duduk tawaruk (duduk dgn memiringkan badan ke kiri), lalu orang yang Masbuq tadi, posisi duduknya mengikuti Imam (duduk tawaruk), setelah itu bangun untuk menyelesaikan satu raka’at lagi. Hal itu berdasarkan hadits diatas “Imam untuk diikuti”.
Kembali pada pembicaraan di awal mengenai Qunut. Jadi bila kita mendapati Imam membaca Qunut, kita ikut Qunut dengan menengadahkan tangan berdo’a seperti yang dilakukan Imam.
Dan bagi yang biasa Qunut lalu mendapati Imam tidak Qunut, langsung saja sujud seperti yang dilakukan Imam tanpa baca Qunut. Kedua hal tsb sesuai keterangan dalam hadits di atas, “Sesungguhnya seseorang dijadikan Imam hanyalah untuk diikuti !.”
Pertimbangan lain kenapa kita tetap mengikuti sholat berjama’ah walaupun berbeda “pakai Qunut dan tidak pakai Qunut”, sayang bila itu ditinggalkan karena sholat berjama’ah keutamaannya sangat tinggi, yaitu 27 derajat dibanding shalat sendirian (di rumah)” .
Di dalam Al-Qur’an dan Hadits, Alloh dan Rasul-Nya sangat menekankan sekali pada hamba-Nya dan ummatnya yang laki-laki untuk menunaikan sholat fardhu secara berjama’ah di Masjid.
Wallohu a’lam bishowab
Ibnu Adam